56. Rutinitas

2.1K 196 15
                                    

Deral menoleh kala seseorang masuk, ia tersenyum lembut menatap wanita yang menjadi istrinya itu. "Darimana?"

"Dapur." Jawab Xe singkat, kemudian duduk di kursi depan meja riasnya. Wanita itu menatap pantulan dirinya pada kaca, dimana wajahnya semakin hari semakin berisi. Seperti pipinya yang semakin gembul, juga tubuhnya yang semakin membengkak. Itu semuanya semakin membuatnya tidak nyaman atau katakan saja insecure.

Xe terperanjat kala merasakan sapuan nafas pada pundaknya, ia dapat melihat Deral yang tengah membungkuk sambil memeluknya dari belakang, dengan wajah lelaki itu yang disembunyikan dipundaknya yang putih.

"Wangi. Lo udah mandi?"

Xe menggeleng. Tapi bingungnya bukan itu sekarang. Namun, ia bingung, terkadang Deral memanggilnya dengan sebutan 'kamu' kadang juga 'lo' . Tapi jujur, ia lebih suka dipanggil dengan sebutan 'Kamu' karena itu, Xe merasa dispesialkan dan juga itu lebih terdengar halus.

"Belum mandi aja masih wangi gini, gimana kalau udah mandi. Beuhh, gue makin sayang deh jadinya."

Xe memutar bola matanya malas, "Lebay lo!"

"Ini fakta, Xe."

"Terserah."

Kening Deral menyerngit, ada apa dengan istrinya itu? Apakah sedang ada masalah? Mengapa mood nya tidak baik. Ya, walaupun setiap hari Xe selalu marah marah tidak jelas, judesnya level tinggi, tetap saja Deral khawatir.

"Ada masalah??"  Deral menatap Xe lewat cermin didepannya, begitu juga dengan Xe. Wanita itu juga menatap netra hitam legam yang ada pada kaca tersebut.

Xe menggeleng pelan, "Enggak ada. Cuman gue capek, aja."

"Capek tidur?" Tanya Deral Polos.

"Lo nyindir gue?!"

"Bukan! Gue kan cuman nanya doang, soalnya kan kerja lo cuman tidur. Mana tau 'kan, lo cape tidur mulu. Jadi, gue sebagai suamiable yang peduli, perhatian, dan sayang ini nanyain lo. Mana tau lo butuh bantuan."

"Gajelas, lo!!"

Xe berdiri kemudian berjalan menghampiri kasur empuk milik mereka. Ia merangkak naik kemudian merebahkan dirinya.

Deral tidak tinggal diam, lelaki itu mengekori Xe, kemudian ikut naik keatas kasur. "Kan yang gue bilang fakta, buktinya lo tidur nih sekarang. Padahal lo baru bangun."

"Berisik!" Cetus Xe yang sedang memejamkan matanya.

"Iya. Tapi lo gak capek apa tidur mulu?"

Xe tidak membalas, wanita itu diam dengan mata yang masih terpejam.

"Xe...mata lo gak pegal tidur mulu!"

"Kalau gue sih bakalan sakit nih badan gue semua kalau semisal gue tidur seharian, apalagi--"

"BISA DIEM GAK SIH?!" Xe berteriak tiba-tiba membuat Deral terperanjat. Ia terkejut melihat wanita itu yang langsung duduk menghadap dirinya.

"LO GA TERIMA GUE TIDUR SEHARIAN?!! TAPI KENAPA LO HAMILIN GUE?!! SAKIT TAU RAL! SAKIT! GUE BERJUANG MATI MATIAN BUAT NGELAHIRIN JESSLYN. TAPI LO SEWOT CUMAN KARENA GUE TIDUR SEHARIAN DOANG!"

Deral gelagapan, bukan! Bukan itu maksudnya. Oke, ia mengaku salah. Karena ia tau bahwa mood ibu yang baru melahirkan itu tidak bagus. Mudah tersinggung. Tapi sumpah, bukan itu maksudnya.

"Hiks..." Xe terisak pelan. Ia meremas selimut yang ia pakai.

"Gue belum bisa jadi ibu, gue belum bisa. Buktinya, hiks, gue belum menerima Jesslyn. G-gue nyesel, enggak, hiks. Gue sayang sama Jesslyn, gue sayang. Gue gak sadar bilang itu, gue bahagia punya dia, hiks. Maafin mama.." racau Xe. Wanita itu menggeleng geleng tidak jelas.

Titik MulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang