Part 59. Si Menyebalkan, Cokhi

490 115 20
                                    

Moyla tidak lagi menahan dirinya untuk melakukan apa yang diinginkan terkait hubungannya dengan Cokhi. Semua orang di kantor lelaki itu sudah tahu dan mereka tampak menyukai Moyla juga. Hanya ada satu orang yang memiliki perasaan buruk terhadap gadis itu, tentu saja Delima. Sayangnya, tidak ada yang akan peduli dengan ketidaksukaan Delima kepada Moyla. Delima pasti masih memendam perasaan marah dan kesalnya kepada kakaknya tersebut.

"Selamat pagi, Bu." Moyla pagi ini sudah sampai di kantor Cokhi sedangkan Cokhi sendiri tidak ada di sana. Raut wajah Moyla sedang kurang bersahabat, tapi sapaan yang diberikan kepadanya harus ditanggapi dengan baik. Jangan sampai ada orang yang memberikan anggapan buruk kepada dirinya hanya karena dia tak menjawab sapaan karyawan-karyawan Cokhi.

Jadwal Galaksi pagi ini benar-benar padat yang otomatis berdampak juga kepadanya. Ada meeting yang harus didatangi tapi Cokhi memintanya menemuinya terlebih dulu dan yang menyebalkannya lagi adalah lelaki itu tak terlihat batang hidungnya sejak dia sampai lima belas menit yang lalu. Kakinya tak berhenti bergerak karena rasa kesalnya belum disalurkan dan seharusnya dia sudah membuat perhitungan dengan Cokhi secepatnya. Panggilannya tidak dijawab dan hal itu menambah buruk moodnya. Lalu, Galaksi juga terus saja menghubunginya bertanya kapan datang. Semua hal itu membuat Moyla merasa ingin menghantamkan kepalan tangannya di wajah tampan kekasihnya.

Karena kesabarannya sudah setipis kertas, maka dengan langkah kaki yang pasti dia meminta resepsionis untuk mengatakan kepada Cokhi jika dia kembali lebih dulu.

"Kamu mau kemana?" baru saja Moyla berbalik, Cokhi sudah ada di belakangnya dengan kening mengernyit.

"Kamu ini mau apa sebenarnya?" Moyla segera memuntahkan rasa kesalnya yang sudah di ubun-ubun. "Kamu tahu? Aku ada meeting jam sembilan, Galaksi sudah menerorku dengan panggilan teleponnya dan kamu aku hubungi nggak diangkat. Mengurus dua lelaki seperti kalian benar-benar membuatku tak waras." Setelah mengatakan itu, Moyla mengabaikan Cokhi namun tangannya ditahan oleh kekasihnya tersebut.

"Aku terjebak macet tadi. Ada yang perlu aku bicarakan sama kamu." Jika Cokhi memilih menggunakan tekanan tinggi ketika berbicara, sudah pasti dia akan mendapatkan hantaman maut dari kekasihnya itu. Lebih baik mengalah, karena faktanya memang dialah yang salah. Moyla tak peduli dan melepaskan segera tangannya dari genggaman tangan Cokhi. Hanya saja tenaga Cokhi lebih besar dan membuat Moyla tak berhasil melakukannya.

"Aku akan mengantarkanmu." Putus Cokhi tak peduli jika Moyla terus saja memberontak. Bahkan sekarang, Cokhi menarik tangan Moyla dan terus saja berjalan sampai ke mobilnya. Menjalankan mobilnya dan segera menghubungi asistennya untuk menunda apa pun yang harus dikerjakan hari ini. Membujuk Moyla jelas lebih penting atau ketika gadis itu merajuk nanti, akan sangat berbahaya untuknya. Di dalam mobil, tidak ada dari mereka yang bersuara. Tidak Moyla tidak juga Cokhi. Lelaki itu meminta alamat kepada Galaksi karena Moyla tak mau membuka mulutnya. Menunggu Moyla selesai dengan meetingnya, Cokhi benar-benar seperti laki-laki tak memiliki pekerjaan saja.

"Abang ini kenapa? Kenapa membuat Kak Moy marah seperti itu?" Galaksi datang dengan membawa segelas kopi untuk Cokhi yang duduk dengan tenang sambil bermain game di ponselnya.

"Gue itu tadi kejebak macet, lo tahu lah kalau udah macet. Karena itu gue telat."

"Biasanya nggak begitu."

"Namanya manusia, gue juga bisa khilaf." Tanpa menatap lawan bicaranya, Cokhi asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan Moyla yang tidak kunjung menyusulnya pun tidak dihiraukan sama sekali. Galaksi hanya menggeleng saja dengan sikap kekanakan Cokhi yang tak pernah selesai sejak dulu. Orang-orang sudah mengenal Cokhi sejak dulu pasti tahu bagaimana tabiat lelaki itu.

Moyla mendekat dan duduk di samping Galaksi masih dengan mode diam. Cokhi melirik dari ekor matanya. Senyumnya terbit dan segera saja meletakkan ponselnya di atas meja. "Sayangku!" awalnya. Galaksi yang mendengar itu tersedak minumannya dan melototi Cokhi, sungguh terdengar sangat menyebalkan di telinga Galaksi. Tak menghiraukan artisnya Moyla tersebut, Cokhi bergeser dari kursinya agar bisa menatap tepat ke wajah Moyla. Tahu dia tak dibutuhkan di sana, Galaksi pergi dan memberikan waktu kepada dua orang tersebut untuk berbicara berdua. Daripada dia harus mendengarkan kalimat-kalimat menjijikkan itu dari mulut si muka abstrak, lebih baik dia segera enyah dari sana.

"Kita datang ke rumah Mama ya. Mama bilang ada yang mau dikatakan." Moyla masih memberengut tanpa menatap ke arah Cokhi sama sekali. Lelaki itu merangkum wajah Moyla dengan lembut agar tatapan mata gadis itu benar-benar mengarah kepadanya. "Sepertinya, Mama akan mengatakan hal yang penting. Aku sudah mengiyakannya." Katanya tanpa bertanya kepada Moyla terlebih dulu. Bahkan dalam kondisi seperti itu, Moyla tetap tak mau menatap Cokhi. Gadis itu sudah merajuk dan itu sudah benar-benar susah.

"Moy!"

"Kamu tahu kan aku marah sama kamu?"

"Ya aku tahu lah. Dilihat dari sisi manapun, memang kamu sekarang ini sedang marah. Kamu manyun, tatapan mata kamu tajam, itu udah kayak pantat ayam yang tak berbulu itu nempel di bibir kamu. Jelak banget lho, sumpah." Sudah tahu Moyla sedang merajuk, tapi justru Cokhi mengeluarkan kekonyolannya. "Mama kayaknya mau bahas pernikahan kita, lho, Moy." Karena tak mau mendapatkan pelototan dari kekasihnya, Cokhi harus segera mengalihkan perhatian gadis itu dari ucapannya.

"Aku nggak mau nikah sama kamu." Moyla menatap dengan fokus ke mata Cokhi penuh dengan peringatan.

"Terus mau nikah sama siapa? Rama? Dia kan pengkhianat. Baikan juga aku kan?" Moyla benar-benar dibuat kesal oleh lelaki itu hari ini.

"Enggak Rama, enggak juga kamu."

"Kok gitu sih, Ayang!" lama-lama kalau seperti ini, bisa-bisa Moyla akan membenturkan kepalanya ke lantai sekarang juga. Cokhi terlalu menggelikan dan pantas untuk ditendang.

***

Suasana rumah Cokhi selalu menyejukkan. Moyla tentu saja sangat menyukai tempat ini karena baginya sangat luar biasa. Masuk ke dalam sana tanpa menunggu satu manusia lagi di belakangnya, Moyla terlihat seperti sedang berada di rumahnya sendiri. Setelah salamnya dijawab oleh ibu Cokhi gadis itu tak lagi menoleh ke belakang dan masa bodoh dengan keberadaan kekasihnya.

"Tante mau bicara dengan saya?" tanyanya dengan lembut.

"Benar. ada yang perlu kita bicarakan. Seharusnya menunggu ayah Cokhi datang, tapi sekarang pun tak apa. Ayah Cokhi akan menerima apa saja keputusan Tante." Terkadang, Moyla merasa sangat iri dengan Cokhi sebab lelaki itu memiliki keluarga yang sangat harmonis meskipun putra yang ada di keluarga itu adalah lelaki yang sangat menyebalkan.

Moyla sudah disuguhi beberapa buah yang sudah dipotong kecil-kecil, minuman dingin, dan juga makanan ringan yang dibuat sendiri oleh ibu Cokhi. Mereka sudah mengobrol ini dan itu, tertawa, bahkan tidak memedulikan satu laki-laki yang ada di sana.

"Kalau rencana kalian setelah menikah, kalian akan tinggal di mana?" Sampailah pada pembahasan berat ini. Moyla seketika berhenti mengunyah setelahnya meneruskannya lagi. Tidak ada lirikan yang diberikan untuk Cokhi, terlihat jika dia sedang berpikir. "Kalau memang kalian ingin tinggal berdua kalian harus segera mencari tempat tinggal yang nyaman. Rumah, bukan apartemen. Kalian akan memiliki anak, dan alangkah baiknya kalau anak-anak kalian berbaur dengan anak-anak lain. Tidak hanya terkurung di dalam rumah. Tapi kalau kalian mau, Mama akan lebih senang kalau kalian tetap tinggal di sini. Ada Mama dan Papa di sini. Semua tergantung kenyamanan Moyla dan Cokhi."

Kata orang, tinggal bersama mertuanya adalah hal yang paling dihindari. Ada saja cek-cok yang mungkin akan timbul di kemudian hari. Tapi, ibu Cokhi tidak terlihat seperti mertua yang ada di luar sana. Untuk sekarang, Moyla tentu merasakan betapa perempuan itu sangat tulus menyayangi calon menantunya itu.

"Mama nggak akan menindas istriku kan nanti?" tiba-tiba saja Cokhi masuk dalam medan perbincangan ini. Menatap ibunya menuntut dengan mode bos. "Yang aku tahu, ibu mertua itu kebanyakan nyinyir. Mantu udah banyak melakukan pekerjaan pun katanya nggak bantu apa-apa. Itu sangat menakutkan."

"Hei! Cokhi!" ibu Cokhi berteriak kencang. "Atas dasar apa kamu mengatakan itu kepada Mama? Kamu kira Mama ini neneknya Tapasya?" tak lupa pelototan itu diberikan. "Mama ini pemeran protagonis, bukan antagonis. Telen juga ini lama-lama." Moyla tak tahan lagi melihat ibu dan anak yang sedang berseteru itu. Gadis itu tertawa namun mendapatkan cibiran dari Cokhi.

"Dih, tertawa lagi. Kemana perginya pantat ayam yang nggak berbulu itu?" katanya membuat Moyla ingin menjambak lelaki itu dengan tenaga dalam yang dimilikinya. Benar-benar pembuat onar.

*.*

Yoelfu 21 April 2022

Puasa kah kalian, Gesss........

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang