Part 21. 20%

782 159 45
                                    

Cokhi meletakkan belanjaan di atas meja setelah Moyla membuka pintu unitnya. Menatap gadis di depannya itu lekat entah mengapa merasa ada yang tidak beres dengan Moyla.

"Mau aku buatkan minum apa?" bahkan ketika mengatakan itu saja, Moyla berbicara membelakangi Cokhi. Cokhi memilih tak menjawab dan terus menatap punggung Moyla. Merasa tak ada jawaban, barulah gadis itu berbalik untuk melihat Cokhi.

"Mau aku buatkan minum apa?" ulangnya kepada Cokhi. Lagi-lagi Cokhi bungkam. Tapi kali ini Cokhi berdiri dan mendekati Moyla.

"Aku rasa ada yang nggak beres sama kamu," kata Cokhi, "Baru tiga hari tidak ketemu, kamu udah berubah aja." Dalam pikiran Cokhi, perubahan Moyla bukan perubahan yang Moyla akan menghindar atau sebangsanya. Tapi seperti ada beban yang dipikul oleh gadis itu.

"Apa?" Moyla dengan berani menatap Cokhi. Insiden pengiriman sup waktu itu ternyata tak membuat Moyla bersikap kaku seperti yang dia bayangkan.

"Aku juga nggak tahu." Cokhi mengedikkan bahunya tak acuh. Dia hanya merasakan perbedaan itu saja. Tapi karena dia bukan cenayang, maka tentu saja dia tak tahu apa yang menjadi beban Moyla saat ini.

"Kalau begitu, aku mau masak. Perutku lapar." Memberikan kode kepada Cokhi agar lelaki itu menyingkir, dan disetujui. Cokhi kembali duduk. Belanjaan itu sudah berpindah ke dalam kulkas dan Moyla siap untuk mengolah beberapa bahan makanan untuk menjadi makanan penghuni perutnya.

Sop, goreng ayam, dan sambal kecap dengan irisan cabe dan bawang merah adalah menu yang dimasak oleh Moyla saat ini. Selama gadis itu memasak, tidak ada obrolan yang keluar dari bibir kedua orang yang ada di tempat tersebut.

Si biang kerok yang biasanya selalu mengatakan hal-hal yang tak berfaedah sama sekali itu, sekarang juga sedang menjadi anak baik dengan menutup bibirnya rapat. Duduk dengan tenang dan melihat Moyla yang sibuk dengan penggorengannya.

Minuman botol yang ada di depannya juga tinggal setengah. Jika biasanya di seperti ini yang dia tidak melakukan apapun, Cokhi memilih memainkan game di ponselnya, kini benar-benar tak menyentuh ponselnya untuk memainkan game tersebut.

Entah apa asyiknya menatap Moyla memasak dibandingkan bermain game kesukaannya.

Moyla meletakkan sup yang masih mengepulkan asapnya di atas meja. Aromanya langsung masuk ke dalam hidung Cokhi dan membuat lelaki itu berkomentar. "Ini sepertinya enak." Bukan bermaksud mengajak berbicara kepada Moyla, tapi lebih kepada dirinya sendiri.

Kemudian dia menawarkan. "Mau ku bantu sesuatu?"

"Makanan sudah matang, kenapa baru menawarkan?" jawab Moyla yang membuat Cokhi menjawab.

"Lebih baik basa-basi dari pada tidak sama sekali." Entengnya. Namun matanya melirik ke arah sup tersebut dan ingin segera menyantapnya. Yang siapa saja pasti tahu jika lelaki itu mengatakan penawaran itu hanyalah sebagai pemanis saja. Tidak betul-betul ingin membantu.

Semua masakan sudah terhidang di atas meja. Moyla mengambilkan nasi untuk Cokhi dan menyerahkannya kepada lelaki itu. "Terima kasih." Ucap lelaki itu. Dalam pikirannya Cokhi benar-benar merasakan jika dibalik sifat Moyla yang terkadang keras, sisi hatinya benar-benar sangat baik.

"Enak." Satu suapan, dan Cokhi langsung berkomentar. "Aku akan sering makan di sini kalau masakan kamu seperti ini."

"Aku nggak bisa tiap hari masak." Moyla mengatakan itu tak ada menatap Cokhi. Menunduk berpura-pura menikmati makananannya.

"Moy!" Panggilan itu membuat Moyla mendongak.

"Ya?"

"Ada sesuatu?" katanya bertanya dan berusaha mengorek informasi.

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang