Dengan langkah pelan, lelaki itu berjalan mendekati meja makan. Ia menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya disana. Keluarganya sudah makan, kecuali Geral.
"Lo kenapa nggak makan?" Tanya Deral sambil menatap Geral bingung.
Geral tersenyum tipis, "Gue nungguin, Lo."
Deral mengangguk, ia menatap piringnya yang masih kosong. Kemudian menatap piring Geral yang sudah dipenuhi oleh nasi dan lauk-pauk. Menghela nafas pelan, tangannya terulur untuk mengambil nasi dan lauk-pauk.
"Nanti Kamu datang kekantor Papa, ya?"
"Ngapain, Pa?" Tanya Geral bingung. Ia menatap Papanya yang sedang makan dengan serius.
Ronni menatap Geral, ia meneguk air putih sebelum berbicara. "Sebentar lagi 'kan Kamu ulang tahun. Jadi Kamu sendiri yang pilih temanya,"
Geral menyergit bingung, bukan hanya dia yang ulang tahun. Tetapi Deral juga, kenapa lelaki itu tidak ditanya oleh Papanya juga?
Geral mengangguk, ia mengerti sekarang apa maksud dari Ronni. "Iya Pa, nanti Geral datang kekantor sama bang Deral."
"Tidak usah! Papa suruh Kamu sendiri, tidak ikut dengan dia!" Suara Ronni mulai meninggi. Ia menatap tak suka kearah Deral yang sepertinya tidak peduli.
"Bang Deral itu kembaran Geral Pa, yang bearti dia juga ulang tahun."
"Tapi Papa maunya Kamu. Papa nggak mau dibantah! Pokoknya Kamu datang kekantor sendirian."
Geral mengangguk pasrah, ia melirik tak enak kearah Deral.
"Papa berangkat dulu." Ronni berdiri diikuti oleh Nika. Wanita itu memang terkadang ikut kekantor, katanya bosan dirumah.
Ronni dan Nika mencium kening Geral sayang, dibalas saliman oleh Geral. Setelah itu, pasangan paruh baya itu langsung pergi tanpa melakukan hal yang sama dengan Deral.
Deral menunduk dalam, ia menggenggam kuat sendoknya. Padahal tadi dia juga sangat ingin, dimana kedua orang tuanya mencium keningnya. Dan ia akan menyalim tangan keduanya.
Deral mengangkat kepalanya saat Geral menepuk bahunya.
"Lo masih punya Gue. Gak usah sedih,"
Deral tersenyum tipis, ia mengangguk, walaupun luka dihatinya tidak bisa membohongi.
***
"Maafin Gue," lirih Deral.
Xe terus terisak, "G-gara-gara Lo, masa depan Gue hancur! Semuanya gara-gara Lo, Deral!"
"Kenapa Gue harus kenal sama Lo, hah?! Kenapa?!" Teriak Xe frustasi. Bahkan ia menjambak rambutnya kuat.
"Maaf..."
"Hiks, pasti Papi benci banget sama Gue. Pasti orang-orang jijik sama Gue!"
"Maafin Gue. Gue janji bakal tanggung jawab, jadi tolong tunggu Gue. J-jangan sakiti anak itu, karena dia gak salah."
"Gue gak mau! Gue mau aborsi!" Teriak Xe nyaring. Tangannya terus memukul perutnya yang masih rata.
Rahang Deral mengeras, tangannya terkepal kuat sehingga buku-buku jarinya memutih. Anak itu tidak salah! Itu salahnya!
"Nggak! Dia gak salah, Xe! Jangan kaya gini, Gue mohon. Dia pasti sedih gak diinginin sama orang tuanya, itu sakit banget. Karena Gue tau rasanya gimana," kata Deral dengan lirihan diakhir kalimatnya.
"Gue gak peduli! Emang Lo tau rasanya jadi Gue? Enggak kan!"
Deral berlutut didepan Xe yang duduk dikursi panjang yang ada dibelakang sekolah. Entah keberanian darimana, ia menggenggam tangan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Mula
Teen FictionPositif. Ah, tidak. Lelaki humor penyimpan sejuta luka itu sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Dimana, malam itu adalah malam tersial untuk kedua insan itu. Penasaran dengan kisahnya? Maka, marilah kita ikuti alurnya dan juga ambil pelajaran d...