Chapter 1

4.4K 356 46
                                    

Disclaimer: 🔞

Dokter Andi adalah seorang pria berperawakan tegap dan tinggi, dengan rambut beruban yang rapi dan sorot mata yang tajam namun ramah. Kantornya didekorasi dengan indah dan dilengkapi dengan sofa dan perabotan yang nyaman.

Dokter Andi sudah menjadi psikiater Mama Rossa selama bertahun-tahun dan selama tiga bulan terakhir ini juga membantu Al mengatasi anger management issues yang dimilikinya. Namun, hari ini Al tidak sendiri. Dia datang bersama Andin untuk menjalani terapi pasangan pertama mereka setelah menjadi suami istri.

Andin mengamati dokter Andi yang duduk di kursi bersandaran tinggi di depan sofa yang diduduki oleh Andin dan suaminya. Matanya yang tajam memandangi Al dan Andin bergantian, jelas menyadari posisi duduk mereka yang menjaga jarak dimana Al duduk di ujung sofa yang satu sementara Andin duduk di ujung lainnya. Sikap tubuh mereka kaku dan defensif.

Dokter Andi mengambil tablet dan stylus pen-nya dan berkata, "Bagaimana kalau kita mulai dari penyebab ketegangan diantara kalian?"

Andin menunggu sesaat, memberi kesempatan kepada Al untuk berbicara lebih dulu. Dia tidak terkejut ketika Al hanya duduk disana, tidak berkata apa-apa.

"Kemarin saya bertemu dengan wanita yang mengaku sedang mengandung anak suami saya." Kata Andin dengan suara gemetar menahan marah.

"Itu fitnah." Geram Al.

"Dan suami saya sendiri juga sudah mengakui pernah menemui wanita itu sendirian di hotel."

"Hanya bertemu sebentar di bar hotel, bukan berduaan di kamar!"

"Pertama ketemu di bar, setelah itu mabuk-mabukan lalu masuk ke kamar, iya kan?"

Rahang Al mengeras. "Saya ga mabuk dan kalau kamu mau berpikir rasional sedikit aja kamu pasti ingat kalau saya pergi cuma sebentar dan langsung pulang ke kamu. Saya bangunin dan cium kamu kan waktu itu? Kamu ngerasa saya mabuk, ga?"

"Okay. Sekarang jawab kenapa kamu janjian sama Lisa disana, hah?" Tantang Andin.

"Bukan janjian." Jawab Al, mencoba untuk tetap tenang. "Saya emang awalnya mau nenangin diri setelah ketemu Dayana. Kebetulan Lisa chat saya bilang dia lagi liburan ke Bali bareng teman-temannya dan ajak saya gabung ke bar itu. Saya ga tau kenapa dia bisa tau saya ada di Denpasar."

"Terus kenapa kamu mau? Kamu lupa kalau dia dulu udah jahat sama aku?" Balas Andin, amarah dan sakit hati menghunjam tubuhnya.

"Justru itu saya kesana, Ndin! Saya pengen konfrontasi dia. Dia itu teman baik saya dulu di SMA. Saya pengen tau kenapa dia ngelakuin itu ke kamu!"

"Tapi Lisa ga bilang begitu!" Andin kembali menoleh ke dokter Andi yang dengan tenang memperhatikan mereka berdua. "Wanita itu bilang ke saya kalau malam itu Mas Al curhat kalau dia baru aja putus dari pacarnya. Setelah itu mereka minum-minum lalu ke kamar dan berhubungan..." Andin tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Erangan rendah meluncur dari mulut Andin, rintihan sakit yang membuatnya memejamkan mata rapat-rapat.

"Sekali lagi saya bilang, itu fitnah!" Teriak Al, memukul sandaran sofa dengan emosi.

"Tenang, Pak Al..." Ujar dokter Andi. "Pelan-pelan. Sekarang kita akan mundur sejenak. Tadi Anda bilang sebelum bertemu dengan Lisa, Anda bermaksud menenangkan diri setelah bertemu Dayana. Benar begitu?"

Al mengangguk. Sebagai psikiaternya, dokter Andi sudah mengetahui kisah antara Dayana, Al, dan Andin. Mengetahui bahwa rencana balas dendam yang dilancarkan oleh Dayana dan Andin kepada Al adalah faktor utama yang menjadi sumber kemarahan Al yang menyebabkan emosinya meledak-ledak.

"Okay. Jadi setelah bertemu Dayana, kemarahan Anda bangkit lagi dan Anda butuh menenangkan diri. Sekarang saya ingin bertanya, apakah kemarahan itu tertuju hanya pada Dayana atau kepada Bu Andin juga?"

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang