Chapter 6

3.4K 353 42
                                    

Disclaimer: 🔞

Semakin lama Andin duduk disana menunggu Al kembali, pikirannya semakin kacau dan kalut. Kata-kata yang Al lontarkan padanya sebelum pergi, terngiang-ngiang kembali di ingatannya saat dia memandangi pecahan kaca yang berserakan di lantai. Andin mengerti kemarahan Al dan kebutuhannya untuk melampiaskan kemarahan itu, tapi Andin berharap Al tidak meluapkannya pada Andin di saat dia juga rapuh.

Dan Andin sangat ingin pergi sekarang juga—melarikan diri dari pertengkaran dan luka yang akan kembali terjadi saat Al kembali—tapi dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa meninggalkan Al. Lebih dari apa pun, Andin ingin membuktikan kepada Al bahwa dia tidak akan lari di saat Al sangat membutuhkannya sekarang, walaupun pikiran tentang Lisa yang kemungkinan mengandung anak Al benar-benar membunuhnya.

Rasa mual menyerang perutnya dan Andin tidak bisa menahannya. Dia lari ke kamar mandi dan mengosongkan isi perutnya. Setelah selesai, dia menyandarkan kepalanya ke kaca wastafel dan memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan diri. Andin menyeka air matanya yang jatuh, menarik napas dalam-dalam, dan mempersiapkan diri untuk kedatangan Al, mempersiapkan diri untuk menghadapi pertengkaran yang dia yakin akan kembali terjadi karena dia tidak tahu siapa yang harus dia percaya.

Tapi Al tak kunjung datang.

Menunggu Al kembali sangat menyiksa Andin, sehingga dia memutuskan untuk menelepon Rendy, Angga dan Michi untuk menanyakan keberadaan Al. Mereka tidak tahu Al ada dimana tetapi Michi bersikeras untuk datang ke rumah untuk menemani Andin karena dia bisa mendengar dengan jelas kalau Andin sedang tidak baik-baik saja.

Ketika Michi tiba di Pondok Pelita, Andin tidak bisa lagi menahan perasaan yang membuncah di dadanya dan menceritakan semuanya kepada Michi. Andin menceritakan tentang pengakuan Lisa yang mengandung anak Al dan Al yang bersikeras menyangkal itu semua. Dan Al yang saat ini sedang marah pada Andin karena meragukannya. Michi adalah pendengar yang baik dan Andin merasa sedikit lega setelah bercerita.

Namun, hari berlalu dengan cepat dan Andin semakin mengkhawatirkan Al ketika Al belum juga kembali. Dia telah pergi selama lebih dari enam jam. Andin terus mencoba menelepon dan mengirimi Al pesan, tetapi tidak ada jawaban. Michi pun menghubungi Angga dan Rendy secara kontinu untuk menanyakan update tentang Al, tapi tidak ada yang melihat atau mendengar kabar dari Al.

Mereka terus menunggu sampai dua jam berikutnya dan ketika hari mulai gelap, Michi akhirnya pamit pulang dan berjanji akan segera kembali jika Al belum juga pulang malam itu. Andin sedang duduk di sofa, merasa benar-benar hancur, ketika dia mendengar pintu depan terbuka setengah jam kemudian. Andin melompat berdiri dan berlari ke ruang tamu. Dia menarik napas dalam-dalam dan mempersiapkan diri untuk menghadapi suaminya, tidak yakin versi mana yang akan dia hadapi, Al yang lebih tenang atau Al yang masih marah padanya.

Al menundukkan kepalanya ketika masuk dan tidak langsung melihat Andin yang berdiri di sana. Ketika Al melihatnya, ada ekspresi terkejut melintas di wajahnya. Dia berdiri diam dan menatap Andin.

"Kamu masih di sini? Saya pikir udah kabur."

Andin tersentak mendengar kata-kata Al dan menghapus air matanya yang jatuh. Andin berharap Al bisa lebih tenang setelah pergi dari rumah, dan dia juga berharap bahwa dirinya bisa lebih tenang menghadapi Al, tetapi tampaknya kemarahan dan keinginan untuk saling melukai masih mendekam dalam diri mereka masing-masing. Merasa sakit hati dengan kata-kata Al, Andin membalas,

"Buat apa kabur? Toh besok kamu juga udah pergi."

Al mengalihkan pandangannya dari wajah Andin sebelum menjawab, "Ga perlu nunggu sampai besok. Saya akan berangkat malam ini juga." Suaranya berbisik tapi kata-katanya memukul Andin dengan hebat.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang