Queenie, sang penyelia baru di divisi kantor dimana Anggalarang bekerja sedang tersenyum lebar. Tubuhnya dibalut selimut tebal hotel. Sepasang mata bersudut tajam miliknya menatap binal Anggalarang yang tidur tertelungkup di sampingnya, menelusuri otot yang menempel apik sepanjang tulang punggung lelaki yang kokoh itu. Semalam laki-laki yang umurnya jauh lebih muda itu habis-habisan melumatnya, hanya menyisakan desah lelah dan rintihan kepuasan.
Memang usia wanita tiga puluh empat tahun ini tak mampu tertutupi oleh tubuh ramping, wajah bersih dan rambut indah berkat perawatan ajeg yang rutin ia lakukan. Namun, bukan berarti umurnya yang sudah meluncur di kepala tiga itu membuatnya terlihat tua dan tidak menarik lagi. Sebaliknya. Queenie adalah seorang wanita tiga puluh empat tahun yang memesona.
Bahasa tubuh, caranya berbicara dan berjalan, pilihan busana dan make up, serta tindak tanduknya melukiskan kecantikan dan pesona yang berkesan 'mahal,' elegan dan tinggi. Kelajangannya adalah kebanggaannya, harta yang bisa dipamerkan kesana sini, mengintimidasi para pria bahkan wanita.
Para perempuan hanya bisa berbisik-bisik penuh semburan iri dengki, namun toh tak mampu menumbangkan tonggak tegak harga diri, martabat dan pamor sang Queenie. Kalau sudah seperti ini, sudah tentu kekuasaan adalah kekuatan utama sang ratu.
Sialnya, merobohkan pertahanan seorang Anggalarang hanyalah sebuah rencana yang payah. Memang, rasa yang ia miliki pada Anggalarang bagai gayung bersambut. Tak sulit membuat Anggalarang, dan pria manapun, memelototi sepasang bongkahan bulat dadanya yang terpenjara selembar kutang. Masalahnya, Anggalarang tak bisa dikalahkan. Queenie tak mampu memilikinya seratus persen, seutuhnya dan untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, ia yang terperangkap pada pesona sang lelaki, bahkan ia tak bisa melakukan apa-apa ketika selang seminggu saja keduanya berbagi berahi, Anggalarang sudah terang-terangan menggagahi Jenny si gadis Metropolitan yang selalu terlihat menyelipkan sebatang rokok kurus khusus wanita itu. Dan Queenie menerima wajar akan hal itu.
Padahal, sang sahabat, Erika Dermawan, seorang jurnalis dan reporter berumur jauh lebih muda darinya: dua puluh lima tahun, yang semuda itu sudah berkarir dalam dunia pers, berbibir mungil, berambut pendek ringkas, bertubuh lebih tinggi dan cenderung berisi, bermata bulat dan jernih dengan tekstur wajah tegas, selalu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan frustasi ketika mendengar detil cerita hubungan semacam ini. "Ada apa denganmu sih, mbak? Bukannya mbak yang selalu mengatakan bahwa kita para perempuan bukanlah objek masyarakat yang patriarkal ini? Perempuan dan laki-laki memang tidak benar-benar bisa seimbang dalam statusnya, tapi kita punya hak dan kewajiban masing-masing dan tak boleh berusaha saling menindas. Begitu kan kata mbak Jenar Keswari?" ujar Erika ketika ia diceritakan tentang hubungan sahabatnya dengan laki-laki, bawahan di kantornya, yang bernama Anggalarang tersebut. Bila sudah kesal, Erika Dermawan memang selalu memanggil nama sang Queenie dengan nama aslinya secara lengkap. Erika Dermawan seakan menegaskan bahwa nama yang tersemat pada dirinya itu mengandung makna luhur, Jenar yang berarti 'berkulit kuning' dan Keswari yang berarti 'pujangga yang mulia.'
Queenie, Jenar Keswari, mengibaskan rambut lebat terawatnya sembari tertawa renyah, namun mengisyaratkan ketakseriusan mendengarkan kekesalan sang sahabat. "Bukankah dengan memiliki hubungan semacam ini malah semakin menegaskan kebebasan dan kekuatan serta kuasa seorang perempuan atas dirinya sendiri?" balasnya balik bertanya.
Erika Dermawan hendak protes, tapi membatalkannya. Ia tersenyum lebar dengan pasrah, dan menggelengkan kepalanya lagi. Sepasang mata bulatnya menyipit dan tenggelam dalam kedua tulang pipinya yang berisi. Padahal ia tahu benar bahwasanya semuanya ini hanya pembenaran sang sahabat belaka karena ia sudah terlanjur berkubang dalam lumpur syahwat tersebut.
Queenie, Jenar Keswari yang ikut tertawa mendadak diam. Sepasang mata bersudut tajamnya menengok ke satu sudut. Erika merespon perubahan ini dengan mencari objek yang ditatap sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancajiwa
Horror#1 horrorindonesia [30 Desember 2021] #1 ceritahoror [30 Maret 2022] Pada dasarnya novel ini terdiri dari beberapa plot atau jalan cerita dengan tokoh utama yang berbeda-beda. Namun kesemuanya tetap terkait oleh satu titik: Dusun Pon dan kelima bend...