Part 57. Semua Sudah Terkuak

427 116 40
                                    

Setelah memikirkan banyak pertimbangan, Moyla memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Beberapa hari lalu, orang tua Choki mengundang kembali dirinya untuk makan malam bersama karena ada hal yang perlu mereka bicarakan. Tentu saja semua itu tentang hubungannya dengan Cokhi, tentang rencana selanjutnya antara mereka, dan bahkan angan-angan tentang masa depan mereka.

Ibu Cokhi yang sudah berkeinginan untuk segera memiliki menantu, 'mendorong' atau memaksa Moyla agar gadis itu bisa segera mengambil keputusan. Kapan mereka akan menikah? Begitulah kira-kira. Berpacaran terlalu lama juga bukan hal yang bagus. Cokhi memang dapat dipercaya tak akan membuka label miliknya kecuali mereka sudah sah untuk melakukan itu. Tapi, setan ada di mana-mana. Maka tak akan ada yang bisa tahu apa yang terjadi jika mereka selalu berdua di tempat yang hanya ada mereka di dalamnya.

"Non, Moy?" setiap kedatangan Moyla di rumah orang tuanya, Bibi selalu saja menjadi orang pertama yang menyambutnya. Itu karena memang dia yang membuka pintu untuknya. Bibi menyuruhnya masuk dan sangat kebetulan sang ayah juga ada di rumah. Ada keterkejutan yang diberikan oleh orang tuanya ketika dia datang. Tapi setelah itu sebuah senyum tercetak di wajah ibunya. Tentu berbeda dengan ayahnya yang hanya memasang ekspresi datarnya.

Masa bodoh kalau orang tuanya tak menyukai dirinya. Karena yang terpenting bagi Moyla adalah dia mendapatkan penjelasan yang masuk akal kenapa perlakuan orang tuanya berbeda kepadanya. Dia harus mendapatkan penjelasan itu hari ini juga. Karena setelah kepastian itu, dia akan segera mengambil keputusan. Sambutan yang tidak baik, lalu atmoster yang mengelilingi mereka begitu hitam, tak membuat Moyla pada akhirnya mundur dan menyerah.

"Ada hal yang perlu aku ketahui." Moyla membuka obrolan. Di sana ada ibu dan ayahnya yang duduk dan menatap gadis itu dengan fokus. "Kenapa kalian memperlakukanku berbeda selama ini?" Moyla menatap kedua orang tuanya bergantian dan melihat ekspresi yang ditujukkan oleh ibu dan ayahnya. "Apa dugaanku selama ini salah kalau aku sebenarnya adalah anak pungut?"

"Jaga ucapanmu, Moyla!" ayahnya lagi-lagi melotot tak suka.

"Itu karena kamu adalah anak pembawa sial." Suara Delima menggema di ruang keluarga dan bahkan pori-pori dinding pun mendengarnya. "Itulah kenapa kami sangat tidak menyukaimu."

"Delima!" ibunya tak tahan dengan semua masalah yang akhir-akhir menekannya. Semuanya semakin rumit sehingga membuat beliau harus bertindak setelah selama ini hanya bungkam tanpa memberikan penjelasan apa pun kepada siapa pun. Perempuan paruh baya itu ditekan dengan kuat oleh suaminya sehingga tidak berani berkutik. Maka, jika sekarang ini adalah waktunya, maka beliau akan melakukannya. Moyla sudah mengalami hal buruk selama ini, dan sudah waktunya gadis itu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Kamu tahu, Kak? Bahkan sejak kecil pun kamu adalah gadis yang jahat. Karena kamulah aku hampir mati di kolam renang." Seolah sudah menguasai situasi, Delima dengan berani mengatakan apa yang terjadi yang memang sebuah kebenaran. Hanya saja, tentu saja akan berbeda ketika Delima yang mengatakan atau justru ibunya yang mengungkapkan. Delima, penuh dendam dan berapi-api, dengan gamblangnya mengatakan apa yang diketahuinya tanpa filter sama sekali.

"Delima. Kamu diamlah karena Mama yang akan mengatakannya." Ibu Moyla tak mau kalah dengan putrinya. "Kamu hanya akan membuat masalah ini menjadi semakin rumit." Moyla terlihat menatap ibu dan adiknya yang sedang berdebat dengan tatapan dingin milikinya. Dia adalah pembawa sial, itu sebuah kalimat yang sangat mengejutkan. Dan hampir membuat dia mengumpati Delima jika dia tak ingat kalau Delimalah yang membuat keluarganya menjadi berantakan.

Untuk sesaat, mereka semua hanya diam. Ayah Moyla juga terlihat membungkam mulutnya dengan rapat entah apa yang sedang dipikirkan sekarang. Moyla menunggu dengan sabar meskipun dia sudah ingin sekali mengetahui fakta yang sesungguhnya. Maka ketika ibunya membuka suara untuk menjelaskan, Moyla dengan seksama mendengarkan dari awal sampai akhir bahkan tidak ada yang terlewatkan sama sekali.

"Jadi karena kesalahan itu sehingga aku dikucilkan dan tidak dianggap keluarga?" Moyla kini semakin mengintimidasi. Terutama ketika dia menatap pada ayahnya. Lelaki itu menatap balik Moyla tak kalah dinginnya.

"Karena kamu memang pantas dikucilkan." Delima membalas ucapan Moyla tanpa berpikir panjang. Dia melupakan semua yang dilakukan dulu kepada kakaknya itu sampai Keano harus meninggal.

"Lalu, kalau aku pantas dikucilkan karena aku tidak mengerti apa yang sudah aku lakukan karena aku masih kecil, lalu seharusnya kamu dihukum gantung karena sudah membuat Abangku meninggal."

"Moyla!" Bentakan itu dari sang ayah.

"Kenapa? Papa merasa sakit hari karena aku mengatakan itu?" tapi alih-alih menghentikan ucapannya, Moyla justru meneruskan. "Kalau kalian menganggapku sebagai orang yang tidak berguna di rumah ini, itu tidak masalah. Tapi iblis inilah yang membuat kalian harus kehilangan putra satu-satunya yang kalian miliki. Karena sifat gatalnya pada akhirnya musibah itu datang menghantui keluarga ini."

"Moyla!"

"Jangan membentakku!" Moyla tak kalah kasarnya ketika dia berucap kepada sang ayah. Nadanya juga tinggi tak peduli jika dia sedang berhadapan dengan orang tuanya. Kemelut hatinya sudah tidak bisa ditahan lagi. "Selama ini Papa tidak pernah berperan sebagai layaknya seorang ayah denganku. Papa tidak berhak merundungku." Katanya dengan berani. "Kalian menganggapku sebagai orang yang paling berdosa di keluarga ini, tapi kalian sendiri tak memahami apa yang sudah kalian lakukan kepadaku. Selama ini aku selalu berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengan kalian, tapi sekarang aku sudah tidak akan peduli lagi. Tidak ada mantan orang tua, aku akan tetap menganggap kalian orang tuaku, tapi aku tidak akan berbaik hati lagi dengan terus menerus bersedia diinjak-injak oleh kalian."

"Moyla!" Kini ibu Moyla dengan cepat memeluk putrinya yang selama ini selalu tidak dipedulikan. Mendengarkan ucapan Moyla, terus terang saja mengiris hati ibunya. Moyla menangis? tentu saja tidak. Gadis itu bisa menahannya meskipun gejolak di dalam hatinya seperti ombak yang siap meluluhlantakkan daratan. Pelukan ibunya menguat pun sama sekali tak dipedulikan. Delima dan ayahnya menatap adegan itu dengan tatapan yang penuh dengan kemarahan.

"Delima, entah kenapa aku merasa seharusnya kamu yang mati menggantikan Abang. Kamu benar-benar manusia tak tahu diri." Kepalan tangan Moyla membulat seolah ingin dilemparkan ke arah wajah Delima.

"Kamu adalah kakak yang tidak berguna!"

"Kamu adalah sampah!"

"Sudah cukup." Ayah Moyla kembali mengaung karena kedua putrinya tak ingin saling mengalah.

"Apalagi sekarang, Papa akan memintaku untuk mengalah kepada Delima?" tawa sinis terlepas dari bibirnya. "Aku, tidak akan menerima perlakuan kalian seperti ini kepadaku. Sekarang, aku tahu kebenarannya. Aku tidak akan pernah sudi lagi bersedih karena kalian. Terserah kalau kalian tidak menganggapku sebagai keluarga. Itu sudah tidak penting lagi bagiku." Jeda sebentar sebelum melanjutkan. "Aku minta maaf kepada Papa kalau aku di masa kecil dulu pernah membuat putri kesayangan Papa hampir mati, aku benar-benar minta maaf karena itu. Tapi, aku akan tetap merasa dendam kepada putri tersayang Papa karena sudah membuat aku kehilangan Abangku. Satu-satunya orang yang begitu menyayangiku ketika kalian tak peduli denganku. Sebentar lagi, aku akan menikah. Itu urusan Papa kalau memang tidak mau menjadi waliku. Aku juga tidak akan meminta Papa untuk melakukannya."

Sudah dalam luka yang dirasakan Moyla karena keluarganya. Setelah semuanya terkuak, maka tidak ada alasan lagi dia mencari cara untuk mengambil hati mereka. Karena faktanya, dia tak sepenuhnya bersalah sampai harus mendapatkan hukuman seperti sekarang ini.

*.*

Yoelfu 4 April 2022

Very long-long time no see, Ges!!!!!!

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang