Anarghya Widagda terbangun dari tidurnya. Rasa-rasanya ia bermimpi luar biasa indah semalam. Hasrat yang selama ini ia tahan-tahan nyatanya meledak-ledak tak tertahan dan tak terpenjara lagi, sama sekali. Biasanya, ketika ia tertidur, yang terjadi dalam mimpinya adalah gambaran seorang perempuan dengan wajah mengerikan: salah satu bola matanya hampir meloncat keluar dari rongganya dengan siluet hitam menutupi sebagian lagi wajahnya. Sosok perempuan itu berusaha menggapai-gapai ke arahnya dengan tangannya yang berjari-jari kurus. Perempuan yang selalu muncul di dalam mimpinya itu nyata-nyata adalah ibu kandungnya sendiri yang tewas terbunuh dengan cara dicekik oleh kekasihnya yang juga adalah adik kandung laki-lakinya sendiri. Kekasih gelap sang ibu adalah pamannya sendiri, paklik kandungnya.
Maka, Anarghya Widagda sejatinya adalah anak hasil hubungan sedarah terlarang nan terkutuk yang meski dari luar sosoknya terlihat normal dan utuh, namun di dalamnya ia memiliki jiwa yang hancur lebur berantakan, berderai terbuncai.
Kesempurnaan batin yang kelam dan tersembunyi di lapisan paling dalam dan mengerikan Anarghya Widagda adalah ketika ia membunuh atasannya sendiri, Awahita Pengayuh Ambarningsih, yang menjadi representasi monster di dalam jiwanya itu. Hal inilah yang sebenarnya menjadi alasan utama pelariannya.
Tangan kanannya yang selalu bergetar ketika ia sedang mencapai taraf emosional dan ekstase itu nyatanya malam tadi berubah menjadi sosok seekor binatang yang jinak dan dapat ia atur. Sejak membunuh atasan perempuannya, Anarghya Widagda sudah tak merasakan getaran yang terlalu berlebihan pula. Itu sebabnya mungkin malam tadi ia bermimpi akan sebuah percintaan yang dahsyat dan menyembur-nyembur liar.
Anarghya Widagda tersenyum kemudian baru benar-benar membuka kedua matanya.
Ia tersentak.
Siluet tubuh seorang perempuan yang berlekuk berkelok indah berdiri tidak jauh darinya.
"Bhanurasmi? Aku tak sedang bermimpi, bukan?" seru Anarghya Widagda.
Bhanurasmi mendekat dan menempelkan jari telunjuknya di bibir laki-laki yang semalam tidur dengannya itu. "Sstt ... Widagda, kau ingat bahwa kau sedang tak ada di sini. Jangan sampai orang tahu ada laki-laki di rumahku, apalagi kalau mereka sampai tahu itu kau," ujar Bhanurasmi pelan. Desahan berahi sisa semalam masih menyangkut di untaian kata-katanya.
Anarghya Widagda mengumpulkan semua kesadaran dan segala informasi yang ada. Perlahan ia mulai memahami keadaan. Kini ia memalingkan wajahnya ke arah Bhanurasmi yang masih berada di depannya. Anarghya Widagda merasakan jantungnya kembali berdetak begitu cepat ketika pandangannya menyusuri wajah ayu Bhanurasmi, lehernya, tonjolan kembar mengkal dadanya sampai ke pinggul janda memesona itu. Kemudian ia langsung mengangkat tangan kanannya dan melihat tidak ada getaran berarti, yang biasa dalam keadaan panik, bingung dan bernafsu pasti sudah akan bergetar hebat dan membuatnya kerepotan karena harus membuat tangan kanannya berhenti berontak seperti itu.
Sepasang mata Anarghya berbinar, bahkan berkaca-kaca. Ternyata semalam ia memang tidur dengan Bhanurasmi dan itu bukanlah sebuah mimpi. Spontan Anarghya Widagda memeluk Bhanurasmi. Yang dipeluk terkejut, namun kemudian tersenyum dan membalas pelukan penuh rasa kelegaan dan bahagia yang Bhanurasmi tak pahami sejatinya.
Anarghya Widagda merasakan dadanya menumbuk kelembutan dada Bhanurasmi. Ini membuatnya kembali bergairah. Perasaan bebas itu harus disyukuri dan dinikmati, bukan? Rupa-rupanya membunuh atasan perempuannya adalah sebuah tindakan gila yang ironisnya benar. Ia membunuh monster dan mimpi buruknya sendiri. Penerimaan atas paranoia nya atas pembunuhan ibunya oleh paklik yang juga ayahnya sendiri adalah fakta yang harus ia terima dan jalani dan Awahita Pengayuh Ambarningsih adalah tumbal akan penerimaan itu.
Anarghya Widagda meremas punggung Bhanurasmi dan menekan tubuh dengan lekukan indah itu menempel erat ke dadanya.
"Ah, Widagda. Jangan sekarang. Jangan dulu. Aku harus keluar mencari informasi mengenai perkembangan kasus pembunuhan Juned dan Waluyo di rumahmu itu. Lagipula kau sudah tak kedinginan dan membeku seperti semalam," ujar Bhanurasmi menolak dengan manja. Ketahuan sekali bahwa Bhanurasmi merasakan gelegak hasrat yang sama dahsyatnya. Namun, ia masih sedikit lebih rasional dibanding Anarghya Widagda yang memang sedang terbakar rasa kenikmatan yang membara karena kebebasan hakiki, bagai seekor binatang liar yang dilepas dari kandang menuju ke alamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancajiwa
Horror#1 horrorindonesia [30 Desember 2021] #1 ceritahoror [30 Maret 2022] Pada dasarnya novel ini terdiri dari beberapa plot atau jalan cerita dengan tokoh utama yang berbeda-beda. Namun kesemuanya tetap terkait oleh satu titik: Dusun Pon dan kelima bend...