34 - Hurricane

465 126 14
                                    

"Halo, Papa."

"Gisela? Kaukah itu, Sayang?"

Atur napasmu, Gisela.

"Ya, Papa."

"Jika kau datang, apa itu berarti tahun sudah berganti?"

"Kau tidak tahu tanggal berapa hari ini?"

Pria yang terbaring di atas ranjang putih itu menggeleng kecil sambil menghela napas panjang. Kerutan di wajah papa terlihat semakin dalam dari terakhir kuingat. Wajahnya juga semakin pucat. Kondisi kesehatan papa menurun drastis sejak aku memberitahunya perihal kematian Mama. Sejak saat itu, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik.

Kumohon buka kedua matamu, Pa.

"Berikan tanganmu, Putriku," ucap papa sambil membuka sebelah tangannya yang terdekat dengan di mana aku duduk.

Kedua alisnya gemetar, naik, seakan berusaha membuka kedua matanya, namun tidak dapat ia lakukan. Strok sialan itu membuat papa lumpuh. Aku bahkan tidak yakin lagi apa papa bisa merasakan genggaman tanganku makin lama makin erat di sebelah tangannya yang terkulai lemah.

"Apa kau baik-baik saja, Nak?"

"Papa, kau tahu, akulah yang harus menanyakan itu padamu. Kaulah yang sedang terbaring tak berdaya di atas ranjang, bukan aku."

"Ah, ini. Ini hanya istirahat sejenak saja. Besok aku akan bangun dan Jeremy akan terkaget saat aku berada di selku lagi," ujarnya sambil terkekeh-kekeh kecil. Oh, Papa. Kita tahu itu bohong, jadi bisakah kau tidak menyiksaku lagi dengan harus bermain dalam permainan kecilmu ini? "Bicara mengenai Jeremy, aku mendengar kau menolaknya."

"Apa Jeremy berkeliling kota sambil membawa papan besar bertuliskan 'Gisela bajingan menolakku yang tampan ini', sampai semua orang mengatakan hal yang sama padaku?"

Kami tertawa kecil hanya untuk kemudian menyambut hening yang menyesakkan.

"Putriku yang cantik," ucap Ayah memecah keheningan. "Sampai kapan kau akan menutup dirimu dari para lelaki, Nak? Jeremy adalah pria yang baik. Tidak seperti aku meragukan pendapatmu tentang para pria. Yang ingin Papa katakan adalah di luar sana, ada pria yang baik, Nak. Ayah hanya ingin kau berdamai dengan masa lalu dan mendapatkan kebahagiaan yang layak kaudapatkan."

Aku tidak bisa begitu saja menolak percakapan ini dengan keras seperti biasa. Papa sedang tidak dalam kondisi di mana ia bisa menerima tekanan--atau penolakan, jika itu datang dariku. Hal yang paling bijak yang bisa kulakukan saat ini adalah menerima saran itu dan mengangguk kecil.

"Jika Papa mengkhawatirkan diriku karena aku tinggal sendirian, Joanne ada untuk menemaniku, Pa. Aku dan Joanne sudah cukup bahagia, meski Joanne semakin lama semakin tidak terkendali, tapi kami baik-baik saja dengan diri kami yang sekarang."

Toh, sekali lagi aku menolaknya. Dengan cara yang paling lembut yang bisa kupikirkan.

"Kau tahu bukan hubungan seperti itu yang kubicarakan, Gisela."

Sekali lagi papa menghela napas panjang, sementara ibu jarinya bergerak-gerak kecil di punggung tanganku, seperti sedang menenangkanku dan memintaku untuk mendengarkannya baik-baik. Bagaimana aku bisa tidak mendengarkanmu dengan baik, papa? Wajahmu yang sedang layu seperti ini membuatku merasa aku akan jatuh kapan saja. Aku tidak bisa tenang. Mama baru saja pergi. Dan aku tidak berada di sisinya saat ia pergi. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, papa. Meski itu mustahil karena aku tidak bisa mengunjunginya terus-terusan. Tidak setelah aku menjadi sesibuk ini setelah sensasi yang dibuat model terkenal Gazelle itu.

"Di masa mudaku, aku tidak akan pernah membayangkan aku mengatakan ini pada seseorang, tapi aku ingin mengatakan padamu bahwa selama aku masih hidup," ucap papa dengan suara gemetar. "Kebahagiaan yang benar-benar nyata bukan karena kau mendapatkan segalanya, namun ketika kau bisa memberikan atau melakukan sesuatu untuk menolong seseorang yang berharga di hidupmu. Bagi papa, itu tak lain adalah mamamu."

Miss Brown (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang