Chapter 16

7.4K 424 22
                                    

Disclaimer: 🔞

"Ndin.. Bangun.." Suara Al terdengar hangat di telinga Andin. Andin mengerang, membuka matanya, dan melihat mereka sudah sampai di gedung apartemennya. Al menggendongnya keluar dari mobil dan Andin kembali memejamkan matanya erat-erat dan membenamkan wajahnya di leher Al.

Al menggendong Andin sampai ke apartemennya yang terletak di lantai 10. Al membuka pintu apartemen dan langsung menuju ke kamar tidur. Al membaringkan Andin di ranjang dengan lembut kemudian melangkah masuk ke kamar mandi. Andin mendengar Al menyalakan keran air untuk mengisi bak mandi.

Beberapa saat kemudian, Al keluar dan duduk di kasur di sebelah Andin. Al mengulurkan tangan membelai rambut Andin yang tergerai. Andin menatap Al dan jantungnya berdegup kencang melihat cara Al menatapnya dengan tatapan yang lembut bercampur sedih. Memar menghiasi rahangnya dan Andin mengulurkan tangannya untuk menyentuhnya, dadanya terasa sesak saat Al menyurukkan pipinya lebih dalam ke telapak tangan Andin.

"Dimana lagi yang sakit, Sayang?" Tanya Andin menahan tangis sambil mengusap-usap rahang Al dengan ibu jarinya.

Al menarik pergelangan tangan Andin ke bawah, dan menempelkannya ke dadanya, tepat di jantungnya.

"Disini."

"Mas Al..." Air mata Andin menetes.

"Shh... Jangan nangis," Al mencium jari Andin dan menautkan jemari mereka.

"Buka baju kamu, Mas. Aku pengen liat kamu luka dimana lagi."

"Saya ga apa-apa, Ndin."

"Ayo buka." Kata Andin tegas.

Al mulai membuka pakaiannya satu per satu, mulai dari dasi, kemeja, sabuk, celana, sampai boxer nya. Andin memperhatikan Al dengan takjub. Al tampak sangat sexy ketika melakukannya, membuat tubuh Andin basah dan bergairah.

"Liat kan, saya ga apa-apa." Ujar Al sambil menarik boxer nya melewati kakinya dan melemparnya sembarangan ke lantai. Dan sekarang Al berdiri di depan Andin tanpa sehelai benang pun.

Tapi Andin tidak sedang memperhatikan tubuh Al untuk mencari-cari luka di sana. Dia menatap tubuh Al dengan tatapan yang sangat panas dan penuh gairah sampai kejantanan Al yang besar menegang seketika.

"Bilang aja kamu pengen liat saya telanjang, Ndin." Al tersenyum nakal dan menghambur ke kasur, menyerang tubuh Andin yang menggairahkan.

~~~

Andin bersandar dengan mata terpejam. Punggungnya menempel di dada Al, mendengarkan air yang beriak sementara tangan Al dengan perlahan membelainya di dalam bathtub tempat mereka berendam. Al kemudian mencuci rambut dan tubuh Andin, memanjakannya. Andin tahu Al sedang menebus kejadian di mobil tadi.

"Ndin.." Gumam Al, lengannya memeluk pinggang Andin. "Bisa cerita ke saya tentang Vino sekarang?"

Andin memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, sudah menduga kalau Al akan bertanya tentang Vino.

"Pertama-tama, tolong bilang ke aku Mas, dia ngomong apa ke kamu?"

Jeda sesaat sebelum Al menjawab. "Dia cerita tentang kejadian di pesta ulang tahun Lisa."

"Dia cerita apa tepatnya? Dia cerita kalau aku sama dia mabuk dan tidur bareng, begitu?" Suara Andin gemetar menahan marah.

Al menggertakkan giginya. "Saya ingin dengar cerita dari kamu Andin! Bukan dari Vino!" Ujar Al emosi.

"Buat apa aku cerita kalau ujung-ujungnya kamu lebih percaya dia daripada aku!" Balas Andin. Dia sudah muak dengan orang-orang yang lebih percaya kebohongan yang diucapkan Lisa daripada cerita yang sebenarnya. Dan sekarang Vino. Andin curiga kalau Vino juga berbohong pada Al tentang kejadian malam itu untuk balas menyakiti Al dan merusak hubungan Al dan Andin.

Al menegakkan tubuh dengan mendadak dan memukul dinding kamar mandi dengan keras. Andin tersentak dan berputar menghadap Al.

"KATA SIAPA SAYA PERCAYA VINO, HAH?" Teriak Al murka, "KAMU PIKIR SAYA PERCAYA WAKTU DIA BILANG KALIAN SUDAH PERNAH BERHUBUNGAN SEX?" Al kembali memukul dinding dengan brutal sehingga buku-buku jarinya mengeluarkan darah.

"MAS AL. STOP!" Teriak Andin panik dan ketakutan. Dia menghambur ke pelukan Al dan memeluk leher Al dengan erat, mencoba menghentikan Al melukai dirinya sendiri.

Butuh waktu lama bagi Andin menenangkan Al. Tubuh Al gemetar di pelukannya. Andin terus membelai rambut Al dan menunggu sampai Al berhasil mengendalikan diri. Setelah beberapa saat, akhirnya Al menarik diri dari pelukan Andin dan menatap Andin dengan muram.

"Saya hanya ingin kamu cerita semuanya ke saya, Ndin." Kata Al memulai. "Saya ga mau ada kebohongan di antara kita."

Tapi sudah begitu banyak kebohongan, Mas. Batin Andin tersiksa. Air matanya mengalir deras.

Melihat Andin menangis, Al menangkup pipi Andin dan mengusap air matanya dengan lembut.

"Saya sama sekali ga percaya sama Vino, Ndin." Al menenangkan Andin. "Saya tau kalau kamu masih suci saat kita pertama kali berhubungan. Saya tau kalau saya adalah pria pertama buat kamu. Dan sekarang Vino tega fitnah kamu demi egonya. Dasar bajingan! Dia bukan teman saya lagi, Ndin. He's dead to me!" Geram Al, amarahnya kembali tersulut. Dia menyusurkan tangannya ke rambutnya yang basah, menarik-nariknya dengan kuat.

"Mas Al.." Andin menangis sesenggukan.

"Hey. Jangan nangis lagi," Al merangkul pinggang Andin dan menariknya mendekat. "Ndin.. Saya ga peduli kalau pun seandainya dulu kamu memang berhubungan dengan Vino. Saya ga peduli, Ndin! Hal itu ga akan mengubah perasaan saya ke kamu!"

Air mata Andin mengalir semakin deras mendengar kata-kata Al.

"Tapi saya ingin tanya satu hal ke kamu." Ujar Al serius. "Dulu, waktu Vino ngejar-ngejar kamu, apa kamu akhirnya luluh? Apa kamu ada rasa cinta untuk Vino walaupun sedikit?"

Andin menggelengkan kepalanya.

"Sebelum Vino pulang ke Jakarta, aku memang sempat luluh dan nerima beberapa ajakan dia untuk jalan bareng. Tapi aku sama sekali ga cinta sama dia, Mas." Kata Andin, buru-buru menambahkan. Dia menatap Al dengan khawatir.

Al tidak berkata apa-apa, dia hanya menarik Andin dan menempatkan Andin kembali ke dadanya. Al membelai rambut Andin sambil sesekali mencium keningnya ketika Andin menceritakan semuanya kepada Al. Tentang masa lalunya yang menyakitkan dengan Vino dan Lisa.

"Sekarang Vino ga akan berani lagi ganggu kamu, Ndin. Saya akan batalin semua kontrak kerja perusahaan saya dengan PT Anggara Karya kalau dia masih nekat." Geram Al, setelah Andin selesai bercerita.

"Tapi, Mas. Kalau dia nuntut kamu gimana? Atau laporin kamu ke polisi? Aku takut, Mas." Kata Andin memeluk Al dengan erat. Andin sangat takut kalau Vino akan melaporkan Al ke polisi dengan tuduhan penganiayaan karena Al lah yang telah menyerang Vino lebih dulu.

"Dia ga akan berani, Ndin. Harusnya kamu yang laporin dia ke polisi atas pelecehan seksual karena dia udah cium kamu secara paksa!" Kata Al marah.

"Ga, Mas. Aku ga mau masalah ini berlarut-larut. Aku pengen ngelupain semuanya."

"Kalau kamu cerita ke saya dari awal, hal ini ga akan kejadian. Saya pasti akan lindungin kamu. Kita ga akan datang ke pesta itu karena saya tau Vino akan ada disana."

Andin mendongak menatap Al dengan tatapan menyesal, matanya kelihatan sembab dan bengkak. "Maafin aku ya, Mas."

Melihat mata Andin yang bengkak, Al merasa sangat bersalah sudah membuat Andin terus-terusan menangis seperti ini. 

"Ndin..Saya juga minta maaf ya atas sikap saya di mobil."

Andin mengangguk dan mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Al.

Aku selalu maafin kamu, Mas. Tapi nanti saat semuanya terbongkar, apa kamu bisa maafin aku?



Wednesday, September 22, 2021

Jangan lupa follow, vote, dan comment ya💕

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang