Cokhi dan Moyla keluar dari apartemen untuk makan larut malam. Bukan makam malam lagi sekarang, toh sudah pukul sepuluh malam. Piyama, sandal jepit, tak ada ponsel, dan hanya membawa uang yang dimasukkan ke dalam sakunya – itu buat Cokhi. Sedangkan Moyla bahkan rambutnya masih basah dan tidak tersisir.
Kebiasaan Moyla adalah sehabis mandi, dia tak menggunakan hairdryer dan membiarkannya sampai kering sendiri. Dan tak langsung disisir. Itu seharusnya wajar jika dia ada di dalam rumah. Sayangnya sekarang ini mereka ada di luar rumah dengan keadaan yang bisa dikatakan buruk.
"Padahal aku udah pakai cream malam. Sekarang harus kena polusi lagi." Dumelan Moyla terdengar di telinga Cokhi. Tangan lelaki itu sama sekali tak terlepas dari tangan Moyla. Entah takut apa si tengik itu.
"Nanti bisa dibersihkan lagi. Repot amat."
"Malas amat." Jawab Moyla dengan santai namun tersimpan nada geram di sana.
"Biar aku yang lakukan. Gitu aja kok dibuat masalah."
"Ishhh." Hanya desisan yang dikeluarkan untuk lelaki itu. Entah kenapa, dia terjebak dengan manusia setengah siluman ini sekarang.
"Bakpao." Moyla mempercepat langkahnya ketika melihat penjual bakpao yang masih mangkal di tepi jalan.
"Bakpaonya, Pak." Katanya sambil tersenyum. Bakpao hangat benar-benar menarik perhatian Moyla.
"Mau rasa apa, Neng?"
"Ayam, kacang hijau. Kamu mau nggak?"
"Ayam sama coklat. Dua-dua, Pak." Katanya. Cokhi mengambil uang yang ada di sakunya dan kemudian membayarnya.
Mereka kembali berjalan. "Tiba-tiba ikut lapar." Guman Moyla, "Bakpao!" Seolah memanggil makanan tersebut. Kepalanya menoleh ke arah Cokhi, "Kamu kan mau makan, kenapa belinya banyak banget?"
"Nggak ada. Kasihan aja, udah malam masih jualan. Biar cepat pulang dia." Moyla merasa sedikit tersentuh dengan apa yang dikatakan oleh lelaki di sampingnya. Namun kemudian ingat sesuatu.
"Kita udah jalan jauh. Kamu mau makan apa sebenernya?" jangan sampai mereka keterusan jalan kaki dan tiba-tiba sudah jauh saja mereka melangkah.
"Mie ayam enak itu kayaknya." Tunjuknya pada sebuah ruko yang masih di penuhi oleh pembeli. Moyla mengangguk.
"Boleh." Katanya. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk bergabung pada pembeli yang lain. Moyla menatap sekelilingnya. Semua orang yang datang kesana semuanya menggunakan pakaian yang cukup pantas.
Kemudian dia melihat dirinya sendiri. Piyama. Dan itu benar-benar terlihat memalukan. Bahkan hal itu membuatnya mendapatkan perhatian lebih dari pembeli yang lain.
Sialnya, Cokhi terlalu peka dengan apa yang terjadi oleh Moyla sekarang. Dipegangnya dagu gadis itu, agar bisa menatap dirinya. "Nggak usah ngebandingin. Mereka pakai baju bagus juga nggak bisa cantik kayak kamu. Minder itu perbuatan keji dan munkar." Moyla benar-benar tak bisa berkata-kata untuk sejenak.
"Kampret." Umpatnya. "Mulut kamu itu terlalu ringan atau apa sih sebenarnya? Ada aja bahasannya."
"Iya. Ringan. Seringan aku yang selalu memikirkanmu." Rayuan atau gombalan tersebut membuat Moyla meradang karena geli. Memajukan tubuhnya, tangan Moyla menjambak rambut Cokhi.
"Kamu ini benar-benar mau diapain, Ha?" Cokhi jelas sedikit mendesis namun tawanya menguar begitu saja. Masa bodoh jika mereka menjadi pusat perhatian. Moyla benar-benar kehabisan kesabarannya karena mulut Cokhi.
Paling-paling kalau semua orang itu melihat, mereka dianggap sedang bercanda mesra ala pengantin baru. Karena hal itu benar-benar terbukti setelah penjualnya mengantarkan makanan ke meja mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Simple
RomanceDia bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Apa yang ada di kepala selalu diungkapkan dengan kata. Karena memendam hasil pemikirannya di dalam kepala, tak selamanya baik menurutnya. Dan kisahnya akan di mulai. Seri ke lima dari Kimchi. Dimulai tanggal...