Karma

347 40 1
                                    

Dimana letak cerita Sarti di dalam garis takdir Girinata? Dimana peran Sarti dalam jalinan nasib Soemantri Soekrasana, Anggalarang, Saridewi atau Wardhani?

Sarti menjadi saksi atas tindakan penyihir Dasimah terhadap mayat Marni. Dua hari sebelumnya ia bangkit dari kuburan, di lokasi yang sama Dasimah dan Girinata membangkitkan Marni dan menjadikannya sundel bolong budak kehidupan mereka.

Baiklah kita ketahui terlebih dahulu sepenggal kisah Sarti yang kelak melintas dalam alur cerita kehidupan Girinata di Dusun Pon ini.

***

Sarti melihat sendiri darahnya mengalir deras dari lambungnya yang sobek karena ledakan meriam. Asap mengepul dimana-mana disertai pekikan ketakutan dan rasa takut. Mayat bergelimpangan, muda tua, laki-laki, perempuan, bersenjata maupun tidak. Benteng keraton telah bobol, membawa masuk pasukan sepoy berkulit gelap, bercelana pendek dan menenteng senapan dengan sangkur di ujungnya. Lautan pasukan sepoy dikuntit pasukan bule Inggris menembus asap. Mereka menjarah apapun yang ada di dalam keraton dan apapun yang menempel di tubuh, yang hidup maupun yang mati.

Saat itu adalah dini hari, dua belas Juni tahun seribu delapan ratus dua belas.

Sarti meregang nyawa. Pandangannya mengabur, namun lucunya ia tak merasa sakit sama sekali. Ia memang lemas tak berdaya. Bedilnya sudah terlempar jauh, meskipun tadi ia sempat menusuk satu orang sepoy dengan kerisnya dalam keadaan luka di perutnya yang menganga terus-menerus mengucurkan darah.

Dalam kesekaratannya, sebuah bayangan tipis menyelip dari asap yang entah berwarna putih atau hitam. Bayangan itu perlahan menunjukkan bentuknya dengan jelas di depan kedua mata sekarat Sarti. Seorang perempuan yang terlalu anggun dan cantik untuk dijelaskan, seperti tak mungkin berada di dunia fana ini, apalagi bertolak belakang dengan kehancuran yang sedang terjadi.

Sosok itu berjalan dengan begitu megah, melangkahi mayat-mayat dengan kaki telanjangnya yang putih bersih. Selendang hijaunya seperti sayap. Kemben kainnya membantu menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya. Ia terus mendekat ke arah Sarti dengan gerakan yang begitu luwes sekaligus menakutkan. Bukan mengapa, dalam keadaan setengah mati seperti inipun, Sarti masih memikirkan nasib perempuan bangsawan keraton ini bila sampai terlihat sepoy atau serdadu bule, sudah pasti dengan pesonanya yang luar biasa ini ia akan diangkut sebagai rampasan perang.

"Kau ikut aku ya, nduk?" suara sang perempuan bangsawan itu terdengar jelas di telinganya. Sarti tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi ia mengangguk. Seakan ada semacam kekuatan aneh dari kata-kata sang putri yang membuatnya nyaman dan ikut saja.

Sarti akhirnya tewas.

***

Sarti bangkit dari kuburan.

Tubuhnya tak membusuk, rambutnya tak gugur, ia juga tak bertambah tua, hampir tak ada bedanya dengan keadaannya sewaktu sebelum tewas dan dikuburkan. Ia tewas di umurnya yang keenambelas pada penyerangan oleh Inggris dan pasukan sepoy nya di keraton kesultanan Yogyakarta. Ia adalah salah satu anggota pasukan Estri yang kesemuanya adalah perempuan.

Sang putri berselendang hijau berdiri anggun dan megah di atas kuburan, tepat di depan tubuh Sarti yang belepotan tanah.

"Nduk, bangunlah," ujar sang putri berselendang hijau itu. Wajahnya memancarkan pesona yang tak dapat dijelaskan. Sama seperti sebelumnya, kali ini Sarti juga seperti terbius. Walau masih begitu bingung dengan keadaannya, ia tetap mengikuti perintah sang putri.

Sarti melepaskan diri dari balutan pocongan kain kafan dan mendaki keluar dari liang kubur. Tubuh telanjangnya disinari bulan yang sedang bersinar sempurna. Sang ratu masih berdiri di depannya, tepat di bawah pohon kamboja yang berbunga putih bersih. Ia tersenyum dan berujar pendek, "Sudah saatnya kau kembali, nduk."

PancajiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang