Chapter 15

2.9K 313 27
                                    

Disclaimer: 🔞

Mereka kembali ke ballroom setengah jam kemudian, sesaat sebelum acara fundraising dinner and auction di mulai. Ketika makan malam diumumkan, mereka kembali ke meja mereka yang sudah dipenuhi hidangan. Andin kaget ketika MC di atas panggung kemudian memanggil nama Al untuk menyampaikan opening remarks. Al berdiri diiringi tepuk tangan dan naik ke atas panggung. Andin tidak tahu kalau Al akan menyampaikan pidato malam itu. Sebersit rasa bersalah menerpanya ketika ingat bahwa dia sudah memaksa Al untuk pulang lebih awal.

Andin mengamati Al berjalan ke arah podium, tidak mampu menahan diri untuk mengagumi suaminya. Setiap langkah kakinya menuntut perhatian dan rasa hormat.

Sama sekali tidak terlihat tanda-tanda bahwa suaminya baru saja berhubungan seks dengan liar di kamar hotel di lantai atas. Malah, Al terlihat seperti orang yang sama sekali berbeda, terlihat seperti pria yang sangat terkendali dan berkuasa.

"Para hadirin sekalian," Al memulai. "Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa bencana alam merupakan tragedi kemanusiaan. Bencana alam tidak pernah pandang bulu. Menerjang semua orang, tidak peduli latar belakang agama, etnik, dan golongan. Semua berpotensi menjadi korban bencana alam termasuk kita semua yang ada disini." Al mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

"Karena merupakan tragedi kemanusiaan, maka yang dibutuhkan adalah aksi-aksi kemanusiaan. Dibutuhkan tindakan cepat dan nyata untuk memberikan bantuan bagi yang tertimpa bencana. Uluran tangan dari semua yang ada disini sangatlah diharapkan untuk meringankan beban penderitaan mereka. Mari kita buktikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan masih melekat pada diri setiap manusia yang ada di ruangan ini..."

Andin terpaku melihat suaminya. Al adalah pembicara yang andal, suaranya rendah memesona. Caranya yang penuh semangat mengajak orang-orang untuk berempati kepada para korban bencana membuat Andin tersentuh. Ketika Al selesai berbicara, Andin berdiri dan bertepuk tangan. Tidak sedikit para hadirin yang lain juga ikut berdiri dan dan bertepuk tangan.

Andin melihat  Al menuruni panggung dan langsung dikelilingi orang-orang yang ingin bicara padanya, dan salah satunya adalah Nikita. Andin menunggu Al kembali ke meja mereka dengan resah dan berusaha menelan keresahannya dengan susah payah. Ingin sekali rasanya Andin bangkit dan menghampiri mereka, membawa suaminya menjauh dari Nikita.

Ketika Al kembali, Al menarik Andin mendekat dan mencium rambutnya.

"Tadi Nikita mau ngomong apa lagi sama kamu?" Cecar Andin.

Al mengeluarkan suara frustasi. "Ga ngomong apa-apa. Cuma mau kasih pujian sama pidato saya aja."

Andin tiba-tiba merasa malu karena seharusnya dialah orang pertama yang memberikan pujian pada suaminya. "Pidato kamu memang bagus banget, Mas. Tapi kenapa ga bilang kalau kamu bakal kasih opening remarks?"

Al hanya mengangkat bahu dan menyatakan kalau hal itu tidak terlintas dibenaknya. Mereka melanjutkan makan malam dan Al tidak meninggalkan sisi Andin, atau membiarkan Andin meninggalkan sisinya, sepanjang sisa malam itu. Mereka terus bergenggaman tangan selama makan malam, memilih makan dengan satu tangan daripada harus melepaskan genggaman satu sama lain.

Setelah dinner and auction selesai, acara selanjutnya adalah dancing. Live band mulai memainkan musik dan orang-orang mulai melangkah menjauh dari meja mereka ke lantai dansa. Ketika mereka akan bangkit, ponsel Al berbunyi. Al terpaksa harus keluar ruangan untuk menerima telepon karena suara musik yang keras. Andin duduk disana menunggu Al kembali sambil mengobrol dengan Michi dan Angga yang tidak tertarik untuk berdansa. 

Cukup lama menunggu, Al tidak kunjung kembali. Andin pun kemudian pergi ke toilet berniat untuk memperbaiki riasan. Andin tidak menggunakan toilet terdekat karena antrian yang panjang dan menemukan toilet yang letaknya lebih jauh. Tidak ada seorangpun di toilet itu selain cleaning service yang bertugas. Sesaat kemudian, seorang wanita memasuki toilet dan berdiri di depan wastafel di samping Andin sambil mengeluarkan ponsel dan peralatan make up dari tas mungilnya. Dia tersenyum pada Andin saat tatapan mereka bertemu di cermin dan Andin balas tersenyum. Andin lalu menyelesaikan urusannya dan melangkah keluar dari toilet beberapa menit kemudian.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang