Chapter 29 | Fakta

222 15 17
                                    

Sudah lima menit berlalu tapi mereka belum juga berhenti berkelahi. Aku semakin gelisah karena melihat keadaan semakin kacau.

"Ka kita harus gimana?" Tanyaku pada Ka Puspa, masih dengan perasaan panik.

"Lo tenang dulu, panik enggak akan nyelesaiin masalah," balas Ka Puspa yang terlihat lebih tenang dariku. Aku mengangguk dan mencoba tenang dengan menarik napas dan menghembuskannya perlahan.

"Apa kita lapor polisi aja?" Tanyaku setelah sedikit lebih tenang.

"Jangan. Terlalu beresiko," jawab Ka Puspa yang sekarang terlihat berpikir.

"Gue ada ide!" Seru Ka Puspa sambil mengambil spikernya yang ia taro di dashboard mobil Ka Giral.

"Mau ngapain?" Tanyaku bingung. Bukannya menjawab, Ka Puspa malah membuka pintu mobil dan keluar.

Ka Puspa kembali masuk, tapi tidak membawa spiker yang tadi dia bawa keluar.

"Kalo panggil polisi, semuanya bakal ditangkep, bukan lawannya doang," ucap Ka Puspa sambil fokus pada ponselnya.

"Kita pake ini." Ka Puspa menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan youtube dengan vidio sirene polisi. Ka Puspa mulai menyetel vidionya dan bersamaan dengan itu terdengar suara sirene polisi yang cukup kencang dari luar mobil.

"Jadi spikernya Ka Puspa taro di luar buat ini?" Tanyaku yang mulai mengerti. Ka puspa mengangguk menjawab pertanyaanku.

Aku melihat ke depan, Rega dan teman-temannya dengan cepat mengambil motor mereka dan pergi.

Aku dan Ka Puspa Segera turun dan menghampiri Ka Giral dan yang lain.

Aku melihat Ka Sagara memegangi perutnya. "Ka Sagara enggak apa-apa?" Tanyaku meringis melihat keadaannya dengan sudut bibir dan pelipisnya yang mengeluarkan darah.

Ka Sagara tersenyum, "Saya aman. Coba kamu liat kakak kamu. Soalnya tadi kebanyakan ngicer kakak kamu." mendengar ucapannya aku langsung mencari keberadaan Ka Giral.

Aku melihat Ka Giral yang dibopong oleh Ka Revan dan Ka Dio. Aku langsung berlari menghampirinya.

"Ka Giral!" Teriakku yang membuat Ka Giral menoleh dan melepaskan tangannya dari pundak Ka Revan dan Ka Dio.

Aku berlari dan langsung memeluk erat Ka Giral. Aku sangat takut jika terjadi apa-apa dengan Ka Giral.

"Aw, aw." Ringisan Ka Giral membuatku melepas pelukannya.

Aku menatapnya sendu. Benar saja, Ka Giral lebih parah dari Ka Sagara. Sudut bibir dan hidungnya mengeluarkan darah, pelipis dan bawah matanya memar, belum lagi dia yang memegangi perutnya dan berjalan pincang saat dibopong oleh temannya.

"Muka Kakak bonyok banget," kataku meringis menatapnya.

"Coba liat pake kamera handphone kamu," pintanya. Aku mengeluarkan ponsel dari saku celana dan membuka aplikasi kamera lalu mengarahkannya pada wajah Ka Giral.

Ka Giral berlagak seperti sedang bercermin."Iya bonyok banget, tapi tetep ganteng." Aku memutar kedua bola mata medengar kepercayaan dirinya.

"Mana janjinya?! Katanya enggak akan kenapa-napa. Tapi muka bonyok, jalan sampe dibopong!" Ucapku marah.

Ka Giral mengelus lembut rambutku. "Yang pentingkan kakak masih sama kamu sekarang," katanya membuat air mataku bergenang di pelupuk mata.

Aku segera memeluk Ka Giral lagi. "Aku enggak mau kehilangan kakak. Aku sayang Ka Giral," ucapku di sela sesegukan. Aku merasakan tangan Ka Giral yang mengelus lembut punggungku.

ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang