Part 34. Ironi

889 185 29
                                    

Moyla tak banyak bicara ketika Cokhi datang ke tempatnya bekerja. Gadis itu hanya melirik sebentar Cokhi yang tadi baru datang, kemudian beralih pada tabnya dan mengerjakan hal lain.

"Aku datang kenapa tanggapan kamu gitu amat?" begitu kata Cokhi mendekati Moyla.

"Nggak ada." Jawab Moyla dengan santai. Cokhi pernah membaca sebuah tulisan, jika seorang gadis mengatakan tidak apa-apa, itu tandanya terjadi apa-apa. Dan itulah mungkin yang terjadi pada Moyla sekarang.

"Apa yang terjadi?" tanyanya lagi mencoba peruntungan.

"Nggak ada yang terjadi." Katanya kembali menjawab. Bukan Cokhi kalau akan diam saja diperlakukan seperti itu oleh lawan bicaranya. Menyahut tab yang dipegang oleh Moyla, lelaki itu membuat Moyla bereaksi.

"Balikin! Nggak usah mulai." Mata Moyla memicing tak terima. Dan itu benar-benar membuat Cokhi kesal. Tanpa banyak kata, Cokhi menarik Moyla dan mengajak gadis itu ke tempat di mana tak akan ada orang yang tahu jika mereka bertengkar. Moyla berusaha melepaskan diri, tapi sama sekali tak diindahkan oleh Cokhi.

"Lepasin!" Kakinya sedikit tertatih ketika mengikuti langkah kaki Cokhi. Cokhi seolah tuli dan membiarkan saja Moyla mendesis marah.

Sampai di sebuah ruangan, lelaki itu melepaskan Moyla dan menguncinya dari dalam. Berbalik untuk menatap Moyla, Cokhi berkacak pinggang. Mendekati Moyla dengan langkah pelan, dengan tatapan yang sama sekali tak bersahabat.

"Aku menyabarkan diri untuk nggak bertindak nekat karena aku menghargai kamu. Tapi kalau kamu terus-terusan seperti ini, bukan ayah kamu yang akan mengurung kamu. Tapi aku yang akan melakukannya." Seolah tak gentar sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Cokhi, Moyla justru santai sekali menatap Cokhi.

"Sekarang bilang, kenapa kamu seperti ini?" Karena Moyla tak kunjung mengatakan sesuatu, Cokhi kembali bersuara.

"Seperti apa? Aku nggak papa. Aku udah bilang tadi." Cokhi semakin mendekati Moyla dan memeluk pinggang gadis itu.

"Kamu main-main sama aku rupanya," seringaian itu terlihat mengancam. "Katakan!" perintah lelaki itu lagi dan Moyla tak peduli. Satu sentakan, Cokhi mampu mengulum bibir Moyla. Moyla jelas terkaget namun sama sekali tak berkutik.

Di dalam hatinya mungkin gadis itu sudah bersumpah serapah tak karu-karuan. Inilah akibat yang harus ditanggungnya karena nekat menantang Cokhi.

Ciuman itu panjang. Bibir keduanya terlalu terasa lembut dirasakan keduanya. Entah bagaimana ceritanya, Moyla justru meremas baju bagian depan Cokhi dan benar-benar tak berontak. "Aku bisa gila lama-lama kalau begini." Cokhi mengakhiri ciuman itu dengan memeluk Moyla dan menyembunyikan wajahnya di pundak gadis itu.

"Jangan buat kesabaranku habis, Moy. Aku nggak mau membuat dosa besar dalam hidupku. Bukan, dosa yang teramat besar. Aku nggak sanggup siksa neraka." Mungkin jika pasangan lain, mereka tak akan membicarakan masalah dosa ketika menyelesaikan sesi panjang berciuman. Tapi tentu karena Cokhi adalah lelaki abstrak, jadilah seperti itu.

Dan dengan kurang ajar, lelaki itu menggigiti pundak Moyla. "Sakit." Moyla berusaha mendorong Cokhi agar menjauhinya tapi sayangnya dia sama sekali tak mampu. Cokhi justru bukan hanya menggigit pundak gadis itu, tapi juga lehernya. Sampai terlihat merah.

"Ko!" karena geram, Moyla menjambak rambut Cokhi sampai lelaki itu meringis.

"Sadis banget sih." Cokhi melototi Moyla yang dibalas dengan putaran bola mata oleh Moyla.

"Kamu kira kamu gigitin aku itu tadi nggak sakit?" makin melebar saja mata Moyla. Cokhi tak menanggapi dan menatap Moyla dengan dalam. Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu tak ada yang tahu. Bukannya menyudahi sesi pelukan, Cokhi malah menggunakan kedua tangannya untuk mengungkung Moyla.

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang