Part 1. Si Muka Abstrak

2K 212 43
                                    

Waktu senggang yang dimiliki Cokhi, tak membuat lelaki itu menggunakan waktunya untuk beristirahat. Dia lebih memilih melototi laptop dengan menggenggam mouse di tangan kanannya, dan tangan kirinya sesekali memencet salah satu tombol keyboard.

Kalau mereka mengira jika Cokhi sedang bekerja, berarti itu dugaan salah. Karena faktanya, lelaki itu sedang bermain game dengan wajah yang sangat serius. Mematikan musuh yang berapa banyak dengan level yang seberapa tinggi.

Namun sayangnya, konsentrasi nya buyar karena seorang perempuan dengan seenak hatinya duduk tepat di sampingnya. Cokhi memang sekarang berada di sebuah kafe langganannya yang pemiliknya memang sudah di kenal akrab olehnya.

Namun sayangnya perempuan tersebut tak mengatakan apapun, tapi duduknya sangat tak nyaman. Tentu saja itu membuat Cokhi geram. Dia mempause gamenya, dan menoleh ke arah kanannya.

"Masih ada banyak kursi, Nona. Pindahlah ke sana." Matanya menyorot dengan penuh peringatan. "Kamu membuat konsentrasiku buyar." Kepalanya mengedik tanda dia mengusir secara terang-terangan.

"Bantu aku, please."

"Enggak." Tolaknya langsung. Merasa tak perlu lagi berfikir.

"Kita teman, bukan?"

"Sejak kapan aku jadi temanmu?" Cokhi sudah kembali mengahadapi laptopnya.

"Sejak kamu berteman dengan Galaksi tentu saja." Cokhi berdecih.

"Bahkan kemarin saja kamu mengataiku muka abstrak."

"Ayolah." Perempuan itu memegang lengan Cokhi untuk benar-benar meminta bantuan.

"Jangan memegangku sembarangan." Cokhi bukan orang yang suka di pegang oleh perempuan sembarangan. Perempuan itu bukan kekasihnya, jadi baginya, melakukan itu bukan hal yang baik.

"Dia datang." Perempuan itu berakting dengan menatap laptop Cokhi, seolah mereka memang seakrab itu.

"Moyla." Sapaan itu dari depan meja Cokhi. Dan yang menyapa gadis itu adalah seorang lelaki. Cokhi hanya sekilas melirik kemudian melanjutkan permainannya.

"Eh, hai." Balas Moyla berusaha santai. Namun rasanya di dalam sana, tepat di jantungnya, berdegup tak karuan.

"Boleh duduk?" Moyla mengangguk.

"Duduklah." Jawabnya tak meminta izin kepada Cokhi yang membuat lelaki itu diam-diam mengetatkan rahangnya.

"Dia siapa?" Tanya lelaki itu. "Bukan pacar kamu pasti?" Lanjutnya.

"Bukan." Cokhi menatap lelaki itu lurus. Efek sebal dan terganggu.

Matanya kemudian menatap ke sampingnya. "Kenapa nggak kamu ajak semua kenalan kamu buat ke sini, dan duduk satu meja dengan kita?" Senyum Cokhi penuh ancaman. "Pasti akan menyenangkan." Moyla merasa tak enak hati sebenarnya, tapi dia harus memohon dengan matanya agar lelaki itu mau membantunya.

"Mas. Kalau ngambek jangan begitu dong. Aku tahu aku salah, aku minta maaf. Oke." Akting Moyla benar-benar seperti di sinetron saja.

"Astaga." Keluh Cokhi merasa geram luar biasa.

"Rama, maaf ya." Moyla menatap lelaki di depannya dengan senyum. "Sepertinya dia sedang nggak mau di ganggu, kamu bisa pindah meja saja."

"Iya benar." Rama kini menatap Cokhi yang berbicara. "Kalian, pindahlah. Kamu juga pindahlah." Ucapan itu ditunjukkan kepada Moyla.

Otomatis, semua itu membuat Rama bingung dengan situasi seperti ini. Namun tetap memilih bungkam.

Melihat Moyla yang sepertinya ingin menangis, membuat Rama menyerah. "Kalian selesaikanlah urusan kalian. Aku pergi dulu." Kalimat terakhirnya ditujukan kepada Moyla. Kemudian dia pergi begitu saja dari sana.

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang