Chapter 19

3.1K 312 46
                                    

Disclaimer: 🔞

Taksi membelok di sudut dan berhenti di depan gedung perkantoran Alfahri Group. Andin turun dari taksi dan mendongak memandangi gedung yang seolah-olah menjulang sampai ke langit itu. Bangunannya benar-benar menakjubkan, puncaknya ramping, biru berkilau dan seolah-olah menghunjam awam. Memandangi gedung perkantoran milik suaminya yang megah menyadarkan Andin betapa berkuasanya Al dan dia tidak perlu mengkhawatirkan apapun selama Al ada di sisinya.

Andin memasuki lobi melewati pintu putar dan kemudian naik lift ke lantai paling atas. Ketika Andin tiba di lantai atas, dia menemukan pintu kaca menuju kantor Al terbuka lebar dan Andin berdiri di depan pintu mengagumi suaminya. Al sedang duduk di belakang meja kerjanya, sedang berbicara di telepon. Melihatnya berada di ruang kerjanya yang mewah, memegang kekuasaan penuh, membuat hati Andin bergetar. Dinding kaca yang menjulang dari lantai ke langit-langit di belakangnya menyuguhkan latar belakang pemandangan ibukota yang menakjubkan.

Andin melangkah masuk dan kepala Al berputar ke arahnya dan matanya menghangat melihat Andin. Al menekan tombol di atas meja, dan pintu kantornya tertutup secara otomatis.

"Saya setuju," katanya, kepada siapapun yang diajak bicara. "Selesaikan dan laporkan segera."

Ketika Al menutup teleponnya, dia mendongak menatap Andin yang berdiri di depan pintu dan tersenyum. "Hey, what a pleasant surprise. Kamu udah selesai ngajar?"

Andin mengangguk dan menghampiri Al.

"Sini..." Al mendorong laci keyboard untuk memberi ruang pada Andin di meja kerjanya. Andin berjalan mendekat dan Al merangkul pinggangnya ketika Andin sudah cukup dekat dan menariknya ke pangkuannya.

Al menunduk dan membenamkan wajahnya di antara payudara Andin, menyelipkan tangannya ke balik baju atasan Andin dan melepaskan kaitan branya dan melemparnya ke lantai. Dia kemudian memiringkan kepalanya dan mengisap puncak payudara Andin yang sensitif dari balik bajunya, keras dan lama. Andin terkesiap, tubuhnya tersentak karena sensasi yang memabukkan. Al tersenyum melihat tubuh Andin yang responsif. Al tahu dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan pada tubuh Andin dan Andin akan selalu menerima dan merespon sentuhannya dengan gairah yang sama.

Andin mengeluarkan suara rendah yang menyiratkan hasrat. Dia sangat mendambakan dan menginginkan Al, gemetar senang karena dia bisa kembali ke pelukan Al. Andin menghirup aromanya dalam-dalam, jemarinya memijat-mijat otot di punggungnya. Desiran yang menghunjam tubuhnya membuatnya pusing. Andin ketagihan akan Aldebaran—hati, jiwa, dan raga—dan Andin sudah melewati beberapa hari meragukan cinta Al padanya yang membuatnya kalut dan gamang, tidak mampu berfungsi dengan benar.

Sekarang, berada dalam pelukan suaminya Andin merasa sangat aman. Tidak ada yang bisa menyentuh dan menyakitinya ketika Al bersamanya. Tiba-tiba saja tubuh Andin gemetar. Dia sangat takut jika Al mengetahui apa yang sudah diperbuatnya, tapi dia sadar dia harus menceritakannya pada Al sekarang juga sebelum terlambat.

"Sayang..." Tangan Andin menyusuri rambut Al.

Al mendongak dan mencium bibir Andin, mencicipi rasa manis dari mulut istrinya. "Hmm?"

Andin menyentuh wajah Al dan menatapnya, mengerjapkan mata untuk menyingkirkan air matanya yang hendak jatuh.

"Mas Al..." Tenggorokan Andin tersekat air mata dan dia menelan ludah dengan susah payah. "Maafin aku. Aku tau aku salah dan aku tau kamu pasti marah, tapi aku benar-benar bingung dan butuh jawaban jadi aku ketemuan sama Devin, mantan aku, yang kebetulan GM di Hotel Bliss untuk minta rekaman CCTV di depan kamar 708 dan aku—" Suara Andin pecah dan dia tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Telapak tangannya berkeringat dan kata-katanya berhamburan keluar terlalu cepat karena cemas dan gugup akan reaksi Al.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang