Chapter 22

3.6K 289 11
                                    

Disclaimer: 🔞

Aldebaran terlambat datang ke tempat praktik dokter Andi sore itu. Dia melihat Andin berjalan mondar-mandir di kantor tersebut, tangannya dikibaskan sementara dia bicara. Dokter Andi duduk di kursinya yang biasa, perhatiannya terpusat pada tabletnya sementara dia mencatat.

"Saya benar-benar capek sama situasi ini, Dok!" Ujar Andin. Andin terus berjalan mondar-mandir sampai dia melihat Al berdiri di ambang pintu dan dia pun berhenti melangkah.

"Mas Al!" Serunya. Seulas senyum cemerlang mencerahkan wajahnya yang cantik.

Tidak ada hal yang tidak akan Al lakukan untuk membahagiakan Andin. Walaupun setelah hari panjang dan melelahkan yang dia alami, menghabiskan waktu bersama psikiater adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan. Namun kenyataan bahwa Andin tersenyum seperti itu hanya karena melihatnya berada disana membuat suasana hati Al membaik.

Aldebaran tersenyum pada istrinya dan menyapa dokter Andi sebelum duduk di sofa. Al bertanya-tanya seberapa banyak yang sudah diceritakan Andin kepada dokter Andi.

"Halo, Pak Al. Selamat bergabung." Sapa dokter Andi ramah. "Saya sudah melihat wawancara Anda. Istri saya bercerita tentang wawancara itu dan saya menontonnya di internet. Bagus sekali, Pak Al."

Aldebaran mengangkat bahu dan duduk bersandar di sofa. "Makasih, Dok. Saya pikir setelah masalah Lisa selesai, sesi terapi pasangan ini juga selesai."

Dokter Andi tersenyum dan menoleh kearah Andin. "Sepertinya istri Anda berpendapat lain."

Aldebaran menepuk bantal di sampingnya, mengisyaratkan Andin untuk duduk. Andin melangkah mendekati Al dan menautkan jemarinya dengan jemari Al begitu dia duduk.

Dokter Andi memulai sesi seperti biasa dengan bertanya tentang minggu yang mereka alami dan kejadian yang terjadi semenjak sesi terakhir mereka.

Aldebaran duduk bersandar, menumpangkan sebelah lengannya ke lengan sofa dan mendengarkan Andin bercerita tentang masalah Nikita dan Devin kepada dokter Andi.

Al mengetuk-ngetukkan jemarinya dengan perlahan ke lengan kursi ketika Andin bercerita tentang pertemuannya dengan Devin untuk meminta rekaman CCTV di depan kamar 708.

Mata Dokter Andi mengikuti gerakan yang dibuat Al. "Bagaimana reaksi Anda saat mengetahui hal ini?" Tanya Dokter Andi pada Al setelah Andin selesai bercerita.

"Saya marah, tentu saja. Saya tidak suka istri saya sengaja bertemu dengan mantannya di belakang saya, apapun alasannya."

Dokter Andi meletakkan tabletnya di lengan kursi dan menatap Al. "Jadi perasaan marah Anda lebih tertuju kepada fakta bahwa istri Anda bertemu dengan mantannya tanpa sepengetahuan Anda?"

Al mengangguk.

"Lalu bagaimana dengan permintaan terhadap rekaman CCTV itu? Apa Anda tidak marah tentang hal itu?"

Al mempertimbangkan jawabannya sebelum memberikannya. "Saya tau Andin khawatir dan cenderung paranoid tentang hubungan saya dengan Nikita. Kalau dengan melihat rekaman itu bisa meredakan kekhawatirannya, saya tidak keberatan. Tapi kalau saja dia bilang ke saya butuh rekaman itu, saya bisa mendapatkannya dengan mudah."

Andin menghadap ke samping untuk menatap suaminya. "Mana mungkin aku tanya ke kamu, Mas? Dari awal aja kamu udah berusaha menutup-nutupi hubungan kamu dengan Nikita dan ga mau menjelaskan apa-apa."

"Memangnya apa yang perlu dijelaskan, hah?" Balas Al. "Saya sudah bilang ratusan kali kalau saya ga ada hubungan apa-apa dengan Nikita."

Dokter Andi melirik Andin. "Saya ingat ketika kalian pertama kali menemui saya disini, Pak Al dan Bu Andin juga bertengkar karena Bu Andin mengira Pak Al selingkuh."

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang