06. Taman

7K 773 28
                                    

Nafas Deral memburu, dadanya naik turun berusaha untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Cetar

"Akhhh!!"

Ronni tanpa ampun terus mencambuk Deral, mata pria paruh baya itu memancarkan kemarahan.

"Ssh... sial!" Umpat Deral ketika cambuk itu kembali mendarat di punggungnya.

"Saya harap kamu mati malam ini!"

"Matiin bangsat! Gak usah cambuk gue, itu gak buat gue mati. Di dapur banyak pisau, ambil. Nih, tusuk gue! Tusuk anjing!" Deral berteriak marah. Entah kenapa saat mengatakan hal itu dadanya bergemuruh hebat, seolah tidak terima. Namun, hatinya juga sudah tidak tahan lagi akan kejamnya takdir.

Ronni terkekeh sinis, "Saya rasa ini belum cukup. Kamu tidak akan mati hanya dengan sebuah tusukan, tetapi kamu akan mati dengan perlahan, ditemani dengan penderitaan."

Deral tersenyum, menyambut senyuman sinis ayahnya itu. "Silahkan."

Cetar

Cetar

Cetar

Deral bergerak gelisah, tangannya di ikat di tiang kecil. Sehingga ia tidak bisa melawan ataupun menghindar.

Cetar

Terakhir, Ronni mencampakkan cambuk itu dengan kasar ke lantai kotor tersebut. Kemudian kaki panjangnya melangkah keluar.

Deral menghela nafas lega, sungguh punggungnya sangat sakit dan nyeri. Bisa dipastikan punggung Deral sekarang sudah terluka parah.

Deral memejamkan matanya, kemudian menyenderkan keningnya pada tiang itu.

"Dunia nggak adil." Gumam Deral pelan.

Lelaki itu memejamkan matanya, menikmati sakit di punggung dan juga di hatinya.

"Lo nggak papa?!" Geral datang dengan nafas memburu.

Deral membuka matanya perlahan, kemudian tersenyum tipis. "Lo terlambat."

"G-gue minta maaf, tadi gue di tahan sama mama." Kata Geral sembari membuka ikatan di tangan kembarannya itu.

"Gue tau."

"Ral," panggil Deral pelan.

Geral menoleh dengan alis terangkat, "Apa?"

"Kenapa Mama bisa benci sama, gue?"

Geral berfikir sebentar, kemudian menggeleng. "Gue nggak tau."

Deral menunduk, "Gue nggak tau alasannya, tapi lo tau nggak? Rasanya sakit banget,"

Geral meneguk ludahnya, kemudian menghela nafas panjang. "Udah berapa kali gue bilang, Lo masih punya gue."

"Gak selamanya gue bisa selalu tergantung sama Lo. Tapi, apa boleh gue minta tolong?"

"Minta tolong apa?"

"Tolong jagain, Xe."

Geral tersentak, ia langsung menatap Deral serius. "Gue gak bisa, gue udah punya--"

"Gue tau Lo cinta banget sama Ayyara, gue gak bilang kalau lo harus suka sama Xe. Cuman, gue minta tolong sama lo buat jagain, dia."

"Tapi kenapa? Kenapa nggak lo, aja?"

Deral mendongak, menatap langit-langit ruang bawah tanah itu. "Gue nggak bisa."

"Tapi kenapa?! Gue tau lo suka sama dia."

Titik MulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang