Chapter 2

4.6K 388 22
                                    

Disclaimer: 🔞

Al menggandeng tangan Andin keluar dari tempat praktik dokter Andi dan membantunya memasuki mobil. Mereka tidak berbicara sama sekali selama perjalanan pulang. Ketika sampai di rumah, Al membimbing Andin menuju kamar tidur mereka di lantai dua, lalu duduk di sebelah Andin di tempat tidur.

Andin menyandarkan kepalanya ke bahu Al dan melingkarkan lengannya di pinggang Al. "Aku minta maaf ya Mas udah meragukan kata-kata kamu. Harusnya aku percaya sama suami aku." Andin memejamkan matanya dan menghembuskan napas lelah. "Tapi aku benar-benar hancur waktu tau kamu lebih memilih pergi ketemuan sama Lisa daripada stay untuk membicarakan dan menyelesaikan masalah kita." 

"Tapi waktu itu saya sedang marah sama kamu, Ndin." Kata Al membela diri. "Kalau saya stay, bisa-bisa kita malah bertengkar hebat."

Andin tidak menjawab. Dia merasa sangat lelah. Bahkan terlalu lelah untuk berpikir. Yang dia inginkan sekarang hanyalah mandi dan tidur. Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat sampai akhirnya Andin bangkit dari tempat tidur. "Aku mandi dulu ya, Mas. Habis itu tidur. Aku capek banget hari ini."

Al mengangguk dan ikut berdiri. "Saya harus balik ke kantor. Ada kerjaan yang belum selesai."

"Okay." Andin menguap. "Kamu nanti pulang jam berapa?"

Al melirik jam tangannya yang menunjukkan jam tiga sore. "Sekitar jam tujuh." Jawab Al.

"Nanti setelah kamu pulang, kita lanjutin lagi ngobrolnya ya." Kata Andin. "Mungkin setelah tidur beberapa jam, aku bisa lebih fresh dan kita bisa fokus bahas masalah kita."

Al mengangguk. "Nanti malam kita akan bahas semuanya termasuk kemana kamu menghilang kemarin."

"Iya. Nanti malam kita akan bahas semuanya." Andin mengiyakan. "Termasuk pendapat dokter Andi tentang sex life kita."

"Sex life kita baik-baik saja." Rahang Al mengeras.

"Tapi, Mas... Setelah dipikir-pikir, mungkin ga ada salahnya mengikuti saran dokter Andi."

"Ya Allah! Kemarin kamu nuduh saya selingkuh dan memutuskan kalau saya bersalah, dan sekarang ini!" Ujar Al frustasi.

"Bukan begitu. Aku cuma ngerasa kalau dokter Andi ada benarnya."

"Jadi maksud kamu selama ini kamu tersiksa karena tuntutan gairah saya yang terlalu aktif? Kamu lupa kalau selama ini bukan selalu saya yang mulai." Kata Al dingin.

Tubuh Andin menegang. "Aku tau kalau aku juga sering memulai seks lebih dulu, Mas. Karena itu aku sadar kalau dokter Andi ada benarnya, kita memang sering melakukannya untuk menghindari pertengkaran." Balas Andin.

Keheningan menjawab perkataan Andin. Setelah beberapa saat, suasana terasa begitu menegangkan sampai Andin terpaksa kembali duduk di tempat tidur untuk menopang tubuhnya yang terasa sangat lelah. Sambil mengerang lemah, Andin menyandarkan pipinya ke headboard tempat tidur dan kembali memejamkan mata. "Aku capek bertengkar terus. Aku ingin ngerasain kedamaian dan ketenangan, sebentar aja." Ujar Andin sambil memegangi perutnya.

"Andin, kamu kenapa? Perut kamu sakit?" Tanya Al khawatir, bergerak menghampiri Andin.

"Aku baik-baik aja. Cuma capek." Jawab Andin.

Al duduk di sebelah Andin dan menangkup tengkuknya dengan lembut dan menempelkan bibirnya ke kening Andin. "Maaf saya sudah buat kamu stress, padahal kamu sedang hamil begini." Ujar Al merasa bersalah sambil mengelus perut Andin. Al menarik Andin ke pangkuannya dan mendekapnya erat. "Kamu mau ke dokter?"

"Aku ga apa-apa, Mas." Andin menempelkan wajahnya ke lekukan leher Al. "Kemarin kan aku baru periksa kandungan dan aku sama bayi kita baik-baik aja. Tapi karena perubahan hormon selama hamil, aku jadi mudah lelah dan emosional." 

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang