Bidak

101 18 2
                                    

Sadali Pandega muda bukan orang yang bodoh, sebaliknya ia cerdas luar biasa. Kecerdasannya diimbangi dengan ambisi, nafsu atas kekuasaan dan kekayaan, serta kekuatan atas keuletan dan keteguhan hati. Hanya dalam beberapa tahun saja setelah memanfaatkan ilmu pesugihan kandang bubrah, ia langsung dapat menikmati kekayaan yang luar biasa. Keistimewaan dan segala kenikmatan duniawi dapat direngkuhnya ketika orang-orang seumurnya masih kebingungan memutuskan hendak jadi apa mereka dan bagaimana caranya.

Detik pertama setelah Nyi Blorong memberikannya keistimewaan bersyarat, Sadali Pandega tak pernah merasa khawatir apalagi takut. "Berikan orang yang paling kau cintai untukku sebagai bayaran atas segala nikmat yang aku berikan kepadamu," ujar sang ratu ketika Sadali Pandega masih menyesap kenikmatan dari tubuh astralnya. Di sela-sela desau dan desah Sadali Pandega yang sedang memompa tubuhnya di atas kemolekan gaib sang penguasa samudra itu, sang ratu membisikkan syarat mutlak harga yang harus ia berikan.

Sadali Pandega tak menolak. Bahkan bertahun kemudian, ia cenderung menertawai kebodohan sang pemberi kenikmatan. Mana mungkin ia bisa memberikan orang yang paling ia kasihi sebagai tumbah kepada sang ratu bila cinta pun ia tak kenal? Begitu pikirnya saat itu.

Kedua orangtuanya tak mampu memberikan kasih sayang sedari ia kecil. Sebaliknya kemelaratan, kehinadinaan dan kerendahan adalah bagian darinya yang dengan luwes ditimpakan kepadanya. Bila engkau mau ambil, habiskan saja semuanya, ujar Sadali Pandega dalam hati, ambil mereka berdua atau siapapun yang kau mau, Nyi.

Cinta? Ia sungguh tak memahami konsep tersebut. Kekayaannya membuat Sadali Pandega menikmati setiap waktunya sampai ke tahap tertinggi. Ia menghamburkan uang untuk mabuk, makan makanan yang paling enak, pergi bercinta dengan perempuan termahal dan termuda yang pernah ada, membeli tanah dan kekuasaan, serta melipatgandakan kekayaannya sendiri.

Sadali Pandega muda menganggap cinta sama saja, tak ubahnya dengan nafsu berahi. Ia bisa merenggut perempuan manapun untuk dibawa ke atas ranjangnya, mereguk cairan kental kegadisan dan menikmatinya tanpa henti. Bila ia bosan dengan kulit dan daging kenyal para wanita nyata ini, para peri berselendang merah tembus pandang menerawang juga siap memberikan ia pencapaian kepuasaan hingga serasa melayang ke langit ketujuh.

Ia menganggap sepele kasih dan cinta. Tentu sampai ia melihat Sudarmi.

Sang janda pertama kali memperkenalkan dirinya dengan hal yang paling ia rendahkan selama ini.

Awalnya, ia merasa perlu untuk menikah, hanya sebagai bentuk pengakuan belaka. Mana tahu Nyi Blorong akan kembali ke rumahnya datang meminta istri atau anaknya kelak. Tentu saja ia tak akan keberatan, toh kasih sayang tak mungkin bisa tumbuh subur di lahan jiwanya.

Sialnya Sadali Pandega benar-benar kebingungan merasakan tubuh Surdarmi yang ia timpa begitu polos, begitu rapuh, begitu penuh kepasrahan dan ketertundukan yang alamiah. Kebinalan yang ia pikir akan dirasakan sama seperti perempuan-perempuan lain nyatanya berada dalam situasi yang sama sekali berbeda.

Sudarmi memberikannya perasaan aneh di dalam perut dan rongga dadanya. Ada kupu-kupu yang beterbangan dan menubruki dinding tubuhnya dari dalam setiap sang janda muda itu tersenyum kepadanya, menunduk malu, atau mencapai puncak kenikmatan ketika berada di bawah tubuhnya.

Sudarmi sendiri sama bersyukurnya walau perempuan itu tak sadar bahwa orang yang ia pasrahkan jiwa dan raganya itu awalnya begitu tampan. Ilmu yang ia amalkan, disertai dengan semua kegiatan menikmati hasilnya itu mengikis gambaran fisiknya. Nyi Blorong meneguk sedikit demi sedikit ketampanan sang laki-laki seperti ombak menerpa karang. Wajah indah sang laki-lakilah yang kelak berada di dasar samudra bersamanya, menjadi budak selama-lamanya. Namun, Sadali Pandega sungguh tak butuh itu. Ia bisa melakukan apa saja kepada siapa saja, apalagi hanya kepada seorang Sudarmi sang janda.

Sadali Pendega kemudian memerhatikan bahwa perilaku sang janda terhadap Tasmirah, anak perempuannya yang masih kecil, kembali menambahkan pertanyaan besar tetapi klise di dalam diri Sadali Pandega. Inikan yang dinamakan cinta? Inikah bagaimana cara kerja kasih sayang yang sesungguhnya? Kasih yang tercurah dari Sudarmi kepada Tasmirah sama sekali tak dikenalnya sebelumnya, karena memang ia tak pernah merasakannya. Ia bahkan terjebak ke dalam rasa kasih yang sama. Ia sedang memainkan peran sebagai orangtua, seorang ayah, bagi Tasmirah.

Sadali Pendega tak puas. Ia ingin mencoba menjawab pertanyaan apakah benar bahwa yang ia sekarang rasakan ini cinta adanya? Maka kemudian, lahirlah Nala Turasih. Dan, dunia Sadali Pendega meledak bagai proses awal terciptanya semesta.

Bayi itu begitu kecil dan mungil. Semuanya terlihat lemah sekaligus indah. Jari-jarinya yang terus menggenggam, sepasang matanya yang menatap penuh harap, suaranya yang melengking ketika menangis, atau tawa cerianya oleh tindakan konyol sang ayah membuat Sadali Pandega berikrar untuk memberikan jiwanya bagi orok tersebut. Cinta, berhasil tumbuh subur di hati laki-laki Sadali Pandega. Di saat yang sama, laki-laki itu sadar, hukuman pada dirinya sudah menjadi nyata. Sang ratu akan meraih hal yang paling berharga di dalam hidupnya.

Kecerdasan sang laki-laki didorong oleh rasa cinta yang baru ia kenal meletuskan sebuah wawasan, sebuah ide yang berani sekaligus penuh harapan.

Sadali Pandega mendua. Bukan menduakan Sudarmi sang istri, melainkan menduakan Nyi Blorong sang pendukung berahi.

Sadali Pendega pergi ke ujung pulau, ke arah tanah berhenti di ujung timur. Perintah dari penguasa kegelapan di timur pulau itu jelas. "Kau harus melawan mahluk betina itu. Manfaatkan kekuatan yang ia beri untuk menaklukkannya," ujar entitas yang sama purbanya itu dalam keremangan malam, membayang di udara.

"Lalu, apa yang harus hamba berikan kepada engkau, tuan putri kegelapan?" tanya Sadali Pandega, paham bahwa ada harga lain yang harus ia bayar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lalu, apa yang harus hamba berikan kepada engkau, tuan putri kegelapan?" tanya Sadali Pandega, paham bahwa ada harga lain yang harus ia bayar.

"Ah, anakku, sederhana, sederhana. Aku dan Nyi Blorong sama-sama hidup dari nafsu, syahwat dan berahi. Kami menginginkan hal yang sama. Bedanya, mungkin aku lebih jujur sedikit. Aku mau alam gaib kembali berjaya. Aku mau manusia hidup dibawah kekuasanku. Aku mau datang dari gerbang, memutuskan rantai yang mengikat pinggangnya di dalam dunia ini untuk masuk ke dunia manusia, melangkah di tanahnya, bernafas di udaranya, bukan melayang-layang dalam jiwa dan pemujaan belaka!"

Sadali Pandega mengangguk mantap. Ia ingat bertahun-tahun lalu, ia membangun sebuah tugu peringatan, candi pemujaan bagi Nyi Blorong di tepi pantai berbatu Laut Selatan. Dari sanalah kekuatan sang ratu menyatu dengan rumah gaib yang terus ia bangun.

Sesuai perintah sang putri kegelapan, Sadali Pandega membuat candi tiruan di dalam kamar keramat sebagai antitesis kekuatan Nyi Blorong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai perintah sang putri kegelapan, Sadali Pandega membuat candi tiruan di dalam kamar keramat sebagai antitesis kekuatan Nyi Blorong. Ia sudah siap bertarung untuk mempertahankan keamanan orang-orang yang ia cintai.

Sialnya, manusia hanyalah manusia yang terpenjara dalam ruang dan waktu yang terbatas serta jalur takdir yang tak bisa ditebak.

Kematian Nala Turasih mengubah jalannya pertempuran. Bahkan Nyi Blorong sudah sudah sadar dari awal dengan permainan cah bagusnya itu. Ia tak mungkin melawan kekuatan lawan secara langsung, maka Pramudi dan Darmadi lah yang menjadi bidak caturnya.

PancajiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang