Part 16. Keanehan Cokhi

830 142 25
                                    

Cokhi masuk ke dalam gedung kantornya sambil menenteng tas bekal yang dibawakan Moyla untuknya. Perubahan pada potongannya, membuat semua orang terlihat terpesona. Ketika sapaan diberikan kepadanya, dia juga menjawabnya dengan senyuman singkat namun lebar. Terlihat sekali jika suasana hatinya sedang sangat baik.

Masuk ke dalam lift, dia tak sedirian. Ada beberapa karyawannya juga berada di sana. Dan Alan, yang melihat Cokhi menatap lelaki itu dengan pandangan heran. Tak biasanya Cokhi membawa sesuatu ketika pergi ke kantor, dan kali ini pandangan lain itu jelas membuat semua orang jadi terheran. Tak terkecuali Alan.

Karenanya lelaki itu bertanya. "Bapak tumben." Begitu katanya terus terang.

"Tentang?"

Pandangan Alan yang mengarah pada tangan Cokhi membuat lelaki itu kembali tersenyum lebar. "Mumpung dia lagi baik hati mau bawakan saya makanan." Hanya begitu saja jawabannya, namun Alan dan semua orang yang ada di dalam lift yang mendengar itu juga mengerti siapa yang Cokhi panggil 'dia'. Apalagi ekspresi lelaki itu terlihat jelas sekali jika dia sedang bahagia.

Lift kembali terbuka dan masuklah ayah Cokhi. Pria paruh baya itu juga terheran. "Apa itu?" tanyanya dengan kening mengernyit. "Seingat Papa, kamu semalam nggak pulang." Diliriknya putranya itu meminta penjelasan.

"Aku nginap di rumah David." Dalihnya. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Bisa dilempar dia dari lantai sepuluh kantornya.

"Lalu itu?" tunjukknya lagi pada tangan Cokhi, "Dari mana?"

"Dia sedang baik hati dan mau membawakan aku makanan. Jadi aku menerimanya dengan senang hati." Ayah Cokhi mengangguk. Meskipun yang dikatakan oleh Cokhi tak sepenuhnya benar. Toh beliau tak tahu juga bukan?

"Kalau begitu, segera nikahi dia. Nggak baik lama-lama pacaran." Signal hijau yang diberikan oleh ayahnya membuat orang-orang yang sedang menguping itu saling pandang satu sama lain.

"Butuh waktu, Pa. Pesona anak Papa ini nggak mempan di dia. Jadi harus pelan tapi pasti deketin ngajak nikahnya." Ayah Cokhi terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh putranya.

Beruntung, lift kembali terbuka dan semua orang turun kecuali Cokhi dan sang ayah yang memang masih harus naik dua lantai lagi. Karenanya mereka tak akan bisa lagi mendengar percakapan ayah dan anak itu. Pembahasan mereka masih seputar hubungan Cokhi dengan Moyla sampai mereka sampai ke lantai di mana ruangan mereka berada.

Cokhi masuk ke dalam ruangannya, duduk di kursi kebesarannya setelah meletakkan tas bekal di atas meja kerjanya. Menatap tas itu lama sambil tangannya menumpu di atas meja. Seperti melihat sesuatu yang tak pernah dilihatnya, Cokhi benar-benar tak mengalihkan tatapannya dari sana.

Sayangnya ketukan pintu menyadarkannya dari keasyikan yang sedang dia lakukan.

"Maaf, Pak. Saya akan membacakan jadwal anda hari ini." Sekretaris Cokhi yang sekarang cara berpakaiannya sudah mulai 'membaik' itu, berbicara.

"Ya." Cokhi tidak mungkin mengabaikan pekerjaannya dan hanya menghabiskan waktunya dengan memelototi tas bekal tersebut bukan?

Cokhi mendengarkan dengan seksama dan tahu jadwal hari ini cukup padat. "Oke!" Cokhi menyanggupi. "Kamu bisa keluar." Perempuan tersebut mengangguk dan meninggalkan ruangan Cokhi untuk kembali bekerja.

Berkonsentrasi pada pekerjaannya, Cokhi benar-benar harus melupakan semua pemikiran lain selain dokumen-dokumen yang menggunung di atas mejanya. Tak ada yang bisa mempengaruhinya kalau sudah seperti ini.

Melemparkan kaca matanya ketika jam istirahat sudah datang. Punggunnya menyender di senderan kursi dengan mata memejam. Barulah di waktu luangnya seperti ini, dia mengingat tentang banyak hal termasuk Moyla.

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang