Chapter 19

6.3K 406 32
                                    

Disclaimer: 🔞

Andin menangis pagi itu saat menyadari Al sudah pergi. Al meninggalkan note di atas bantal yang berisi pesan singkat,

I have to go. Talk to you later.

Andin tidak berhenti menangis setelah di tinggal Al. Dia sudah mencoba menghubungi Al berkali-kali tapi ponsel Al tidak aktif. Al juga tidak pulang ke rumah karena Mama Rossa masih menyangka mereka sedang liburan di Puncak.

Andin sangat mengkhawatirkan Al dan marah sekali pada Dayana karena sudah mengacaukan rencana mereka. Dengan kemarahan yang memuncak, Andin menelepon Dayana dan melarang sepupunya itu untuk menghubunginya lagi sampai semua masalah ini selesai.

"Ini semua gara-gara lo, Mbak!" Teriak Andin marah pada Dayana. "Bisa ga sih lo sabar dan serahin semuanya ke gue?"

"Tapi kan gue ga tau yang angkat Al, Ndin." Ujar Dayana membela diri. "Lagian lo juga susah dihubungi akhir-akhir ini!"

"I DON'T CARE!" Andin berteriak sangat kencang. "Gue disini udah stress! Lo jangan bikin gue tambah stress!"

Andin menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba untuk bersikap tenang. "Kalau lo mau rencana kita berhasil, please jangan ikut campur dan hubungi gue lagi. Biar gue yang handle semua nya disini."

"Tapi, Ndin..."

"Lo tenang aja." Ujar Andin dengan suara bergetar. "Gue pasti akan tepatin janji gue dan ninggalin Mas Al. Tapi please jangan hubungi gue lagi. Kalau ada apa-apa, gue pasti akan hubungi lo."

Hening. Tidak ada jawaban dari Dayana.

"Gimana? Kalau lo ga mau, gue mundur sekarang juga dan pulang ke Denpasar!" Ancam Andin.

"Ndin.. Gue kan juga pengen bantuin lo.."

"No! Ini syarat dari gue. Take it or leave it."

Andin bisa mendengar Dayana menghela napas berat dari seberang telepon. Hening beberapa saat hingga akhirnya Dayana menyetujui permintaan Andin.

Andin tidak berbohong. Dia akan menepati janjinya pada Dayana dan meninggalkan Al jika sudah tiba waktunya. Tapi sebelum itu, Andin akan terus mempertahankan Al sekuat tenaga dan menikmati momen-momen kebersamaan mereka sepenuh hati. Sebut saja dia egois dan manipulatif, tapi Andin belum rela kehilangan Al sekarang dan akan melakukan apapun untuk mendapatkan Al kembali.

~~~

Ketika malam tiba dan belum juga ada kabar dari Al, Andin mulai putus asa. Dia merasa sangat lelah dan memutuskan untuk pergi menenangkan diri. Andin memesan kamar hotel untuk dua hari tanpa memberitahu siapapun. Malam itu juga dia mengepak barang-barangnya ke dalam koper dan berangkat ke hotel dengan taksi online. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia berharap Al akan merindukannya dan segera mencarinya ketika dia sadar Andin telah pergi.

Lelah fisik dan mental, Andin tertidur pulas sesampainya di kamar hotel dan baru terbangun sekitar jam sembilan keesokan paginya. Ketika bangun, Andin sayup-sayup mendengar dering ponsel miliknya tapi dia tidak bisa menemukannya di sekitar tempat tidur. Butuh beberapa saat bagi Andin untuk menyadari bahwa ponsel nya masih berada di dalam tasnya. Dia lalu mengambil tas yang terletak di atas sofa itu dan shock ketika melihat ratusan panggilan tak terjawab.

103 missed call dari Al mulai dari jam 10.07 malam sampai dengan jam 09.18 pagi ini. Al telah menghubunginya tanpa henti dari malam sampai pagi. Andin menangis membayangkan Al yang pasti sangat mengkhawatirkannya. Dia memang berencana untuk mengabaikan beberapa panggilan telepon Al untuk membuat Al khawatir dan mencarinya, tapi Andin sama sekali tidak bermaksud ketiduran dan mengabaikan semua telepon Al. Sekarang Andin merasa sangat bersalah.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang