Chapter 36 | Pantai

163 14 12
                                    

Seperti yang Ka Sagara katakan kemarin, sabtu siang ini aku sudah berada di mobil mercedes putih milik Ka Sagara.

Kami dalam perjalanan menuju salah satu pantai yang ada di Banten.

Kami hanya berdua, awalnya Ka Giral memaksa ikut dengan alasan belum sepenuhnya percaya dengan Ka Sagara. Tetapi Ka Sagara meyakinkan Ka Giral bahwa dirinya akan menjagaku dan membiarkan kami jalan berdua.

Setelah beberapa jam perjalan, akhirnya kami sampai tepat pukul satu siang. Aku bersyukur karena jalanan ibu kota menuju ke sini tidak begitu padat.

Kami berdua turun dari mobil dan langsung masuk ke area pantai.

Aku menghirup udara segar setelah sampai di pinggir pantai. Suasananya sangat nyaman, Tidak begitu ramai pengunjung, dan juga sinar matahari hari ini tidak terlalu panas.

"Ar saya boleh cerita?" Tanya Ka Sagara yang berada di sampingku.

Aku menoleh padanya. "Boleh. Mau cerita apa?"

"Ke sana yu," ajaknya sambil menarik tanganku menuju pohon kelapa dekat pantai.

Kami duduk di bantang pohon bawah pohon kelapa.

"Mau beli minum dulu enggak?" Tanya Ka Sagara.

"Aku belum haus. Nanti aja kayanya," jawabku. Ka Sagara mengangguk.

Ka Sagara terdengar menghembuskan napas, dia menunduk lesu.

"Ka Sagara mau cerita apa?" Tanyaku pelan.

"Dulu umur saya masih 11 tahun waktu Ka Fira hamil anaknya. Saya belum ngerti apa-apa saat itu." Ka Sagara mulai bercerita.

Aku sempat terkejut ketika tau Ka Sagara ingin bercerita tentang masa lalunya yang menyebabkan ia begitu benci dengan Dokter Fira.

Aku masih belum menanggapi, dan memilih untuk menyimaknya terlebih dahulu.

Ka Sagara melanjutkan ceritanya. "Saya cuma tau, kalo saya laki-laki dan harus jagain Ka Fira. Waktu saya tau Ka Fira hamil, saya ngerasa gagal jadi adik yang baik buat Ka Fira.

Saya gagal jaga kakak saya satu-satunya. Tapi saya berpikir kalo Ka Fira lebih gagal jaga dirinya sendiri. Saya marah sama dia dan diri saya sendiri.

Saya mulai benci sama Ka Fira karena dia kecewain Papah dan Mamah saya. Dia udah bikin Mamah saya nangis. Dia udah bikin keluarga saya berantakan. Dia udah bikin saya hancur."

Wajah pilu dengan pandangan kosong ke depan itu sangat memperlihatkan sekali bagaimana sakit yang ia rasakan. Aku yang sedari tadi menyimak mendengarkan, hanya bisa manatapnya diam. Dia kini mencari kekuatan untuk melanjutkan ceritanya, duduk di sampingku—di bawah pohon kelapa rindang, berlindung dari sinar matahari yang sebenarnya tidak begitu terik.

Aku mengusap lengan Ka Sagara saat dia mendongak untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Saya enggak bisa perpikir panjang waktu itu. Saya ngerasa bodoh, saya nyalahin diri saya sendiri karena enggak becus jagain Ka Fira.

Papah dan Mamah saya ngusir Ka Fira waktu laki-laki brengsek yang udah hamilin Ka Fira mau tanggung jawab. Waktu Ka Fira diusir, saya sama sekali enggak berniat buat tahan. Saya udah kecewa banget sama Ka Fira," lanjutnya lalu sebutir air mata keluar dari pelupuk matanya dan Ka Sagara segera menghapusnya.

"Setelah kejadian itu, saya dan orang tua saya enggak tau kabar Ka Fira. Waktu kamu ajak saya ke apartemennya, itu pertama kalinya saya ketemu lagi sama Ka Fira.

Dan saat itu, rasa kecewa dan marah dateng lagi ke diri saya. Saya masih enggak terima dengan fakta kalo Ka Fira hamil di luar nikah." Ka Sagara menghembuskan napas berat.

ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang