Pagi ini aku terbangun dan memandang pemandangan yang kupikir takkan kulihat lagi. Atau setidaknya dalam waktu dekat ini.
Tidak seperti aku bisa tidur lelap, aku terjaga semalaman.
Phillip masih terlelap di sampingku.
Rambut pirangnya yang terlihat seperti untaian emas berserakan di atas bantal yang biasanya kosong. Dia terlihat lebih kurus dan kulitnya sedikit terbakar. Ada jenggot tipis yang tumbuh di antara dagu dan rahangnya yang seingatku selalu mulus. Dia adalah orang yang sama dengan yang menungguku di altar di sebuah kapel di Vaduz waktu itu. Orang yang sama dengan yang kutemukan berbaring di atas lantai laut dan mengusap kepala seekor hiu seperti peliharaan yang jinak. Wajah yang sama dengan milik seorang pria yang menemukan mamaku sebelum gelap malam datang sore itu.
Namun, Phillip yang masih mendengkur di sebelahku ini benar-benar seperti orang lain. Dia masih tertidur dengan lelap dan tidak segera terbangun saat aku bangun. Tidak seperti dirinya dulu. Biasanya, Phillip sudah siap untuk bekerja terbangun saat aku membuka mata. Phillip kerap terbangun di larut malam dan tidak dapat kembali tidur hingga pagi, sehingga dia kerap memutuskan untuk lanjut bekerja. Esok harinya, dia akan menyambutku yang baru terbangun, dan memberiku senyuman sehangat mentari saat aku membuka mata. Berbanding terbalik dengan semua itu, Phillip yang sekarang terlelap di sampingku, bahkan dia mendengkur keras sekali. Terlihat ... seakan-akan dia baru saja bisa beristirahat dan menanggung lelah yang berlarut-larut. Jauh lebih lelah daripada semua pekerjaan yang pernah dia lakukan sebelumnya.
Kami berpisah selama kurang lebih dua tahun. Dan banyak sekali yang sudah terjadi di dunia saat ia tidak di sisiku. Pengasingan, kelahiran anak kami, beradaptasi di sebuah desa kecil di antah berantah. Meski begitu, aku masih tidak bisa menghentikan diriku untuk mengamati betapa damainya tidur Phillip pagi ini, sebuah pemandangan yang rasanya tidak pernah kulihat saat kami masih hidup bersama. Tubuhnya condong ke arah uraian rambutku, menenggelamkan hidung tajamnya di sana. Sayangnya, kali ini aku tidak bisa mengamati Phillip berlama-lama. Sosok kecil bergerak-gerak di rangkulanku. Elliot berusaha melepaskan dirinya dariku. Dia bangun lebih pagi dari biasanya dan aku tahu pasti kenapa.
Lio, dengan matanya yang masih terlihat mengantuk dan rambut cokelat kepirangannya yang acak-acakan, duduk dengan tenang, dengan punggung menghadapku semantara wajahnya hanya beberapa inci saja dari Phillip. Sesekali bocah itu menatapku ragu-ragu kemudian sekali lagi menatap ke arah pria yang tertidur dengan tenang di samping kami dengan mata berbinar-binar penuh harapan.
"Jangan membuat gaduh saat Babbo (ayah) sedang tidur."
"Babbo sedang tidur," ulang Lio berbisik dengan antusias padaku.
Ini pertama kalinya Elliot tidur bersama ayahnya. Dan dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Rasa ingin tahu menguasai diri Elliot dan dia tidak bersedia mendengarkan saranku untuk tidak mendekati Phillip yang masih memejamkan matanya dengan tenang karena pria itu terlihat sangat kelelahan. Elliot merangkak ke samping Phillip dan diam beberapa detik hanya untuk mengamati betapa cantik wajah pria yang tak lain adalah ayah kandungnya itu. Sebelah tangan Elliot meraih wajah Phillip. Elliot menyukai sesuatu yang bersinar; benda-benda yang terbuat dari kaca, perhiasan, dan sesuatu yang seperti emas, tepat seperti sulur rambut yang ada di kepala pria asing di hadapannya ini.
"Apa yang sedang kaulakukan?"
Tanpa membuka matanya, Phillip meraup tubuh kecil si bocah dan menaruh Elliot di atas dadanya. Untuk kali pertama, seketika itu juga, aku melihat Elliot memasang wajah tegang. Tegang yang benar-benar berharap dia bisa lari dari situasi di mana ia berada sekarang.
"Apa ..." ucap Phillip dengan suara serak dan setengah tertidur, "... yang sedang coba kaulakukan, Nak?"
Pandangan mata hijau yang tajam bahkan saat baru saja terbangun dari tidurnya itu ... sama sekali tidak ramah. Segera, Elliot menangis sejadi-jadinya setelah melihat warna mata Phillip--yang padahal sewarna matanya sendiri-- seakan menyala di antara bayang-bayang gorden dan sinar mentari yang menembus masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Brown (COMPLETED)
RomanceGisela Brown tak pernah menyangka ia akan mengalami hal ini. Ia, seorang wanita berkulit hitam, Afrika-Amerika, sedang melihat seorang pria berkulit putih, tengah menatapnya hangat dan dramatis, dan berkata bahwa pria itu menginginkannya. Tidak, s...