Milan, seperti yang pernah kuingat, tetap indah dan stylish. Tidak seperti Paris yang kadang aku merasa kesempitan dan risih dengan orang-orang di jalanan terkenalnya, seperti para pemangsa yang sedang mengintai, Milan selalu tenang dan elegan. Aku hanya pernah datang beberapa kali ke tempat ini. Beberapa di antaranya berhubungan dengan pekerjaan. Di antara semuanya, yang paling berkesan adalah saat pertama kali aku menginjakkan kaki kemari. Berlibur sendirian untuk menghibur diriku setelah Paris mematahkan hatiku.
Persiapan untuk ajang fesyen terbesar musim ini, Milan Fashion Week, memang memakan waktu. Joanne dan kru sibuk mempersiapkan segala keperluan tata panggung dan mempersiapkan gladi resik bagi para model baru yang lolos audisi. Semua orang sibuk, memastikan segalanya dalam kontrol, tak terasa hari selebarasi itu datang juga dan semua kerja keras kami akan terbayar setelah semua ini selesai dengan sukses. Berbagai jenis fashion brand dari berbagai negara akan berada di sini untuk dipamerkan besar-besaran. Acara yang ditunggu oleh para desainer ternama dan para model, pengamat fesyen, penghobi, influencer, artis, aktor-aktris, pemusik, atlet dan banyak pihak lainnya.
Kami mendapat kesempatan untuk ujung gigi di hari pertama. Joanne memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Aku memastikan semua berada di posisinya, tidak ada detail yang terlewatkan dan keadaan model yang akan berjalan untuk kami, semua aman terkendali. Beberapa kali aku juga melihat perkembangan street fashion di luar gedung.
Segalanya berjalan sesuai detail yang kuinginkan.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Tapi aku resah sekali.
Resah dan bersemangat.
"Hallo, Gisela Brown! Akhirnya kau bergabung juga ke dalam klub!"
Itu adalah Renaud Anderson, seorang teman-rival-desainer yang sepatu fenomenal buatannya mengingatkanku pada meme di 9gag.
"Klub? Yeah? Terima kasih, Renaud."
Maksudmu dengan grup desainer kaya raya yang membunuhi hewan dan mengambil kulitnya sebagai bahan dari karier kalian? Tidak terima kasih, Renaud dan klubnya. Kita tidak berada di pandangan yang sama.
"Aku heran kenapa aku baru bergabung," tambahku sambil mempertahankan senyum, bukannya terbahak karena meme-meme yang bertebaran di internet tentang brand milik Renaud. "Terlihat tak banyak perubahan, eh?" celetukku begitu aku melihat sepatu model nenek lampir itu benar-benar akan ditampilkan di atas panggung catwalk.
Sepatu itu sudah membunuh karier beberapa model muda karena mereka jatuh bergelimpangan dengan indah karena sepatu itu. Apa yang ada di internet, tetap di internet, kau tahu. Sungguh model-model yang malang.
"Ya, meme di luar sana membantuku semakin terkenal," ucapnya dengan angkuh.
"Kau yakin akan memasukkan sepatu itu, kau tahu ... model terakhir yang memakainya terjatuh saat berbelok dan—"
"Oh, oh, jangan khawatirkan itu, Sayang." Eh-em, aku mendengar seseorang yang mulai tersulut amarah, tetap tutupi kedokmu, Renaud Sayang. "Model muda itu memakainya pada saat ia sedang kurang fit. Aku turut bersedih atas insiden itu. Kau tahu, itu bukan hal besar. Aku bisa mendapatkan model baru yang seperti itu setiap hari. Tidak seperti model yang kubawa sekarang," ucapnya dengan congkak.
Tetap bertahan di heels-mu, Gisela Brown. Jangan membuat drama yang tidak diperlukan. Dengan senyum mengembang, aku mengangguk dan memandang Renaud, "Semoga model yang memakainya kali ini tak mengulangi kesalahan yang sama."
"Adeline tidak pernah melakukan kesalahan seceroboh itu, Sel. Tidak bahkan sekali pun."
Renaud menunjuk seorang wanita tinggi semampai, bertubuh kurus dan berwajah sangat cantik. Wanita yang tadi hanya kulihat kakinya saja. Kulitnya putih berbintik, rambutnya cokelat berombak, sedangkan matanya tajam berwarna biru gelap dinaungi dengan alis gelap dan tebal yang menukik membuat pandangannya terlihat sangat berkharisma. Membuat dirinya menonjol dibandingkan dengan semua model yang ada di ruangan. Wanita itu terlihat sangat tenang, seorang yang suka berada di tengah lampu perhatian, tipe yang terlihat mengacuhkan semua, namun melihat segalanya. Adeline Clamentine terlihat seperti apa yang diberitakan media tentangnya; sangat tenang, anggun, murah senyum, ramah pada kru, namun berani dan berkarakter. Seorang supermodel profesional yang sempurna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Brown (COMPLETED)
RomanceGisela Brown tak pernah menyangka ia akan mengalami hal ini. Ia, seorang wanita berkulit hitam, Afrika-Amerika, sedang melihat seorang pria berkulit putih, tengah menatapnya hangat dan dramatis, dan berkata bahwa pria itu menginginkannya. Tidak, s...