Apa pun yang telah terjadi, aku masih tidak percaya ini benar-benar terjadi padaku.
Tentu saja aku bilang pada Phillip bahwa yang terjadi adalah kesalahpahaman. Tidak bolah ada pertumpahan darah, atau jika Phillip memang mau membunuh Sang Dewa Apa pun itu, tolong jangan lakukan di acara bulan maduku, terima kasih. Meski acara itu sudah rusak sekarang karena alih-alih menghabiskan waktu bersama dengan Phillip berduaan, aku harus puas diduakan dengan seorang pria yang menakutiku semalam; Tuan Andrea Franceso.
Sosok yang datang dari masa lalu yang sudah terlupakan, seperti hantu.
"Nyonya, kau bisa beristirahat. Biar aku yang mengurus tamu kita," ucap Winston yang tak hentinya mengekoriku sejak aku keluar dari kamar pagi ini.
Winston seakan merasa bersalah, terus berusaha membuatku menganggur sepanjang waktu. Padahal dia sudah melakukan yang terbaik yang ia mampu. Dia tidak bisa membelah dirinya untuk melindungi dua orang sekaligus di tempat yang berbeda di waktu yang sama.
"Lihatlah siapa yang menyuruhku beristirahat. Kantung matamu itu mengatakan padaku bahwa kau tidak cukup istirahat semalam."
Hanya keheningan yang menjawabku. Winston mengalihkan pandangan ke arah luar. Dia tidak bisa menjawabku. Aku yakin, pria ini bahkan tidak tidur semalaman karena masih khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk sebelum mentari menyambut hari esok.
Sementara kejadian semalam masih teringat jelas di ingatanku. Uh, perasaan tidak mengenakkan ini.
Untuk pertama kalinya ... aku berbohong pada Phillip.
'Dia tidak menyentuhku. Dia sedang mabuk dan salah mengira aku adalah kau, Phillip.'
Setelah itu Phillip menyimpan pistolnya. Ia membantuku berdiri dan sepertinya, dia melihat bekas memerah di leherku. Yang terjadi kemudian adalah Phillip menghantamkan kepalan tangannya pada hidung Andrea. Itu tak ayal membuatku syok dan trauma. Aku yakin, Phillip dikuasai amarah dan memukul wajah Andrea dengan sekuat tenaga. Meski begitu, Andrea tetap bergeming di tempatnya berdiri. Dia hanya mengalihkan wajahnya ke samping saat meludahkan darah dari mulutnya.
'Berhenti menatap istriku dengan matamu itu sebelum aku mencongkelnya keluar.'
Itu adalah kali pertama aku melihat Phillip benar-benar marah. Bukan marah menggemaskan seperti saat dia tahu aku berduaan dengan Angela. Marah seakan dia adalah seekor monster. Seakaan sosok yang kemarin bukan pria yang sama dengan sang Pangeran yang selalu menghadapi semuanya dengan tenang.
Lalu malam itu Phillip memaksa untuk bergabung saat aku memutuskan untuk mandi begitu kami berduaan di kamar. Aku tidak bisa membuat Phillip sadar bahwa ada bau alkohol yang dilekatkan Andrea padaku. Pada bibirku. Namun, berapa kali pun aku menggosoknya di bawah shower, bau alkohol itu rasanya tidak bisa hilang. Panas bibir Andrea masih melekat di sana. Membakarku.
"Ah, Yang Mulia Putri, biar saya saja yang mencuci--"
"Aku bisa melakukan ini Winston," ucapku sambil meletakkan dua jus jeruk dan dua piring rori panggang di atas nampan. "Jika kau ingin membantuku, tolong berikan ini pada mereka untukku. Itu akan sangat membantu."
Sekali lagi--entah untuk yang keberapa kali, Winston melirik ke arah luar, di mana Phillip dan Andrea sedang berbincang di sebuah taman tak jauh dari istal kuda. Yang kutahu, Winston sama sekali tidak kehilangan kepekaan dalam pengamatannya. Winston selalu membuat gerak-gerik seakan dia tahu apa yang pernah terjadi padaku dan Andrea. Dan dia sangat tahu kenapa aku melakukan apa pun untuk menjauhi Andrea dan berusaha keras tidak membuat kontak mata dengan pria itu.
"Baik," ucap Winston akhirnya setelah dia diam selama beberapa detik.
Dengan kedua tangannya yang besar, Winston menerima nampan dariku. Pria itu mengamati jus jeruk beberapa detik dalam diam, kemudian mengangkat pandangannya, padaku. Alis tebalnya terangkat, seakan ia memastikan aku tidak salah menyuguhkan minuman. Apa memang yang dia harapkan? Aku menyajikan bir di pagi hari yang cerah di bulan maduku pada pria asing yang semalam menerobos masuk ke dalam rumahku? Kau pasti bercanda Winston. Aku tidak akan melakukan itu. Aku membalas padangan Winston dengan menaikkan alisku dan memelototinya agar dia segera pergi saja. Suamiku minum jus jeruk, dan itulah yang penting. Aku tidak peduli tamunya mau atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Brown (COMPLETED)
RomanceGisela Brown tak pernah menyangka ia akan mengalami hal ini. Ia, seorang wanita berkulit hitam, Afrika-Amerika, sedang melihat seorang pria berkulit putih, tengah menatapnya hangat dan dramatis, dan berkata bahwa pria itu menginginkannya. Tidak, s...