Chapter 31

5.7K 443 51
                                    

Disclaimer: 🔞

Astaga Al. Kenapa lo lamar Andin sekarang? Harusnya kan nanti malam sesuai rencana. Bego!

Al tak henti-hentinya merutuk dalam hati. Dia seharusnya tidak terbawa suasana dan melamar Andin sekarang karena dia sudah mempersiapkan sesuatu yang spesial untuk Andin tepat tengah malam nanti di hari ulang tahunnya yang ke 26. Al menahan napas menunggu respon dari Andin yang tak kunjung tiba. Andin hanya diam sambil membelai tengkuk Al dengan lembut. Al bertanya-tanya apa jangan-jangan Andin tidak mendengarnya karena suara air terjun yang bising atau memang sedang berpikir akan menerima atau menolak lamarannya.

Lama Al menunggu respon dari Andin dengan perasaan cemas dan tegang. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika Andin menolaknya. Membayangkannya saja sudah membuatnya takut. Akhirnya karena sudah tidak tahan dengan ketegangan yang menyelimutinya, Al memanggil nama Andin.

"Ndin..." Bisik Al.

Tidak ada jawaban.

"Andin..." Ulangnya sekali lagi.

Tetap tak ada jawaban.

"Andin..." Panggil Al lebih keras.

Andin menghentikan belaiannya. "Hmm? Kenapa, Sayang?"

Al sekarang yakin bahwa Andin memang tidak mendengar lamarannya tadi karena gemuruh air terjun yang menenggelamkan suaranya. Al menghembuskan napas lega dan mulai tertawa sampai bahunya berguncang. Ternyata keberuntungan masih berpihak padanya dan dia tidak mengacaukan rencananya sendiri yang sudah disusunnya dengan matang.

"Kamu kenapa?" Tanya Andin, melepaskan pelukan mereka dan menatap Al.

"Ga apa-apa, Ndin. Ayo berenang lagi." Ujar Al tersenyum dan menarik Andin kembali ke kolam yang dalam.

~~~

Andin mengobrol tanpa henti dengan Aran dalam perjalanan pulang ke villa sementara Al sibuk dengan pikirannya sendiri. Selama sebulan terakhir, dia sudah merencanakan dan mempersiapkan liburan mereka dan sudah tidak sabar menunggu hari istimewa ini tiba. Al sudah membayangkan bagaimana dia akan menanyakan "the magic question" kepada Andin dan menyelipkan cincin di jari manisnya. Tapi sekarang ketika harinya sudah tiba, dia sangat gugup dan seperti kehilangan kemampuannya untuk bicara.

Al membayangkan kotak cincin yang dia simpan dengan rapi di kopernya dan menghela napas panjang. Ketika Al merencanakan birthday vacation untuk Andin ke Phuket Island, Al berpikir mereka bisa bersantai di rumah pohon terlebih dulu untuk menghilangkan jetlag, mengunjungi air terjun di hari pertama, dan kemudian menikmati pantai di malam hari sampai Al melamar Andin pada jam dua belas tengah malam tepat pada hari ulang tahun Andin.

Al sembilan puluh sembilan persen yakin Andin akan mengatakan ya, tapi ada satu persen kemungkinan dia akan mengatakan tidak yang pasti akan membuat Al hancur. Sekarang Al mulai meragukan rencananya melamar Andin di Thailand. Apa sebaiknya Al melamar saat mereka pulang ke Indonesia? Bagaimana jika Andin menolaknya? Kemana dia akan pergi?

Begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di benak Al. Dia tidak mengerti kenapa dia begitu gugup saat momen itu sudah di depan mata.

"Mas Al. Liat deh itu." Kata Andin. "Kayak pohon biasa ya, Mas. Tapi kata Aran semua bagiannya beracun!"

"Mmm..."

"Dari getah, kulit, daun, bahkan buahnya juga beracun, Mas."

"Mmm..."

"Coba kalau kita ga sengaja nyentuh pohonnya." Andin bergidik.

"Mmm..."

Andin tiba-tiba berhenti dan Al hampir menabrak punggungnya. Andin berbalik untuk melihat Al. "Mas, kamu dengerin aku ga sih?"

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang