Chapter 28

6.7K 437 45
                                    

Disclaimer: 🔞

Al dan Andin tertidur dalam pesawat dengan jemari saling bertautan. Andin tersentak bangun saat mendengar suara pramugari yang mengumumkan bahwa waktu mendarat sudah dekat. Andin mencoba membangunkan Al yang masih tertidur.

"Mas Al... Kita udah mau sampai, Mas." Kata Andin sambil mengguncang bahu Al.

"Hah?" Al terkesiap. "Apa?"

"Ga apa-apa, Sayang." Andin mendaratkan ciuman lembut di pipi Al. "Kita udah mau sampai." Ulang Andin.

"Oh." Al mengusap wajah dengan kedua tangan untuk menghilangkan kantuknya. Al terlihat begitu lelah dan banyak pikiran.

"Mas Al..." Andin menyisirkan tangannya ke rambut Al. "Kamu ga usah pikirin kata-kata Mbak Dayana ya. Aku tau kamu ga seperti yang dia tuduh, Mas. Dia bilang begitu karena dia cemburu."

Al hanya mengangguk. Dia lebih banyak diam dan sering melamun setelah Andin menceritakan percakapannya dengan Dayana saat mereka sampai di rumah Al sore itu. Ketika Andin selesai bercerita, Al tiba-tiba memeluknya dan mendekapnya begitu erat sampai Andin tidak bisa bernapas.

"Makasih, Ndin." Bisik Al, suaranya bergetar. "Kamu udah bela saya dan tetap bertahan mendampingi saya." Al mencengkeram rambut Andin. "Saya cinta sama kamu, Ndin."

Pernyataan Al yang menyentuh dan berapi-api tersebut menggema di tubuh Andin. Andin membenamkan wajahnya di bahu Al dan menangis. Beberapa saat kemudian, Andin mengangkat kepalanya dan mencium Al. Ciuman mereka terasa asin karena bercampur air mata. Bibir Al bergerak putus asa di mulut Andin, seolah-olah takut Andin akan menghilang dari hadapannya.

"Ndin..." Al menangkup wajah Andin. "Jangan tinggalin saya." Al memejamkan matanya, tubuhnya bergetar.

"Ga akan pernah, Mas." Bisik Andin, menahan tengkuk Al dan membelai rambutnya. "Aku juga butuh kamu." Isak Andin.

"Secepatnya saya akan buat janji dengan dokter Andi yang biasa nanganin Mama." Tangan Al terkepal di sisi tubuhnya. "Saya akan belajar meredam emosi saya, setidaknya di depan kamu, Ndin." Al menarik napas dalam-dalam. "Tapi saya butuh kamu ada disisi saya." Katanya serak. Tangannya terangkat ke dada dan mengusap area jantungnya seolah-olah hatinya sakit.

"Aku cinta sama kamu, Mas." Kata Andin, matanya perih karena air mata. "Sangat cinta." Andin menangis, menangis karena menyadari betapa besar Al membutuhkannya.

Al memiringkan kepalanya dan menyerang mulut Andin dengan ciuman yang posesif dan dalam. Andin menempel ke tubuh Al, membenamkan jemarinya ke rambut Al yang halus. Andin tenggelam dalam ciuman itu, tersapu emosi melimpah yang membuatnya kembali terisak.

"Jangan nangis, Ndin." Al menarik diri dan menangkup rahang Andin. "Saya sudah terlalu sering bikin kamu nangis."

"Tapi ini tangis bahagia, Mas."

Al menatap mata Andin. "Saya ingin tanya sesuatu ke kamu, Ndin." Katanya lirih. "Kamu ga takut kan sama saya?"

"Ga, Mas!"

"Saya ga akan pernah main fisik sama kamu, Ndin." Suaranya sarat akan kesedihan, membuat hati Andin terasa sakit.

Andin meraih pinggang celana Al dan menariknya mendekat. "Aku tau, Mas!" Andin gemetar marah. Marah pada Dayana yang dengan licik dan terencana sudah berusaha merusak hubungan mereka.

Andin tidak bisa menahan gelombang emosi liar yang harus dilampiaskan: cinta dan kebutuhan, amarah dan ketakutan. Andin menarik rambut Al dan menciumnya dengan kuat. Pipinya basah karena air mata. Al balas mencium Andin dengan keras dan penuh gairah dan menggendongnya ke ranjang.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang