"Jadi, kenapa Sydney bisa jadi musuh bebuyutan kamu sekarang?" mereka sudah ada di dalam mobil untuk kembali pulang ke rumah. Sepertinya tidak afdhol kalau tidak menanyakan langsung tentang kebenaran yang sempat Sydney katakan jika dirinya memang dari dulu sudah tak akur dengan Cokhi.
"Aku nggak pernah anggap dia musuh aku, lho." Santai Cokhi menjawab sambil memegang kemudinya.
"Tapi dia bilang begitu."
"Dia aja yang pendendam. Masa cerita jaman bahula dibawa-bawa sampai sekarang?"
"Makanya, jangan buat orang lain jengkel."
"Bukan, Sydney yang memang pencemburu berat itu. Ya aku kan dulu emang rambutnya udah panjang. Jadi bukan salah aku kan?"
Cokhi tentu saja mencari pembelaan dari semua hal yang didesakkan kepadanya. Dasar memang para perempuan itu. kira-kira seperti itulah yang Cokhi pikirkan sekarang.
Tak lama setelah itu, mereka sampai ke apartemen. Turun dari mobil, mereka masuk ke dalam apartemen dengan Cokhi menggandeng tangan Moyla. Waktu memang sudah malam namun ponsel Cokhi berdering dengan nada panggilan yang dikhususkan, karena itu dia tahu siapa yang berani menghubunginya malam-malam begini.
"Ya, Ma?" panggilan itu tak akan pernah Cokhi abaikan. Karena kalau sampai hal itu terjadi, maka entah apa yang akan terjadi dengan lelaki itu setelahnya.
Ibu Cokhi berbicara dengan sungguh-sungguh dan didengarkan oleh lelaki itu tanpa mengatakan apapun lagi setelahnya. Dia hanya mendengarkan dan dia tahu dia harus melakukan perintah apapun yang sedang direncanakan oleh ibunya.
Dan endingnya, dia hanya bilang, "Iya, Ma. Besok aku datang." Setelah itu, sambungan diputus. Moyla diam tanpa menanyakan apa yang terjadi kepada lelaki itu. Karena dia percaya, jika memang urusan itu memang perlu dibagikan kepada dirinya, maka Cokhi akan mengatakan apa yang lelaki itu bicarakan dengan ibunya. Tapi kalau memang tidak bisa membaginya, Moyla tak perlu ikut campur ke dalamnya.
"Kamu masuk dan langsung tidur. Besok pagi, aku jemput kamu." Itu adalah perintah. Dan Moyla meskipun sudah terbiasa dengan perintah lelaki itu, tapi kalau tidak membantah terasa ada yang kurang di bibir Moyla.
"Memangnya kita mau kemana?" untuk kali ini ternyata bukan sebuah bantahan yang diberikan kepada Cokhi.
"Pokoknya, ikut aja. Besok jam enam aku jemput."
"Enak aja." Ketika masih pukul enam dan Cokhi sudah datang, dia harus bersiap-siap ketika subuh. Sedangkan Moyla malas kalau harus mandi ketika subuh. Bahkan dia selalu mengambil air wudhu saja ketika mau sholat.
Kemudian dia melanjutkan, "Memangnya kamu nggak nginap di sini?"
"Mama mau aku pulang. Jadi malam ini aku harus pulang. Bagaimanapun, aku harus menuruti beliau kalau nggak mau di telan lagi dan menjadi zigot di dalam perut." Moyla sama sekali tak menanggapi, bahkan mengangguk saja tidak.
Maka setelahnya, Cokhi menarik Moyla ke dalam pelukannya dan memeluknya erat. Moyla membalas pelukan lelaki itu dengan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Cokhi. Wangi parfum yang digunakan Cokhi selalu membuatnya lupa daratan. Bahkan kalau sudah begini, dia akan menenggelamkan wajahnya di dada lelaki itu dan menghirup baunya banyak-banyak.
Meskipun tubuh mereka masih saling menempel, Cokhi mendongakkan wajah Moyla dan menatap wajah itu dengan intens. Dalam hitungan detik, wajah mereka saling menempel dan bibir mereka aktif dalam bermain.
Semoga saja tidak ada yang melihat. Tetangga mereka misalnya. Tapi entah kenapa, mereka selalu beruntung. Karena ketika melakukan hal-hal yang tak senonoh seperti itu tak pernah sekalipun mereka kepergok oleh orang lain.
"Dah ah. Jangan sampai aku nanti kelewat batas." Cokhi kembai menarik gadis itu di dalam pelukannya sebelum benar-benar meninggalkan apartemen tersebut. Moyla masuk ke dalam unitnya dan bersiap untuk tidur.
Dia tak tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh Cokhi. Tapi memilih percaya adalah bentuk dari keseriusan cinta yang dirasakan oleh Moyla kepada lelaki itu. Bukankah kata orang bijak, kunci sukses sebuah hubungan adalah sebuah kepercayaan? Maka apa salahnya menyingkirkan rasa curiga di dalam hati kita kepada pasangan ketika kata cinta sudah sering diucapkan satu sama lain.
Pagi itu datang. Dan Cokhi serius datang pukul enam pagi. Moyla sudah rapi ketika membukakan pintu untuk lelak itu. Dan rasa penasarannya muncul kemudian bertanya, "Kamu serius semalam nggak pulang kesini?" pasalnya, jarak tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke apartemen dari rumah Cokhi tidaklah dekat. Setidaknya, sekitar sau jam an.
"Kan pagi. Nggak macet sama sekali. Jadi aku bisa cepat datang jemput kamu."
"Udah sholat?"
"Kamu emang minta cepat dihalalin ya, Moy. Kita subuh itukan sekitar jam lima kurang. Yang sebelum aku berangkat aku sholat dulu. Doa dulu, semoga calon istri aku ini nggak banyak tanya tapi nyatanya doaku nggak dikabulkan sama Tuhan. Sampai di sini bukannya disuruh masuk, malah dapat introgasi pula." Wajah Cokhi terlihat jengah. Moyla mengedikkan bahunya dan membuka pintunya lebih lebar lagi.
"Silahkan masuk, Tuan." Seolah dia sedang memberikan sambutan untuk pangeran Arab. Karena Cokhi terlalu receh, hal seperti itu saja sudah mampu membuat dirinya tersenyum dan mengacak rambut Moyla dengan gemas.
"LOPE YOU." Katanya dengan membentuk love dengan jarinya. Namun sama sekali tak membuat Moyla terpengaruh.
"Mau aku buatkan sesuatu?"
"Roti aja. Ada roti isi kan?"
"Nggak ada. Kehabisan. Roti tawar ada selai coklat. Mau?" Cokhi mengangguk saja karena memang dia sudah lapar. Kebiasaan makan pagi, dan jam segini harus meminta isi saja perutnya.
"Kamu udah bilang si monyet belum kalau hari ini ada acara?"
"Kan nggak lama."
"Kata siapa nggak lama. Sok tahu." Moyla tak menjawab dan fokus pada kegiatannya mengolesi selai di roti yang dipegangnya.
"Emang kita mau apa sih?"
"Mau nikah. Pakai tanya lagi." Cokhi memang sepertinya harus mengulur kesabarannya untuk menghadapi Moyla yang suka sekali memberontak dan membantah.
Decakan itu terdengar dan melototi Cokhi dengan wajah jengkel. Cokhi sama sekali tak mempedulikan Moyla dan menarik piring yang diatasnya terdapat roti miliknya yang masih dipegang oleh Moyla. Menggigitnya besar-besar, kemudian mengunyah dan menelannya.
Setelah habis, meminum jus jeruk yang ada di atas meja. "Ayo! Berangkat." Memberikan interuksi kemudian berdiri dan menarik tangan Moyla.
"Sebenarnya kita itu mau apa sih? Bingung lho aku itu sama kelakuan kamu yang nggak bener-bener." Moyla sebetulnya ingin sekali terus mendumel dan mengatakan banyak hal. Hanya saja dia tak akan melakukan itu. Jadi kali ini dia hanya berusaha untuk menuruti saja apa yang dikatakan oleh Cokhi.
"Kamu udah sarapan kan tadi?" barulah ketika mereka sampai di mobil, Cokhi bertanya.
"Sarapan apa? Orang aku buat roti empat kamu habisin semua. Dasar nggak pengertian." Benar, Moyla membuat roti tadi adalah maksud hati sebagian untuk dirinya sendiri, tapi entah kekhilafan macam apa yang dilakukan oleh Cokhi, bahkan lelaki melahapnya semua tak berperasaan.
*.*
Ges, lama tak jumpa ya.
Boleh minta tolong nggak sih? Kalau ada yang punya webnovel, minta review aja bole? Nggak perlu dibaca nggak papa karena memang hanya beberapa yang nggak dikunci. Kalau berkenan sih.
Judulnya (Second Love dengan nama pena sama. Yaitu Yoelfu. Txs ya.
YOELFU 19 OKTOBER 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Simple
RomanceDia bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Apa yang ada di kepala selalu diungkapkan dengan kata. Karena memendam hasil pemikirannya di dalam kepala, tak selamanya baik menurutnya. Dan kisahnya akan di mulai. Seri ke lima dari Kimchi. Dimulai tanggal...