5 - Mrs. Brown

1.7K 292 26
                                    

Makan malam bersama orang-orang asing sama sekali bukan gayaku. Terima kasih karena kegilaan Joanne yang seenaknya mengambil ponselku lagi dan membuat janji dengan Tuan Phillip, malam itu kami berempat;aku, si Rambut Merah Gila, Tuan Phillip dan Tuan Winston Gutmann-berakhir di sebuah tempat makan yang tidak terlalu ramai di Lower Manhattan. Masakan Italia tak pernah absen dari pilihan Joanne. Dan aku selalu benci selera makan Joanne. Kenapa harus selalu Italia? Seakan Tuhan sedang mempermainkanku di tangannya

Di depan kami sudah ada Calabrese, piza dengan daging 'Nduja—aku tak tahu apa itu, Jo bilang itu makanan dari surga—pepperoni, mozzarella dan saus tomat. Kupikir makanan itu takkan habis untuk kami bertempat. Tapi sepertinya Joanne dan Tuan Gutmann tidak berpikir demikian. Buktinya meja kami juga terisi beberapa makanan sampingan; sweet potato fries, crused hazelnut and kale salad, bersebelahan dengan mocktail milik Tuan Philip dan mojito milikku. Sedangkan dua tukang makan itu memilih soft drinks.

Joanne bilang, dia akan menelepon Melany dan meminta Jeremy mendeportasi turis-turis itu jika mereka mencoba melakukan tindak kriminal apa pun saat kami bertemu nanti. Aku tahu kewenangan Jeremy masih jauh untuk mendeportasi seseorang—atau dua orang, dalam kasus ini—tapi aku setuju untuk menghubungi polisi jika ada gelagat aneh yang mencurigakan dari dua orang itu. Meski para pria ini tak terlihat seperti turis miskin yang butuh uang dan bermaksud melakukan sesuatu yang buruk pada kami. Lihat saja Saint Laurent yang dipakai Tuan Gutmann dan ... aku tak bisa menebak dengan pasti dari mana Tuan Phillip mendapatkan pakaiannya, tapi aku tahu bahan dan detail pakaian yang dikenakan pria itu luar biasa bagus dan rapi. Itu-jelas-sangat-berkelas.

Dan kecurigaan kami sama sekali tidak terbukti. Joanne makin lama malah terlihat sangat akrab, cepat sekali berbaur dengan Tuan Gutmann. Ini cukup mengejutkan karena saat aku melihat Tuan Gutmann pertama kali di taman waktu itu, kesan yang terpatri di kepalaku tentang Tuan Gutmann adalah pria yang kaku. Ternyata, aku sama sekali salah setelah melihat bagaimana dia bisa bercengkrama dengan Joanne. Seakan banyak sekali kesamaan pada diri mereka dan membuat hubungan dua orang asing ini menjadi sangat dekat dalam waktu dekat.

"Jadi, ada apa di New York?"

Aku mencoba membuka topik pembicaraan. Aura ceria berbunga yang menguar dari arah dua orang di sebelahku, berbanding terbalik dengan atmosfer suram yang menyelimutiku dan Tuan Phillip yang duduk di meja yang sama dengan mereka. Pria pirang itu hanya sesekali menambahi ucapan Tuan Winston sambil sesekali tertawa kecil saat mendengar guyonan tidak lucu Joanne. Kini ia membulatkan mata dengan pandangan ramahnya itu, menghadapku, membuatku menyesali keputusan untuk mengajaknya bicara. Kurasa aku tidak bisa menangani debaran aneh yang pria ini timbulkan tiap mengalihkan matanya padaku.

Mata kehijauan yang teduh, senyuman yang tersungging seperti sudah menungguku untuk memulai topik pembicaraan. Kenapa kau menungguku?!

"Jadi, dari mana kau berasal?"

Serangan balik. Jangan salahkan aku.

"Aku seorang banker di Liechtenstein, Nona. Ada sedikit urusan di New York untuk beberapa kerja sama."

"Maaf, Lie... apa?"

Tuan Phillip terkekeh kecil dan mengulangi ucapannya.

"Liechtenstein, sebuah negara kecil di Eropa. Aku mengerti jika kau tidak pernah mendengarnya. Negara kami memang tidak seterkenal itu."

Pria Eropa dan sikap sopan mereka.

"Oh, aku mengerti. Jadi, apakah New York menyambutmu dengan baik?" tanyaku sambil tertawa kecil. "Karena tak semua turis menyukai New York."

"Ya," sahut Tuan Phillip mengangguk lemah, masih mengamatiku. "Awalnya aku pikir akan lebih menyenangkan jika aku ditugaskan di Washington. Kudengar Olympia dan Seattle adalah kota yang indah."

Miss Brown (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang