"Bisa kamu menceritakan apa yang terjadi tentang kamu dan keluarga kamu?" Cokhi malam ini tak seperti biasa. Senyum itu masih ada, masih menatap Moyla seperti biasa, tapi perempuan itu jelas tahu jika ada yang terjadi dengan Cokhi.
Moyla yang duduk di depan Cokhi itu hanya menunduk tanpa mengatakan apapun. "Kamu pernah janji akan menceritakan semuanya bukan? Aku mau kamu menceritakannya sekarang." Seolah memberikan perintahnya kepada karyawannya, Cokhi terlihat tegas sekali.
"Ayah membenciku karena kesalahpahaman yang sebenarnya sudah benar-benar tuntas. Semua kesalah pahaman itu sudah terjawab dengan aku yang dinyatakan tidak bersalah. Tapi sayangnya, seolah mereka menutup mata dan tetap aku yang menjadi terdakwa." Moyla masih tak menatap Cokhi.
"Kesalah pahaman seperti apa?" desak Cokhi. Moyla terlihat menahan sesuatu dalam dirinya agar tidak keluar. Harus mengingat semua kejadian di masa lalu dimana itu terasa begitu kelam, benar-benar sangat membuat perempuan itu tersakiti.
"Antara aku, Delima, Rama, sampak membuat keluarga kami kehilangan Abang." Tangan Moyla sudah terasa dingin, tapi tak ada niatan Cokhi untuk menggenggamnya sekedar menenangkan.
"Rama?" Cokhi berusaha meyakinkan pendengarannya. "Rama yang waktu itu? laki-laki yang ngejar kamu?"
"Ya. Laki-laki yang sama dengan orang yang ngejar aku." Moyla menegaskan dan membuat rasa penasaran Cokhi terasa diubun-ubun saja sekarang.
"Kalau gitu jelaskan!" Nada perintah yang dikeluarkan oleh Cokhi sebenarnya benar-benar membuat Moyla tak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah berjanji untuk memberi tahu Cokhi semua masalahnya.
"Rama adalah temanku," awalnya, "Kami bersahabat dan persahabatan kami menjadi hubungan asmara ketika Rama merasa kalau dia menyukai aku dalam bentuk lain. Sayang yang dia rasakan bukan sekedar sayang antar sahabat, tapi sayang antara lelaki dan perempuan dewasa. Atau disebut cinta...
"Meskipun dia mengatakan kalau dia mencintai aku, bukan lantas hubungan kami berubah menjadi pacaran. Kami merasa, memiliki perasaan yang sama satu sama lain adalah modal kami untuk masa depan kami nanti. Kami akan menjalin hubungan serius ketika kami dewasa nanti.
"Sayangnya semua itu tak akan pernah terjadi karena tiba-tiba dia dekat dekat Delima." Cokhi sama sekali tak memotong ucapan Moyla dan menjadi pendengar yang baik. "Rama yang sering datang ke rumah, memang tak akan aneh jika kejadian itu akhirnya terjadi. Delima yang waktu itu sudah mempunyai pacar, juga tak segan dekat dengan lelaki lain.
"Abang sudah menegur Delima, tapi sayangnya dia sama sekali tak menghiraukan." Moyla memejamkan matanya untuk mencoba menenangkan dirinya sendiri. Rentetan ceritanya sudah sampai kakak yang disayanginya. Penguatan dirinya harus benar-benar semakin kencang agar dia tak kehilangan kendali.
"Bagaimanapun nama hubunganku dengan Rama, kami tetaplah saling mencintai. Dan Delima seharusnya tidak dekat dengan Rama." Moyla meneguk minuman di depannya untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering tiba-tiba.
"Aku yang melihat bagaimana Rama dengan Delima yang dekat satu sama lain bahkan keluar bersama, membuat aku harus mengambil tindakan tegas. Aku yang dulu tidak berfikir ulang, akhirnya langsung bertanya kepada Delima tentang hubungan mereka, dan aku melakukan hal yang sama dengan Rama.
"Dan jawaban mereka sama. Mereka hanya teman dan Rama juga merasa itu bukan masalah besar. Hubunganku dengan Delima yang memang sejak awal tak dekat, semakin jauh. Kami bahkan pernah bertengkar hebat di rumah. Dan pada suatu hari, kami kembali bertengkar, dan aku melemparkan vas bunga kecil dan mengenai kaki Abang. Sayangnya Papa dan Mama yang melihat itu dengan artian lain. Dan sejak itulah, mereka memperlakukan aku beda."
Air mata Moyla akhirnya keluar setelah dia berhasil menahannya. Cokhi benar-benar menahan dirinya untuk tidak berkomentar setelah semua cerita itu selesai. "Aku sudah meminta maaf kepada mereka tapi Papa justru marah. Abang adalah satu-satunya orang yang benar-benar menyayangiku. Sayangnya dia harus pergi dan meninggalkan aku karena Delima.
Tangis Moyla pecah. Dia menutup wajahnya dan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara tangis tersebut nyatanya sama sekali tak bisa. Cokhi berdiri dan duduk di samping gadis itu. Mengelus kepala Moyla namun tak ada kata yang keluar dari bibirnya.
Setelah merasa sudah siap untuk kembali bercerita, Moyla melanjutkan. "Yang masih aku ingat sampai sekarang adalah, ketika Rama yang bilang kalau dia merasa jatuh cinta dengan Delima. Berbeda denganku, dia memilih ingin memacarinya. Sayangnya, Delima waktu itu masih menjadi pacar orang lain. dan dia terlalu serakah karena tidak ingin Rama meninggalkannya." Puncak dari masalah ini memang belum terucapkan, tapi semua terasa sungguh menyakitkan bagi Moyla.
"Lalu kenapa kamu disebut sebagai pembunuh?" sebenarnya, Cokhi mungkin hanya ingin menanyakan itu di dalam hatinya saja. Tapi entah kenapa, tiba-tiba terlontar lewat ucapannya.
Moyla menegang dan kepalanya langsung menoleh ke arah Cokhi. "Siapa yang mengatakan itu?" mata Moyla yang memerah, menatap Cokhi dengan luka yang masih menganga. Ingin lelaki itu mengelak, tapi sudah kepalang tanggung.
"Delima." Akhirnya dia berterus terang. Dia memang kembali mendesak Moyla untuk mengatakan semua masalahnya karena pembicaraannya kepada Delima beberapa waktu lalu.
"Kamu berbicara dengannya?" ada nada marah yang keluar dari mulut Moyla, "Atau jangan-jangan, kamu meminta aku bercerita karena dia mengatakan yang tidak-tidak? Kamu nggak percaya sama aku?" hanya satu pertanyaan, tapi membuat semua kembali berantakan. "Atau kamu ingin memastikan apa sebenarnya?" kondisi mood Moyla benar-benar sedang tak baik-baik saja.
Ucapan yang bagi orang lain tak salah, justru adalah petaka baginya. "Aku hanya ingin mengetahui kebenarannya lewat diri kamu. Aku nggak percaya sama dia, karena itu aku ingin kamu mengatakan kebenaran itu."
"Kamu tahu?" Moyla masih menatap sengit kearah lelaki di depannya tersebut, "Aku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meredam luka ini karena aku tahu dia nggak akan bisa sembuh. Tapi hanya karena rasa penasaran kamu, kamu bersi keras ingin tahu lukaku yang aku tutupi."
Di sinilah kesabaran Cokhi diuji. Bicara, salah. Diam pun salah. Dan untuk mencari kata yang pas, akan sulit dilakukan ketika kondisinya sekarang sedang berantakan seperti ini.
"Aku minta maaf." Katanya, "Aku memang salah di sini." Sayangnya, Moyla sepertinya tak peduli akan hal itu.
"Pergi." Usirnya. Cokhi yang tidak pandai membujuk, harus menahan diri agar tidak berbicara keras dan menghancurkan semuanya.
"Moy!" sabarnya.
"Aku bilang, Pergi! Jangan sampai aku membunuhmu di sini."
"Kalau memang kamu mau membunuhku, aku siap mati ditangan kamu." Tantangnya dengan berani, "Mau pakai apa kamu bunuh aku? Pisau? Atau mau mengacak-acak tubuhku dengan garpu? Gunting? Katakan. Aku akan ambilkan buat kamu." Mereka sudah berdiri satu sama lain. Berhadapan dengan tatapan sengit seolah siap menerkam satu sama lain.
Kacau.
*.*
Hai, Ges.
Ada banyak sekali aktivitas dua hari ini, dan benar-benar melelahkan. Updatean kali ini emang sedikit (Biasanya juga gitu) tapi diterima aja ya. Nothing special, tapi tetap enak dikonsumsi. Jadi, ceritanya, sabtu itu saya mau update, nggak tahunya pas mau konekin laptop ke internet, kuota habis, bener-bener 0 banget. Sedangkan saya belinya emang ada langganan yang kalau saya sempatin buat beli pun jam segitu belum buka.
Dan akhirnya terbengkalai sampai hari ini. Mana ada yang baik banget lagi mau beliin saya kuota, kan jadi terharu #purapurausapairmata. Pokoknya intinya gitu lah.
Selamat hari ulang tahun Negara kita tercinta Indonesia esok hari. Merdeka! Merdeka! Merdeka!🇲🇨🇲🇨
@Yoelfukyu, IG saya yang mau follow. Tapi nggak pernah update apapun 🤧🤧🤧. Tengkyu banyak.
Yoelfu 16 August 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Simple
RomanceDia bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Apa yang ada di kepala selalu diungkapkan dengan kata. Karena memendam hasil pemikirannya di dalam kepala, tak selamanya baik menurutnya. Dan kisahnya akan di mulai. Seri ke lima dari Kimchi. Dimulai tanggal...