Chapter 13

3K 305 15
                                    

Disclaimer: 🔞

Ketika Al pulang siang itu, Andin menyambutnya dengan antusias. Andin menghambur ke pelukan Al dan berbicara dengan cepat dan penuh semangat sambil menciumi wajah Al tanpa henti.

"Kamu kenapa ga bilang sih Mas, kalau mau diwawancara?" Ujarnya terengah-engah.

Al menatap wajah Andin dan tersenyum lebar. "It's a surprise! Kamu kaget ga tadi liat saya di TV?"

"Bukan lagi, Mas..." Jawab Andin geleng-geleng kepala.

Al bisa melihat Andin senang dengan wawancaranya tadi. Caranya melompat ke arah Al ketika dia baru saja masuk kamar merupakan indikasi yang bagus. Al menurunkan Andin dari pelukannya dan mencium keningnya sebelum berjalan masuk ke walk in closet untuk melepas pakaian. 

Melangkah keluar dari walk in closet hanya dalam balutan celana pendek, Al menghampiri ranjang dan merebahkan diri. Dia merasa lelah dan kurang tidur. Al memperhatikan Andin yang duduk di tepi ranjang, terlihat cantik dan menggemaskan dalam balutan gaun pendek tanpa tali.

Andin merangkak naik ke ranjang dan menghampiri Al. Al meraih tubuh Andin dan merangkulnya. Andin menyelipkan tangan ke punggung Al dan mengusap dan memijat otot punggung Al yang hangat dan keras.

"Sayang, kamu lapar? Mau aku ambilin makanan?"

"Ga usah, nanti aja."

Andin menangkup rahang Al dengan sebelah tangan dan menciumnya, masih sambil mengusap dan memijat punggung Al dengan perlahan. "Ya udah, kalau gitu kamu istirahat dulu. Aku mau bantuin Kiki di bawah."

Al mempererat pelukannya. "Kamu disini aja. Temenin saya."

Mereka berbaring berpelukan di atas ranjang. Al diam saja selama tiga puluh menit terakhir, matanya terpejam, sementara Andin mengusap-usap rambut Al dengan pelan dan membahas tentang wawancara yang dilakukan Al pagi itu.

"Kayaknya sekarang semua penonton yang di studio tadi nge-fans sama kamu deh, Mas."

"Ga mungkin lah, Ndin. Tapi kalaupun iya, saya juga ga peduli. Saya sudah punya istri paling cantik sedunia." Bibir Al menempel di kening Andin.

Tersentuh, Andin pun meringkuk lebih dekat dan mencium bahu Al. Hening sejenak sebelum Andin menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya. "Kamu serius mau laporin Lisa ke polisi, Mas?"

Jemari Al menyusuri rambut Andin. "Ya."

"Oh." Bayangan Lisa yang berada di penjara saat keadaan hamil menghampirinya. Andin mengusir bayangan itu. Dia tidak akan ikut campur dalam keputusan yang sudah diambil suaminya walaupun sebagai sesama wanita yang sedang hamil, Andin merasa sedikit kasihan pada Lisa dan bayi yang dikandungnya.

"Kenapa? Kamu ga mau Lisa mempertanggungjawabkan perbuatannya?" Tanya Al, seakan bisa membaca pikiran Andin yang dilemma.

"Bukan begitu, Mas." Jawab Andin buru-buru.

Al menghembuskan napas dengan kasar. "Andin... Lisa itu licik orangnya. Kalau kita ga hentikan dia sekarang, entah kebohongan apa lagi yang akan dia lakukan nanti." Ujar Al emosi.

"Iya, Sayang..." Kata Andin, berusaha menenangkan suaminya.

"Udah.. Ga usah ngomongin Lisa."

Al menangkup bokong Andin, mengangkat gaunnya dan melepaskannya melewati kepalanya. Al menyingkirkan bra dan celana dalam Andin dan memposisikan tubuh Andin di atas tubuhnya. Mulutnya menangkap puncak payudara Andin yang telanjang dan mulai menelusuri area yang sensitif itu dengan ringan dan lembut. Andin merintih, mencoba menjauh, puncak payudaranya terlalu sensitif. Namun, gigi Al menahan puncak yang keras itu dan tubuh Andin terlalu bergairah untuk melawannya.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang