Chapter 18

6.5K 421 32
                                    

Disclaimer: 🔞

"Mas Al.. Aku bisa jelasin semuanya." Jawab Andin panik. Otaknya bekerja keras mencari jalan keluar yang bisa menyelamatkannya dari huru hara besar yang akan terjadi.

Al hanya diam mematung. Matanya sekeras batu granit. Tidak ada lagi kekasih yang lembut dan perhatian yang sudah memanjakannya sepanjang hari.

Andin menelan ludah dengan susah payah dan memainkan jari-jarinya dengan gelisah.

"Jadi minggu lalu, aku curhat sama sepupuku kalau aku ga yakin tentang perasaan kamu ke aku, Mas." Andin memulai cerita karangannya. Dia membuat ceritanya mendekati kenyataan agar terdengar meyakinkan dan tidak terlalu dibuat-buat.

"Aku cerita kalau aku udah beberapa kali bilang cinta ke kamu, tapi kamu sama sekali belum pernah." Lanjut Andin, "Jadi, sepupuku punya ide bikin kamu cemburu untuk mengetes perasaan kamu."

Andin mendongak dan memberanikan diri menatap Al. "Aku udah bilang ga usah, Mas. Tapi dia ngotot minta bantuan Kak Ricky." Andin buru-buru menambahkan, berusaha untuk membela diri.

Selama beberapa saat Al berdiri disana, tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

"Mas Al.." Andin merasa cemas dan khawatir melihat ekspresi Al.

"Jadi waktu itu," Kata Al, suaranya bergetar menahan marah. "Ricky memang sengaja datang ke apartemen kamu untuk memanas-manasi saya dan bikin saya cemburu?"

Andin hanya bisa mengangguk. Dia terpaksa berbohong demi menutupi kebohongan lain yang jauh lebih besar dan menyakitkan.

"BRENGSEK!"

Al menggebrak meja dengan sangat keras sampai gelas-gelas yang ada di atasnya berjatuhan ke lantai dan pecah berkeping-keping.

"MAS AL!" Teriak Andin ketakutan.

Al tidak menggubris teriakan Andin. Dia berjalan mondar-mandir seperti singa marah yang terkurung. "Sebegitu pentingnya kah kata-kata itu untuk ego kamu sampai kamu tega mempermainkan saya seperti ini?" Tanya Al terengah-engah. "Dari semua hal yang sudah saya lakukan untuk kamu, semua hal yang sudah saya beri, apa belum cukup jadi bukti perasaan cinta saya ke kamu, hah? APA BELUM CUKUP?" Teriak Al sakit hati.

Andin hanya bisa berdiri mematung di hadapan Al. Air matanya mengalir deras.

"Kalian pasti puas menertawakan saya setelah saya menghajar Ricky." Al tertawa getir. "Puas menertawakan Aldebaran yang bodoh, posesif, cemburuan, pemarah.." Suara Al bergetar hebat.

"Ga, Mas." Andin menggelengkan kepalanya keras-keras, "Kamu salah paham." Isak Andin. Hatinya sangat sakit melihat Al seperti ini.

"Saya bisa aja bilang I love you ratusan kali." Lanjut Al, "Tapi itu semua ga ada artinya tanpa perbuatan. Perbuatan lah yang paling penting, Andin!"

"Mas Al.. Aku minta maaf." Andin memohon terisak-isak.

"Kalau kamu mau laki-laki yang selalu bilang I love you setiap detik, itu bukan saya. Sekarang kemasi barang-barang kamu. Kita kembali ke Jakarta."

Mendengar itu, tubuh Andin ambruk ke lantai. Terduduk dengan tubuh gemetar seolah semua tenaganya hilang. Air matanya terus mengalir seiring dengan rasa perih di hatinya. Hatinya hancur, sama seperti gelas yang pecah berserakan di lantai.

~~~

"Turun!" Perintah Al saat mereka sudah sampai di gedung apartemen Andin. Ini adalah kali pertama Al berbicara lagi padanya setelah kurang lebih dua jam mendiamkan Andin. Selama perjalanan dari Puncak ke Jakarta, Al memberi Andin silent treatment, menolak untuk berbicara dengan gadis itu.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang