Chapter 17

2.3K 266 42
                                    

Disclaimer: 🔞

Tenggelam dalam pikirannya yang kalut, Andin tidak menyadari Al yang berdiri dibelakangnya dan tersentak saat Al memeluk pinggangnya dari belakang. "You okay?"

Andin mengangguk dan bersandar pada Al.

"Masih mikirin kejadian minggu lalu?" Tanya Al, memutar tubuh Andin membelakangi jendela kamar untuk menghadapnya.

"Ga kok Mas." Andin berbohong dan memaksakan diri tersenyum pada Al.

Al menangkup pipi Andin dan menatapnya lekat-lekat. "There's only you, Andin. No one else." Ujar Al, menarik Andin erat ke dadanya dan mencium puncak kepalanya. Mereka berdiri di depan jendela, berciuman, dan tenggelam dalam sentuhan satu sama lain sebelum Al akhirnya melepaskan diri.

"Saya berangkat ke kantor, ya. Nanti pulang sekitar jam tujuh."

"Ok. Hati-hati." Andin mengecup bibir Al singkat.

"We're going to be okay. I promise." Janji Al pada Andin sebelum dia pergi.

Andin menghela napas berat. Dia tahu kalau Al menginginkannya segera move on dari kejadian malam itu dan kembali ke saat-saat sebelum pertemuan dengan Nikita. Namun, Andin tidak akan pernah tenang sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Nikita di malam charity event minggu lalu.

Malam itu, ketika mereka kembali ke balllroom hotel setelah membersihkan diri, Andin tidak melihat baik Nikita maupun Devin disana. Mereka tidak tinggal lama setelah itu dan akhirnya kembali pulang ke Pondok Pelita dan tidak jadi menginap di hotel.

Selama seminggu terakhir, Andin berusaha menjalani hari-hari dengan normal seperti sedia kala. Dia mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada apa-apa dengan suaminya dan Nikita. Penampilan Nikita yang berantakan bisa saja disebabkan oleh orang lain. Begitu banyak orang yang hadir disana malam itu dan mungkin saja salah satunya adalah kekasih Nikita. Tetapi, sekuat apapun Andin mencoba untuk meyakinkan dirinya, dia tidak bisa menepis keraguan yang melandanya.

Andin melirik jam dinding di kamar mereka dan saat itu sudah hampir jam delapan. Andin harus segera berangkat pergi menemui seseorang, tetapi dia sengaja menunggu Al berangkat ke kantor terlebih dahulu. Telapak tangannya berkeringat. Mengabaikan suara dalam kepalanya yang menyuruhnya untuk membatalkan rencananya dan jangan mencari-cari masalah, Andin menyambar ponselnya dari atas kasur dan memesan taksi online sebelum berubah pikiran.

~~~

Andin melihat Devin duduk di meja di dekat jendela kaca begitu dia berjalan memasuki restoran hotel. Dia terlihat tampan mengenakan setelan jas kantor berwarna navy yang terlihat mahal. Devin bertubuh jangkung dan berotot, lebih berotot daripada Al, yang kuat tanpa terlihat terlalu berotot.

Devin berdiri dari tempat duduknya saat melihat Andin dan menyapanya dengan mata berbinar. Ketika lengannya terangkat untuk memeluk Andin, Andin melangkah mundur, mengulurkan tangan kanannya sebagai gantinya. Walaupun saat ini dia masih meragukan kesetiaan suaminya, dia tidak ingin Devin salah paham atas maksud kedatangannya.

Alis Devin terangkat. "No hug for me?" Tanyanya.

"Aku udah nikah, Dev." Andin mengingatkannya.

Binar mata Devin sedikit meredup dan dia kembali duduk.

"Jadi..." Devin berhenti sejenak ketika waiter datang untuk mengantarkan menu. "Ada angin apa kamu tiba-tiba ngajak ketemuan?"

Sejujurnya Andin juga menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri. Sampai saat ini dia juga belum yakin apakah hal ini pantas dilakukan atau tidak. Semenjak mengetahui dari sosial media bahwa Devin Danendra yang merupakan mantan kekasihnya dulu adalah General Manager di Hotel Bliss—hotel tempat charity event minggu lalu berlangsung—sebuah rencana terbersit dibenaknya.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang