Part 22. Dramatis

828 141 49
                                    

David berdiri di tengah ruangan di unit Cokhi dengan bibir tertutup rapat. Sahabatnya itu mengatakan jika dia membeli sebuah apartemen dan Cokhi meminta sahabat-sahabatnya itu untuk datang. Menatap sekeliling, tempat itu masih kosong sama sekai karena si pemilik belum sempat untuk mengisi perabotan. Tadi dia sudah melihat di dalam kamar Cokhi dan di sana hanya ada ranjang dan kasur empuknya, lemari, dan satu set meja kerja.

Bahkan kulkas pun tak ada di dapur. Ada tumpukan air mineral, snack yang dimasukkan di dalam kantong hitam, dan juga dua kardus mie instan.

"Ini sih bukan rumah orang, tapi rumah dedemit." Cokhi baru saja keluar dari kamarnya dan langsung mendapatkan ucapan yang sangat mutiara sekali dari sahabatnya itu.

"Lo bapak moyangnya dedemit." Jawabnya dengan santai. Mengambil minuman, dan meneguknya sampai tinggal setengah. David tak menjawab dan menatap datar lelaki yang ada di depannya tersebut.

"Lagipula untuk apa gue beli perabotan kalau gue punya tetangga yang baik hati. Kalau gue butuh sesuatu, gue hanya perlu minta kesana." Enteng sekali mulutnya itu.

"Terus, gue harus duduk di mana kalau kayak gini? Ngemper di bawah gitu?"

"Itu lo cerdas." Cokhi lebih dulu merealisasikan ucapan David yang baru saja terucap. Duduk di bawah dengan tenang dan santai seolah omelan David tak berpengaruh apapun untuknya.

"Sini, duduk. Lo nggak bakalan impoten duduk di lantai." Panggilnya ke arah David. "Kita tunggu dua bapak itu sampai datang." Mau tak mau, David tetap harus duduk kan kalau tidak mau seperti tiang bendera yang setia berdiri meskipun tak ada yang hormat kepadanya.

Menghembuskan nafasnya keras sampai Cokhi pun mendengarnya dan terkekeh. "Gitu amat lo. Nanti kalau ini rumah udah keren abis, malas lo pulang ke rumah lo sendiri." Katanya dengan santai.

"Gue nggak habis pikir dengan ide gila lo. Deketin cewek kan nggak harus seperti ini."

"Gue ini totalitas, Bro. Pantang menyerah, gigih, dan terpercaya." Katanya dengan bangganya pada dirinya sendiri. Lelaki itu berdiri karena ada suara bel dan Cokhi bisa pastikan jika itu adalah dua sahabatnya yang lain.

Dan benar saja, Marvel dan Kiev datang dengan membawa banyak makanan kemudian masuk ke dalam rumah. Ekspresinya sama seperti ketika David pertama kali masuk ke unit tersebut.

"Gila!" orang sealim Marvel harus mengeluarkan kata mutiara juga karena melihat kondisi rumah yang kosong dan sangat membosankan itu.

"Temen lo lah tu." Tanggap David tanpa perlu berfikir lagi. Seperti bocah yang gontok-gontokan merebutkan siapa temannya siapa. Marvel tak menjawab dan langsung ikut duduk di depan David. Meletakkan makanan yang di bawanya ke lantai, sambil menatap kesana kemari.

"Bahkan karpet pun nggak ada. Heran gue." Itu Kiev yang bersuara. Menambahkan protesan yang diberikan kepada Cokhi. "Lo niat nggak sih hidup sendiri?"

Mereka sudah duduk melingkar dan di tengah-tengah mereka sudah ada banyak makanan dan minuman. Cokhi mencomot paha ayam, dan menggigitnya besar-besar. "Nanti gue penuhin deh ini rumah sama perabotan. Nggak perlu sedih lo." Begitu sambungnya.

"Galaksi akan datang juga nanti, anggap aja gue bisa panggil artis cuma buat peresmian ini tempat." Cokhi juga tak mungkin melupakan lelaki yang ikut andil dalam bertemunya dirinya dengan Moyla.

"Diantara perjalanan cinta dari kita berempat, perjalanan cinta siapa yang paling rumit?" Marvel sambil mengunyah bertanya. "Gue akui, perjalanan gue dapetin Sha itu nggak susah sama sekali." Lelaki itu mengalah duluan dengan pertanyaan yang dia ajukan sendiri.

"Gue yang paling susah." Cokhi mengangkat tangannya mengakui, "Gue tahu betul perjalanan cinta kalian itu terlalu mudah. Kiev, Sydney hanya terpengaruh gara-gara gue. David, Kyra kayaknya lebih dulu suka sama dia."

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang