69 - Runaway

705 129 9
                                    

Pria itu sudah gila!

Sudah tidak waras!!

"Maafkan aku sudah membuatmu melewati semuanya. Tapi ... kau tahu, aku harus melakukannya. Demi kau, demi Elliot, dan demi kita."

Apa maksudnya? Demi aku dan Elliot? Dia meninggalkan kami demi kami? Dia bergabung dengan Para Bangsawan atau Elite apa pun itu, bersekongkol dan merencanakan Perang Dunia?

Untuk aku dan Elliot?

Itu hal terkonyol yang pernah kudengar dalam hidupku!

Dan aku tidak bermaksud untuk membiarkan hidupku lebih kacau lagi dengan membiarkan psikopat itu mengurungku, mengendalikan tiap gerakku dan Elliot di atas telapak tangannya.

"Mamma, dove andiamo? (Mama, ke mana kita akan pergi?)"

"Te lo dico dopo. Dobbiamo andare, Lio (Aku akan memberitahumu nanti, kita harus pergi, Lio)," bisikku pada Lio. "Dan aku ingin kau hanya bicara dalam bahasa Italia mulai sekarang, ok? Jika ada yang menanyaimu sesuatu dalam bahasa lain, kau tidak menjawab apa pun. Kau dengar aku, Lio?"

Lio, yang kebingungan dalam gendonganku, mengangguk beberapa kali kemudian merangkulkan kedua tangannya pada leherku.

Aku membawa Elliot pergi pada tengah malam. Aku sungguh tidak bisa berpikir jernih setelah mendengar kenyataan yang terlontar dari mulut Phillip pagi tadi. Setelah mendengar pertanyaan Phillip, aku tidak bisa menggerakkan badanku sama sekali. Aku bahkan tidak bisa membuka mulut untuk memberikan jawaban apa pun padanya.

Dia adalah kaum elite dunia? Dia merencanakan perang yang tengah terjadi ini hanya untuk keperluannya sendiri? Sudah gila!

"Bukankah ini adalah rumah Tuan Blandano?"

Aku tidak memiliki tujuan lain. Setidaknya pada Tuan Blandano, aku berharap bisa menelepon Joanne dan meminta bantuan. Dan membahayakan keberadaanku sendiri dan Lio?Atau membahayakan Joanne dengan membuatnya tahu di mana kami? Aku tidak peduli lagi. Tidak ada kesempatan lain lagi. Aku harus pergi dari cengkraman pria itu. Pria itu ... berbahaya. Pikirannya berbahaya. Dan aku tidak bisa mengambil risiko membiarkan Phillip menodai Lio juga. Tapi sekarang aku berada di keadaan seputusasa itu untuk menjadi egois. Aku tidak bisa membiarkan siapa pun menyakiti anakku, termasuk ayahnya yang gila.

"Tuan Blandano! Tuan!" bisikku setengah berseru tertahan di antara angin musim dingin yang mulai datang dan membekukan di pagi buta ini, seraya beberapa kali mengetuk pintu dengan keras.

Lio yang berdiri di sampingku, mendongak dan menatapku dengan kebingungan dan sedih.

"Ibu, kita panggil Winnie saja?"

"Tidak bisa, Lio." Aku berjongkok, menangkupkan kedua tanganku di pipi anak laki-lakiku. "Winston harus bekerja dengan pria itu. Kita tidak boleh mengganggu mereka, ok?"

"Sampai kapan Winnie akan bekerja?"

Oh, Tuhan. Pipi Lio sangat dingin saat aku pertama menangkupkan kedua telapak tanganku padanya. Namun, kini saat Lio membicarakan Winston, rasa hangat, panas, perlahan-lahan merambati wajah mungilnya. Matanya yang sayu dan berwarna hijau cerah itu bergetar, menahan tangis.

"Ibu harap kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada Winston dengan semestinya, Lio. Maafkan aku."

"Hei!"

Sebuah suara, suara seorang wanita paruh baya dengan tubuh gemuk dan napas berasap di antara dingin suhu pagi itu, mendongak ke arah kami dari jalanan.

"Apa yang kaulakukan di sana, Nyonya?" tanya wanita itu.

"Se-selamat pagi," ucapku, yang segera dimimik oleh Lio. "Ini memang terlihat terlalu pagi untuk bertamu, tapi saya adalah kenalan Tuan Blandano yang tinggal di sini. Saya bermaksud untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal karena kami harus pergi sebelum matahari tinggi."

Miss Brown (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang