36. Masa Lalu

5K 531 13
                                    






Disepanjang perjalanan menuju sekolah, Xe tidak henti-hentinya memaki Deral dalam hatinya. Sesekali juga ia melirik lelaki itu dari ekor matanya.

"Kalau mau liat, liat aja kali. Nggak usah lirik-lirik kayak gitu, liat muka gue gratis kok, nggak bayar." Kata Deral yang semakin membuat darah tinggi wanita itu hampir naik drastis.

"Muka lo mirip monyet, ogah gue liat. Yang ada gue eneg."

"Alah... yang kemarin cium-cium gue terus bilang, 'Ih, lucu banget sih. Ganteng banget! Pengen gigit deh,' itu siapa, ya? Gue rada lupa." Deral sengaja menirukan suara wanita itu kemarin.

Wajah Xe memerah, tangan kecilnya spontan memukul bahu pria itu kuat. "Kemarin mungkin mata gue katarak bilang laki burik kaya lo ganteng."

"Yakin tuh?"

"Deralanjing!"

"Amit-amit! Jangan sampe anak gue toxic kaya emaknya."

"Amit-amit! Jangan sampe anak gue burik, usil, ngeselin, bangsat, kayak bapaknya."

Deral tertawa renyah mendengar penuturan istrinya itu, ia menoleh kearah Xe kemudian mencubit pipi wanita itu lumayan keras. "Awas nanti malem minta dikelonin!"

"Gak!"

Akhirnya setelah menempuh waktu sekitar dua puluh menit, mobil yang mereka kendarai sudah memasuki area parkiran sekolah. Segera mereka turun dan berjalan dikoridor menuju kelasnya masing-masing.

"Eits... bentar!" Xe menarik kerah baju belakang Deral membuat lelaki itu tercekik. Ia berbalik dan menatap wanita yang memasang wajah tidak bersalahnya. Jika bukan istrinya, ia sudah melemparkan wanita itu ke planet Pluto.

"Apa?"

"Dikelas lo nanti bakal ada setan, jaga diri baik-baik. Jangan lupa berdua supaya imanmu dikuatkan dari pelakor! Paham?!"

Deral mengangguk mengerti, "Paham."

Xe tersenyum senang, "Bagus." Kemudian wanita itu berbelok untuk menuju kelasnya.

"Cuman bilang cemburu aja susah, dasar Axelyn sialan!" Cibir Deral kemudian kembali melangkah untuk memasuki kelasnya yang tidak jauh lagi.

"Gue mau disitu!"

"Heh dugong! Lo kira lo sape ngatur-ngatur gue, hah?"

"Ish... nanti gue kasih satu juta kalau lo mau pindah!"

"Najis! Lo kira gue laki-laki murahan?!"

"Tapi kalau nego bisa juga sih." Lirih Turbo pelan.

"Mau ya?"

"Emm.." Turbo berpikir sejenak.

"Oh tidak! Sahabat lebih penting dari uang. Sana lo cari bangku kosong. Itu dibelakang kosong tuh, lo duduknya sama setan. 'Kan lo saudaranya. Hush-hush!" Usir Turbo sambil memijak kursi milik Deral.

Sedangkan Deral yang berdiri diambang pintu tertawa pelan melihat kelakuan laknat sahabatnya itu. Untung saja ada Turbo yang jago untuk mengatur soal perempuan. Jadi, dia tidak perlu repot-repot mengeluarkan suara untuk mengusir Lara.

"Eh, Bor? Udah dateng lo?!" Kata Turbo saat menyadari Deral memasuki kelas.

"Deral!" Pekik Lara sambil berlari memeluk lelaki itu. Tetapi tak sesuai ekspektasi, Lara tiba-tiba saja didorong oleh Deral.

Titik MulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang