Lara menghapus air matanya dengan punggung tangan, ia mengambil oksigen sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga udara yang menipis akibat tangisannya tadi.
Ia berbalik kemudian memasuki kantin untuk mengisi perutnya yang kosong. Ia tidak berbohong, dirinya memang mempunyai riwayat maag.
"Bu, pesen nasi goreng satu, ya. Jangan pedes."
"Siap neng."
Kantin pagi ini tidak terlalu ramai, mungkin kebanyakan murid sarapan dari rumah.
Lara mendaratkan bokongnya pada meja dekat pintu kantin. Ia mengambil ponselnya dan memainkan untuk mempersingkat waktu selagi nasi gorengnya masih dibuatkan.
"Lara?!" Suara itu mampu membuat gadis bernama Lara itu terperanjat kaget. Ia mendongak kemudian mendelik kala melihat sipelaku.
"Ini beneran Lara?! What?!! Kenapa Lara gak bilang Lara bakalan sekolah disini? Tadi Cia pikir ada setan yang mirip sama Lara."
"Tapi Lara memang mirip sama setan, sih."
"Cia... suaranya jangan keras-keras kayak gitu bisa? Aku malu diliatin orang-orang."
"Cia gak bisa ngomong pelan-pelan kalau lagi kaget."
"Perasaan tiap kamu ngomong selalu aja keras deh." Gumam Lara pelan.
"Eh, betewe kamu udah sembuh?"
Cia tersenyum kemudian mengangguk, "Udah."
"Syukurlah. Tapi Vania mana? Kok aku gak ada liat dia?" Tanya Lara ketika melihat sekeliling tidak ada Vania.
"Vania udah pindah ke Belanda."
"Maksud kamu?"
Cia menghela nafas pelan, "Kayaknya Cia kasih tau sekarang aja sama Lara."
"Apa?" Lara semakin bingung dibuatnya, ia menatap Cia serius.
"Kemari Vania ditahan dipenjara satu minggu sebelum Vania pergi ke Belanda."
"Kok bisa?!"
Kaget? Tentu saja. Lara sangat terkejut.
"Vania bunuh orang." Lirih Cia pelan. Ia juga tidak menyangka bahwa sahabat paling sabarnya melakukan hal keji seperti itu.
Lara menggeleng, "Enggak-enggak! Kamu berdua udah gila. Mana mungkin rahasia besar kaya gini kalian gak kasih tau ke aku. Kalian nganggap aku apa, hah?!"
"Maaf... tapi Vania yang bilang jangan kasih tau sama Lara."
"Ceritain kenapa Vania bisa ngelakuin hal kayak gitu." Pinta Lara dengan ekspresi dingin.
"Vania kayak gitu karena cowok yang namanya Deral--"
"Ha?"
"Tapi kata Vania itu bukan sepenuhnya salah Deral, dia bilang kalau keluarga Theresia udah ambil Papanya dan bunuh Mamanya. Vania sering nangis cerita sama Cia kalau dia kangen sama Mamanya. Cia bingung harus bilang apa."
Lara semakin kaget akan pernyataan itu, wajar saja jika Vania semarah itu. Tetapi kenapa bisa gadis judes seperti Vania bisa jatuh hati pada seorang lelaki tengil seperti Deral?
"Kasihan Vania.."
"Iya, tapi kata Vania kemarin kalau dia udah senang di Belanda."
"Ah syukurlah.."
"Cia juga lega liat Vania bisa ceria lagi."
"Emang Vania biasanya ceria?"
Cia menyengir kemudian menggeleng, "Enggak sih, muka Vania kayak orang marah terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Mula
Ficção AdolescentePositif. Ah, tidak. Lelaki humor penyimpan sejuta luka itu sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Dimana, malam itu adalah malam tersial untuk kedua insan itu. Penasaran dengan kisahnya? Maka, marilah kita ikuti alurnya dan juga ambil pelajaran d...