Moyla sepertinya mendapatkan ujian pertama dari ibu Cokhi secara tidak langsung. Karena beliau mengajak gadis itu ke dapur untuk memasak. Sejak tadi, beliau selalu meminta Moyla untuk mengambilkan bumbu dapur yang ada di satu tempat.
Mulai dari lengkuas, jahe, sampai lada pun beliau memintanya kepada Moyla. Dan terlihat puas ketika gadis itu bisa mengambilkan dengan benar.
"Tante dengar, Cokhi sering sekali merecoki Moyla. Bener itu?" intograsi dimulai. Moyla yang ikut membantu entah melakukan apa, menjawab,
"Nggak merecoki juga sih sebenernya, Tante. Tapi kadang emang nyebelin banget." Ibu Cokhi terkekeh mendengar itu.
"Kalau itu Tante paham betul, Moy. Dia emang pembuat onar." Tak ada yang lebih paham dari seorang ibu. Dan itu yang terjadi sekarang. Cokhi pernah bilang kepada ibunya, apapun itu kecuali masalah keluarga Moyla, beliau bisa membicarakannya.
Karena itu, sejak tadi tak ada pembicaraan yang menyerempet tentang keluarga Moyla. "Emang sejak dulu kayak gitu ya, Tante?"
"Iya. Udah bawaan orok, Moy. Jadi dimaklumi aja. Tante sih sebetulnya dulu berharap dia bisa berubah nggak banyak tingkah. Nyatanya makin tua makin jadi." Kalau tidak mengatasnamakan kesopanan, mungkin sekarang Moyla sudah memuntahkan tawanya karena ucapan perempuan tersebut.
"Kamu tahu, Moy? Satu perempuan di rumah ini aja udah ramai, apalagi ada satu perempuan lagi, para lelaki langsung melipir." Ayah Cokhi masuk ke dalam dapur. Moyla yang tadi belum bertemu dengan beliau, langsung mendekat dan bersalaman.
"Itu udah kodrat sebagai perempuan. Iya kan, Moy?" Moyla tersenyum dan mengangguk saja.
"Tapi Om senang dengan itu. Artinya rumah ini terasa hidup." Lelaki paruh baya itu menyesap minumannya dan duduk dengan nyaman di kursi sambil melihat bagaimana interaksi dua perempuan tersebut.
"Jadi kapan rencananya kalian akan menikah?" tanya ayah Cokhi. "Anak Om itu biar kelihatan bar-bar begitu, tapi dia gentle ya. Sampai nggak tahu dipinjam siapa otaknya waktu itu ngelamar pacarnya di acara nikahan temennya. Katanya pengusaha, masa mau nya gratisan." Dan Moyla sama sekali tak bisa lagi menahan tawanya.
Masih tertawa dengan sopan, gadis itu terlihat lepas sekali malam ini. Ternyata, Cokhi memang mewarisi gen kedua orang tuanya dengan sangat sempurna. Karena itulah tercipta Cokhi yang amburadul.
"Mana ditolak lagi kan?" kini wajah Moyla terlihat memerah karena sindiran tersebut. Membuat ayah Cokhi tertawa melihatnya.
"Papa buat dia malu, Pa. Dia kalau udah malu begitu, bisa lebih galak nanti sama aku." Cokhi yang masuk ke dalam dapur dan ikut berkumpul bersama keluarganya. Moyla sudah melototi Cokhi karena ucapan lelaki itu.
Cokhi hanya memeletkan lidahnya mengejek. Makanan sudah terhidang di atas meja dan siap untuk disantap.
"Siapa ini tadi yang masak?" begitu tanya ayah Cokhi.
"Tante, Om." Jawab Moyla.
"Padahal dia juga pintar masak." Komentar dari Cokhi itu entah apa maksudnya.
"Kalau begitu, nanti giliran Moyla yang memasak untuk kami. Boleh?" Tanya ibu Cokhi sambil membantu Moyla memindahkan masakan yang baru diangkat dari kompor ke meja makan.
Tak ada yang berbicara lagi setelahnya katika mereka sudah mulai makan. Memang tak pernah ada aturan khusus di dalam keluarga tersebut ketika berada di meja makan haruslah dalam keadaan hening, hanya saja semua itu seolah sudah ter setting sejak dulu.
Setelah makan malam selesai, mereka semua mengobrol di ruang keluarga. Seperti Cokhi yang selalu berpikiran sederhana dan santai, kedua orang tuanya pun seperti itu. Sejak tadi hanya tawa yang selalu keluar dari bibir mereka.
"Moyla mau nginap sini?" tawar ibu Cokhi. Tapi Moyla masih tahu tata krama dengan tidak menerima tawaran tersebut.
"Maaf, Tante. Saya nggak bisa. Besok harus berangkat pagi." Itu sebenarnya hanyalah alasan. Karena bagi Moyla, menginap di rumah lelaki yang bisa dibilang bukan apa-apanya, itu sangat melukai harga dirinya. Baginya itu tidak pantas dilakukan oleh seorang gadis.
"Mungkin lain kali?" ibu Cokhi masih mencoba menawarkan.
Dan dengan pasti, Moyla kembali menolak. "Mohon maaf sekali Tante. Tapi meskipun lain kali, saya akan tetap menolak. Saya dan Cokhi belum ada ikatan yang sah. Jadi saya rasa itu sangat tidak pantas untuk saya lakukan. Saya benar-benar minta maaf." Ekspresi wajah Moyla terlihat menyesal sekali.
Namun itu berbanding terbalik dengan ekspresi wajah ibu Cokhi. "Kalau kalian nikah besok bagaiman? Tante suka sekali dengan kamu." Tentu saja Moyla sangat heran. Kenapa penolakannya justru membuat beliau suka? Mungkin seperti itulah pemikiran Moyla sekarang.
"Itu adalah jebakan, Ci." Moyla seketika langsung menoleh ke arah Cokhi dengan bingung. Cokhi mengangguk, "Iya. Aku tahu itu." bukannya menjelaskan, Cokhi justru tak mengatakan penjelasan apapun.
"Kalau tadi Moyla menerima tawaran ibu Cokhi, mungkin besok kalian akan disuruh putus." Ayah Cokhi menyahut.
Moyla terkaget dibuatnya. Mereka memang santai. Tak ada dari mereka yang berperan antagonis dengan drama tak mendapatkan restu dari salah satu orang tua Cokhi. Tapi mereka tetap tak lengah sama sekali.
Sepertinya Moyla memang harus berhati-hati. Gadis itu bahkan menatap ibu Cokhi dalam diam tanpa mengatakan apapun lagi.
"Dan Tante sangat percaya sama kalian meskipun kalian sekarang bertetangga, tak ada dari kalian yang berani masuk di kamar yang memang tak harusnya kalian masuki." Moyla langsung menggeleng dengan cepat ketika bisa menangkap apa yang dimaksud oleh peremupuan paruh baya tersebut.
"Enggak, Tante." Dan kelakuan Moyla yang seperti itu membuat semua orang yang ada di sana tertawa. Cokhi bahkan menatap mengejek ke arah Moyla.
"Tante percaya." Kata beliau sambil tersenyum. Moyla selalu menjaga dirinya dari hal-hal yang tak layak seperti itu. Menjaga kehormatannya sendiri ketika sekarang makin banyaknya orang-orang yang suka sekali melakukan dosa.
'Lalu ciuman itu apa, Moy? Dosa juga lho, nggak usah munafik' sisi hatinya mengejek. Dan dia hanya bisa meneguk ludahnya berkali-kali. Tapi tentu saja dia tak akan kehilangan control dirinya di depan Cokhi dan orang tua lelaki itu.
Padahal itu adalah ciuman pertamanya. Dan kalau sampai Cokhi berbalik arah dan meninggalkannya, dia akan mengirimkan kemenyan ke tempat lelaki itu berada. Entah dimanapun dia berada. Dia akan membuat lelaki itu impoten kalau perlu.
"Jadi kapan kita menikah?" ketika Moyla dan Cokhi sudah dalam perjalanan pulang, maka Cokhi menanyakannya kembali.
"Kamu ngajak nikah, apa ngajak main catur?" Moyla masih menatap depan dengan mata memejam ketika menjawab pertanyaan Cokhi.
"Kalau kita udah menikah, kita bisa main catur bareng. Tapi nggak enak ah main catur, main monopoli aja. Karena aku yang akan memonopoli kamu." Cokhi tak kalah santai ketika menjawab. Membuat Moyla berdecak.
"Dasar Kodok." Moyla mengatai Cokhi.
"Dasar Cicak." Mana mau Cokhi mengalah. Lelaki itu jelas tetap membalas olokan Moyla. Sedangkan gadis yang ada disampingnya itu sama sekali tak bereaksi sama sekali. Karena sepertinya Moyla sudah mulai tertidur. Membuat Cokhi sebal dibuatnya.
*.*
Yoelfu 07 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Simple
RomanceDia bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Apa yang ada di kepala selalu diungkapkan dengan kata. Karena memendam hasil pemikirannya di dalam kepala, tak selamanya baik menurutnya. Dan kisahnya akan di mulai. Seri ke lima dari Kimchi. Dimulai tanggal...