56 - Bambina

354 102 4
                                    

Samar-samar terdengar suara perdebatan tak jauh dariku. Merasa tbuhku begitu ringan, namun kepalaku begitu berat, aku harus bersusah payah membuka mata untuk melihat sumber keramaian yang membangunkanku. Seakan ada dua gorila yang bergelantungan di kelopak mataku hingga terasa begitu berat hanya untuk menggerakkannya. Tak jauh di mana aku sedang berbaring, aku bisa melihat seorang suster sedang memarahi seorang pria tinggi memakai coat hitam panjang. Perangai yang tidak asing. Itu adalah Andrea. Ah, maksudku ... Tuan Franceso. Sepertinya memang dia. 

Ingatan demi ingatan menhujani pikiranku. Tentang seorang anak kecil perempuan yang menangis, pria besar dengan pisau menodongkan di tangan, suata tembakan, suara tubuh yang terjatuh di atas salju, warna merah, bau rokok, bayangan tinggi, tubuh besar yang hangat. Memori itu berkelibatan seperti sebuah adegan film yang terpotong-potong. Oh, Tuhan. Apa kejadian itu memang bukan mimpi semata? Sepertinya aku mengeluarkan suara merintih kecil saat aku berhasil mengangkat sebelah tangan untuk mengusap kepala. Tuan Franceso dan si suster menyudahi pertengakaran mereka, dan saat sang suster paruh baya itu pergi, Tuan Franceso mendekatiku. Duduk di bangku sebelah ranjangku.

"Kau sudah bangun?" ujar pria itu sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan kelima jemari. Wajahnya terlihat frustasi dan kesal. "Suster akan datang dengan dokter nanti untuk memeriksamu kembali. Apa kau merasa lebih baik, Cara Mia?"

Sayangnya, Winston berkata padaku untuk meningkatkan kewaspadaanku di sekitarmu, 'My Darling'. Kaulah yang membuatku tidak merasa lebih baik.

"Scuza, aku tidak bisa memanggilmu dengan panggilan kehormatanmu di sini. Kau tahu, aku tidak ingin ada keributan."

Aku berusaha duduk dan mengangguk pada pria itu. "Ya, aku mengerti," jawabku singkat. "Maaf, Tuan Franceso, tapi bisakah Anda mengatakan padaku tentang apa yang sudah terjadi sebelum aku berada di ... rumah sakit ini?"

Tuan Franceso tidak segera menjawab. Sedangkan matanya memandang mataku dalam-dalam, seakan ia sedang mencoba memasuki isi kepalaku.

"Semalam, untuk sebuah alasan, kau keluar dari restoran di mana harusnya kau menunggu seperti gadis yang baik. Kemudian kau—secara misterius dan tidak beralasan— mengambil seorang gadis kecil dari tangan seorang pria yang besarnya dua kali lipat tubuhmu; seorang penculik anak yang sedang dicari polisi beberapa hari belakangan." Mata pria itu menatapku tajam. "Ring a bell?"

Ah, ternyata memang bukan mimpi. Aku menumpukan sebelah tanganku di dahi. Memastikan kepalaku masih di tempatnya.

"Ya. Ya. Sekarang aku bisa mengingatnya dengan baik, Tuan Franceso. Terima kasih atas kedatanganmu di waktu yang tepat."

Tuan Franceso tidak segera menjawabku. Dia mengerutkan alis dan menggeleng.

"Jika aku tidak datang, apa yang akan kaulakukan memangnya, Cara Mia?"

Pisau itu bukan pisau mainan. Aku melihat besi tajam itu berkilatan di antara lampu dan salju. Apa yang akan kulakukan jika Tuan Franceso tidak datang saat itu?

"Aku akan membawanya berlari. Kami akan—"

"Kau sedang sakit, Gazella. Dios mio!" Pria itu memijat keningnya. "Lain kali kau tidak boleh pergi sendirian. Aku tahu, jika kau diberi kesempatan di masa depan untuk kembali ke malam lalu, kau akan melakukan hal yang sama. Tapi jika aku tidak datang, siapa yang akan menyelesaikan sisanya?"

"Menyelesaikan sisanya," ulangku sambil mengangguk, menyamai apa yang sedang dilakukan Tuan Franceso dengan memandang mata pria itu sebagaimana ia sedang menatap mataku. Pandangan mata cokelat terang tajam itu seakan sedang mengancamku untuk tidak menanyakan apa yang dia maksud dengan menyelesaikan sisanya, karena itu aku tidak bertanya. Beruntung, aku tahu dengan siapa aku berhadapan kali ini dan aku masih terlalu menyayangi nyawaku untuk mempertanyakan sesuatu yang tidak ingin pria ini jawab. 

Miss Brown (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang