44 - The Warmth

391 103 9
                                    

"Nyonya, Mr. Wenzel sudah datang untuk menjemput Anda."

"Terima kasih, Liv. Sampai jumpa besok."

"Baik, semoga harimu indah, Nyonya."

"Kau juga, Olive."

Liv, Olivia Crux, seorang gadis muda baru saja menyelesaikan studi seni di Zurich University, adalah pelamar kerja pertama di butik Gazelle. Aku dengan senang hati menerimanya sebagai satu-satunya karyawanku karena aku menyukai bagaimana wajah gadis itu berseri-seri saat sedang melakukan pekerjaan pertamanya. Ia belajar fesyen desain, dan dia sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari dunia fesyen ini. Aku tidak ingin membukakan tirai yang salah pada gadis muda ceria dan penuh bakat ini. Dia mengingatkanku pada Joanne muda sebelum dia terus mengeluh sampai akhirnya sama sekali tidak berkutik setelah menjalani tugasnya sebagai seorang pemimpin perusahaan di New York sana. Mereka mirip, dan sangat berbeda. Bedanya, Olive yang manis sama sekali tidak melempariku pandangan usil seperti yang akan dilakukan Joanne jika ia sampai tahu ketika Phillip menjemputku seakan aku adalah anak umur lima tahun yang akan diculik saat pulang dari taman bermain.

"Halo, apa kau lapar?" tanya Phillip dengan senyuman ringan khasnya begitu aku memasuki mobil.

"Lumayan. Apakah kita akan makan di rumah? Bersama Angela?"

"Angela tidak ada di rumah dan ... ada yang ingin kutunjukkan padamu."

"Baiklah?"

Aku tidak akan repot-repot menyuruh Phillip berhenti menjemputku karena aku sudah mengeluh saat ia pertama kali menjemputku pulang padahal aku bisa naik bus atau berjalan kaki saja ke kastel di atas bukit itu. Dan Phillip tentu saja tidak bersedia mendengar keluhanku. Dia bercanda sesuatu seperti jika aku tidak membiarkannya menjemputku atau melakukan apa pun yang dia inginkan, dia akan memindahkan toko ini di kastel, yang mana itu ide bodoh. Mana ada orang gila yang akan berjalan-jalan memanjat bukit hanya untuk berbelanja baju?

Phillip membawaku keluar perbatasan negara dan kami pergi ke Swiss. Berpindah negara hanya untuk makan malam? Aku tidak pernah membayangkan pengalaman itu akan benar-benar terjadi di duniaku. Tidak seperti aku memimpikannya seperti gadis muda yang tergila-gila pada khayalan romansa, aku hanya merasa itu sangat berlebihan. Sayangnya, ini sama sekali tidak berlebihan. Warga perbatasan Swiss dan Liechtenstein sudah sangat sering melakukan ini. Mereka bahkan biasanya akan lintas negara untuk membeli daging karena toko daging di sana menjual produknya dengan lebih murah daripada tetangga mereka.

Dan si Winston, tentu saja ada Winston di sana. Aku dan Phillip tidak pernah benar-benar sendirian. Winston selalu berada di sekitar kami dengan wajah kakunya itu. Pria itu menyetir dengan tenang menuju sebuah restauran dekat bukit, memang di atas bukit, di mana para warga lokal beristirahat dengan tenang, membicarakan banyak hal yang terjadi seharian dan suasana hangat menyambut kedatangan kami. Seakan tidak ada yang mengenal Phillip di sana, para tukang kayu, pendaki, dan banyak lainnya berkumpul di sana, tertawa dan menikmati waktu mereka. Seperti biasa, Winston masuk setelah kami dan duduk di kursi berbeda, menyatu dengan keramaian di bar dan membiarkan aku dan suamiku menunggu pesanan kami datang.

"Kau terlihat menikmati apa yang kaulihat," komentar Phillip sambil tersenyum simpul.

"Ya, mereka terlihat ramah dan suasana di sini begitu hangat. Kau tahu, Liechtenstein adalah kerajaan yang indah dan penduduknya ramah. Di sana begitu damai dan seterusnya. Namun, di sana tidak setiap hari kau bertemu banyak orang asing dan berkumpul sambil tertawa seperti ini."

Phillip tertawa kecil dan mengangguk setuju. "Kau benar. Tapi kami juga berkumpul seperti ini di hari kebangsaan kami. Tahun depan kau adalah bagian penting dari festival itu dan aku tidak sabar melihat bagaimana wajahmu akan berseri-seri di antara mereka."

Miss Brown (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang