Ratih

542 50 3
                                    

Saridewi menjelma menjadi seorang putri. Sengatan energi  memalun dan membalut tidak hanya tubuh, namun juga jiwanya. Ia bisa merasakan bahwa hayat nya bersorak-sorai memuja memuji dirinya sendiri. Tubuh, badan, raga ini adalah altar penghormatan. Setiap jengkal tubuhnya adalah keindahan dan kecerlangan. Kedua matanya sudah terbuka sekarang. Ia adalah agung, ia adalah akbar, ia adalah bena, ia adalah sempurna. Saridewi menghirup udara kebenaran yang sejati, melakukan perayaan akan diri.

Dua sosok dalam satu raga astral yang maya merayap diatas arus air menempel di kulit putih pucat Saridewi. Yang serupa ular melata di punggung dan merengkuhnya. Yang bugil tanpa busana, memeluk erat dari muka tubuhnya. Dari situlah sentakan ekstasi dimulai. Kesadaran diri Saridewi terbuka vulgar dan brutal.

Saridewi kini merasa bahwa semua keinginannya telah tercapai, bahkan sudah tersedia secara lama.

Pak Guru Johan hampir saja jatuh terduduk kalau salah satu tangannya tidak menopang tubuhnya berpegangan pada sebatang pohon. Cahaya mentari menelisik masuk tempat keramat itu, menyinari sosok Saridewi yang muncul di hadapan laki-laki beristri tersebut.

Pak Guru Johan tak dapat percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini. Saridewi, setelah tak terlihat hanya selama sepuluh menit, kini muncul menjadi sosok yang berbeda.

Kecantikannya bukan dari dunia ini, bukan dari bumi. Seakan sosok molek di depannya terangkai dari butiran sinar yang dironce menjadi sebuah mahakarya semesta.

Pak Guru Johan tahu bahwa Saridewi ayu nan menggairahkan, tapi ia tak menduga perempuan itu bakal muncul dengan menggeber segala keindahannya.

Kulit pualam wajah, leher, lengan, lutut dan tungkai kakinya terlalu peri tak manusiawi, malah mungkin ia adalah seorang bidadari.

Rambut kemerahannya yang tergerai bagai mega-mega meradang jubah langit yang mengambang di angkasa, begitu mengerikan saking memesonanya. Kibaran baju terusannya membuat bagian atas paha sang gadis terkespos.

Saridewi bersukacita atas nikmat tubuhnya. Oleh sebab itulah kedua sosok gaib yang menempel di kulitnya membisikkan hal cabul dan badung yang selama ini hanya bisa dibayangkannya.

"Mas, kok melongo seperti itu?" ujar Saridewi dengan nada yang tak bisa dipungkiri penuh godaan itu.

"Anu ... Anu, kamu sudah selesai, dek?" jawab Pak Guru Johan yang tak bisa dipungkiri tergoda.

"Menurut mas, apa sudah kelihatan hasilnya?" tanya Saridewi pura-pura penasaran. Ia membusungkan dadanya dan menaikkan bokongnya seakan mencoba mencari tahu perubahan apa yang ada pada dirinya.

Keringat dingin mengalir sebesar butiran beras dari kening dan punggung Pak Guru Johan. Lidahnya kelu.

Sosok perempuan bertubuh ular memeluk erat Saridewi dari belakang. Wajahnya bersinar redup kehijauan. Lidah bercabang dua nya menyapu telinga Saridewi ketika ia membisikkan kata-kata, "Saatnya engkau mencoba keagungan tubuhmu sendiri. Berikan laki-laki beristri itu kepuasan syahwat yang ia inginkan. Kau pun akan mendapatkan kebebasan jiwa dan raga yang sudah kau mau sedari lama." Sosok gaib itu terkekeh dan terkikik. Sedangkan sosok satunya, yang menyatukan raga di depan tubuhnya kembali menyeringai dengan licik.

***

Ratih memiliki pandangan seperti kaca film, berbayang, buram kabur namun lebur. Kepalanya masih sangat pusing dan terasa berat, termasuk punggung dan pundaknya, padahal ia tidak lagi meriang.

Ia sudah berkali-kali mencoba bangun dan berjalan-jalan sedikit. Dari beberapa kali percobaan, baru dua kali ia berhasil melangkah ke belakang, ke toilet dan menengok pekarangan. Tapi itupun tak lama.

PancajiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang