24. Selamat jalan Theresia

5.4K 609 41
                                    

Karena nyawa harus dibayar dengan nyawa!

-Vania

"Kaya gitu ceritanya."

Deral sedikit bingung mendengar cerita dari Xe, apa iya ada pembunuh dihutan yang dilindungi seperti itu? Sungguh tidak masuk akal.

"Udah, jangan nangis lagi."

"Gimana kalau dia gentayangin gue? Gue gak mau, hua!" Tangis Xe kembali pecah karena pikiran-pikiran negatifnya.

"Enggak akan. Percaya sama gue, oke?"

"T-tapi gue takut."

"Mau tidur di Apartemen gue lagi, mau?"

Xe mengangguk, sepertinya itu adalah jalan terbaik. Dirumahnya tidak ada siapa-siapa, orang tuanya bekerja tidak pulang. Sedangkan Chilla? Mereka tidak tidur sekamar. Walaupun tidur sekamar, itu hanya sekali-kali saja.

Ceklek

Pintu dibuka dan menampakkan dua orang manusia. Yakni, Ken dan Rea, mereka berdua masuk dan duduk disofa.

"Gimana?"

"Seperti yang lo liat." Kata Deral.

"Xe gapapa 'kan?! Sumpah Lea itu khawatir banget."

Xe tersenyum, "Gue nggak apa-apa. Gimana sama lo?"

"Lea masih sedikit kepikiran,"

"Jangan dipikirin." Sahut Ken dari samping.

"Coba aja kalau Ken yang disana, Ken pasti shok dan ketakutan!"

~0○0~

Jika dihitung, mungkin Xe sudah sering sekali keluar masuk rumah sakit. Mungkin karena fisiknya yang lemah dan ditambah juga karena ia sedang hamil muda.

Dan keadaan Xe semakin melemah ketika mengetahui bawa Theresia meninggal dengan tidak pantas. Mayat gadis itu ditemukan dihutan tempat mereka camping kemarin.

Dan saat diperiksa, tubuh Theresia memiliki banyak luka tusuk. Parahnya, Theresia meninggal usai diperkosa.

Kini mereka semua tengah berdiri mengelilingi makam mendiang Theresia. Suara tangisan masih bersahutan, mulai dari keluarga, kerabat dan teman. Berbagai kenangan langsung hingga diotak, sehingga membuat isak pilu semakin menjadi.

Papa Theresia berdiri dan segera berjalan kearah Deral. Tangannya langsung mencengkeram kerah baju Deral. Pria paruh baya itu mengguncangkan-guncang tubuh Deral. Bagai kerasukan, Pria itu berteriak histeris.

Sedangkan Deral, ia hanya bisa diam. Karena tidak ada gunanya ia melawan. Apalagi disituasi yang tidak memungkinkan seperti sekarang. Wajar saja jika Papa Theresia belum menerima kepergian putri satu-satunya itu.

"KAMU APAKAN ANAKKU?! DIA BELUM MATI 'KAN?! DIA MASIH HIDUP!" Suasana makam semakin riuh akibat masalah yang Elbert buat.

"Pa... Stop!"

Elbert menoleh dengan mata memerah, ia menatap tajam seorang gadis yang berani-beraninya menghentikannya.

"Putriku hanya Theresia!"

Vania tertawa pelan, "Ternyata Papa bodoh! Bisa-bisanya ketipu selama bertahun-tahun."

"Apa maksudmu?" Tanya Elbert bingung.

Titik MulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang