Chapter 25

6.8K 436 20
                                    

Disclaimer: 🔞

"Andin. Ayo pulang." Perintah Al tegas. "Saya sudah selesai disini."

Al lalu berdiri dan melangkah ke pintu keluar.

"Tunggu, Al!" Kata Om Surya, menahan Al. "Tadi kamu bilang balas dendam," Om Surya menatap Al dari atas sofa yang didudukinya. "Balas dendam apa?"

"Masalah itu biar mereka yang cerita." Balas Al, menatap Dayana dan Andin bergantian. "Kamu ceritakan semuanya pada om dan tante kamu," Perintah Al pada Andin. "Saya tunggu di luar."

Al keluar dari rumah itu tanpa menunggu respon dari Andin. Dia tidak tahan berada di sana lebih lama lagi. Amarahnya semakin memuncak. Jika dia mendengar rencana balas dendam itu sekali lagi, dia takut tidak akan bisa mengendalikan amarahnya dan akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan dia sesali.

Al masuk ke dalam mobil dan ingin sekali menyetir jauh ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Dia sangat membutuhkannya. Dia merasakan dahinya mulai berdenyut dan ingin segera pergi dari sana. Al mulai tidak sabar menunggu Andin yang tak kunjung datang dan memutuskan untuk pergi sebentar. Dia mengirimkan pesan pada Andin bahwa dia ada urusan dan akan menjemput Andin nanti.

Al baru keluar dari pagar rumah Om Surya dan melewati sekitar tiga rumah saat dia melihat Andin berlari mengejarnya dan berteriak memanggil namanya dengan nada panik dan putus asa.

"MAS AAAAL! "

Al buru-buru menginjak rem dan segera keluar dari mobilnya, khawatir terjadi sesuatu pada Andin. Saat dia keluar dari mobil, Andin menubruk tubuh Al dengan keras sehingga Al nyaris kehilangan keseimbangannya.

"Andin. Kamu kenapa?"

Andin menangis terisak-isak dan memukul dada Al berulang kali dengan kepalan tangannya. "Kamu bilang mau nunggu.." Katanya dengan napas terengah dan wajah yang bersimbah air mata.

"Kamu bilang mau nunggu aku!" Ulang Andin, menatap Al dengan tatapan menuduh sambil terus memukuli dada Al.

"Andin..." Al menangkup bagian belakang kepala Andin dengan satu tangan dan menempelkan pipinya ke dahi Andin. "Kamu baca chat saya, ga?"

Andin terdiam dan menggelengkan kepalanya.

Al melepaskan pelukannya untuk menatap Andin. "Kamu itu kebiasaan. Apa-apa langsung panik. Ga ngecek dulu."

"Tapi aku dengar suara mobil kamu jalan, Mas!" Ujar Andin, lengannya memeluk pinggang Al erat-erat. "Aku pikir kamu pergi ninggalin aku.." Isak Andin.

"Saya cuma mau pergi sebentar."

"Pergi kemana?"

"Kemana aja. Yang penting ga disana."

Mendengar itu, tangisan Andin semakin keras. "Maafin aku ya Mas. Aku bodoh udah terlibat dalam rencana Mbak Dayana tanpa tau cerita yang sebenarnya."

"Ga usah bahas itu, Ndin. Ayo pulang." Kata Al sambil melepaskan pelukannya. Al masuk dan membanting pintu sampai tertutup, menatap lurus ke depan karena takut akan apa yang akan dikatakannya jika dia menatap Andin.

"Mas Al.." Andin menyentuh paha Al dan mencium rahangnya. "Jangan marah, please. Maafin aku."

Al tidak menjawab tapi dia mencium rambut Andin dan menghirup aromanya dalam-dalam sebelum menjalankan mobilnya.

~~~

Mereka melewati perjalanan ke rumah Al tanpa saling bicara. Sesampainya disana, Al menghentikan mobilnya di depan rumah tapi tidak turun dari sana.

"Kamu masuk dulu, Ndin. Saya mau pergi sebentar." Kata Al.

Al berniat untuk menyetir keliling kota untuk cooling down karena meskipun Andin khawatir dan melarangnya menyetir dalam keadaan marah atau stress, hal itu justru Al perlukan untuk membantu menenangkan pikirannya.

Andin terdiam mendengar perkataan Al, tubuhnya menegang karena takut. Takut kalau konfrontasi dengan Dayana tadi mengingatkan Al kembali akan keterlibatan Andin dalam rencana jahat Dayana dan membuat Al menyesal telah memaafkannya.

"Mas Al..." Andin mencengkeram lengan Al. "Jangan pergi... Aku minta maaf."

Al melepaskan tangan Andin dari lengannya. "Andin! Ga usah minta maaf terus."

"Tapi, Mas..." Suara Andin pecah, hatinya sakit saat Al menolak sentuhannya. "Aku rasa kamu masih belum maafin aku."

"Kalau saya belum maafin kamu, buat apa saya masih bertahan, hah?" Tanya Al emosi.

"Tapi aku bisa ngerasain kalau kamu menjauh!" Balas Andin.

"Stop Andin!" Ujar Al frustasi. "Saya udah maafin kamu. Tapi saya ga bisa lupain semuanya begitu aja. Dan kamu yang selalu bahas masalah ini malah mengingatkan saya kalau kamu dulu sudah mempermainkan dan memanipulasi saya!"

Air mata Andin tumpah dan mengalir deras ke pipi dan lehernya. Andin menatap Al dengan matanya yang merah. Rasanya menyakitkan melihat Al kembali marah padanya, walaupun Andin mengerti Al butuh melampiaskan amarahnya setelah apa yang terjadi di rumah Om Surya.

"Tapi kamu salah, Mas." Kata Andin lirih. "Dari awal aku udah jatuh cinta sama kamu. Semua perhatian dan cinta yang aku beri ke kamu itu tulus." Isak Andin.  "Coba kamu pikir aja Mas, siapa yang rela nyerahin keperawanannya hanya demi membalaskan dendam orang lain?"

Al hanya terdiam dan balas menatap wajah cantik Andin, hatinya ikut sakit melihat betapa terlukanya Andin karena ucapannya. Al menangkup pipi Andin dan menempelkan keningnya ke kening Andin. "Ndin. Kita ga bisa terus-terusan begini. Saling menyakiti satu sama lain. It's dysfunctional relationship."

Tubuh Andin gemetar hebat mendengar kata-kata Al. Dysfunctional relationship. Andin menggelengkan kepalanya, berusaha menyangkal itu semua. Al memeluk pinggang Andin dengan erat dan mencium rambutnya, berusaha menenangkan tubuh Andin yang gemetar.

"Saling mencintai ga cukup untuk membuat hubungan berhasil, Ndin." Al menarik diri dan kembali menangkup pipi Andin. "Seharusnya kamu biarin saya pergi untuk menenangkan diri dan kamu juga perlu menenangkan diri. Kalau tiap saya mau pergi kamu selalu nahan saya, kita akan saling menyakiti."

Air mata meluncur dari kedua sudut mata Andin. "Tapi aku ga mau kamu menjauh." Bisik Andin. "Sejak malam itu, aku selalu dapat firasat buruk tiap kali liat kamu pergi dalam keadaan marah. Makanya aku selalu panik dan nahan kamu."

Al adalah batu karang dalam hubungan mereka dan Andin pikir dia bisa menjadi hal yang sama untuk Al. Andin ingin melindunginya, menjadi tempat Al untuk pulang dan mendapatkan ketenangan. Tapi Al tidak membutuhkan Andin dan Andin tidak cukup kuat untuk menanggungnya.

"Harusnya kita bisa saling menguatkan satu sama lain, Mas. Kamu ga perlu pergi kemana-mana. Ada aku disini." Isak Andin. "Tapi ternyata kamu ga butuh aku."

"Andin! Kamu dengar saya ga?" Al memukul setir dengan keras dan menarik rambutnya dengan kencang. "Kalau saya tetap disini saya takut ga bisa mengendalikan diri dan malah nyakitin kamu!" Kata Al, menatap Andin frustasi sekaligus putus asa.

Kerapuhan yang terpatri di wajah Al membuat Andin hancur. Al tampak begitu terluka dan Andin tidak tahan melihatnya. Andin meraih Al dan memeluknya erat. "Sayang... Maaf aku udah nahan kamu." Andin membenamkan wajahnya di dada Al. "Tapi kamu hati-hati ya nyetirnya. Aku bakal nunggu kamu disini." Andin mulai menangis lagi.

"Shh.." Al membelai dan mencium rambut Andin. "Saya bukannya mau menjauh dari kamu, Ndin! Saya hanya butuh waktu menyendiri sebentar. Kejadian hari ini benar-benar buat saya marah dan saya ga mau melampiaskannya ke kamu."

"Iya, Mas. Aku tau." Kata Andin, mendongak menatap Al. "Tapi nanti setelah pulang, kita bicara ya. Aku mau kita bicara dari hati ke hati. Aku pengen bantu kamu." Ujar Andin lembut, menyibakkan rambut yang jatuh di dahi Al.

Al mengangguk dan menempelkan bibirnya ke bibir Andin, lidahnya menggoda bibir Andin yang terbuka. Lidahnya membelai dalam-dalam, menjilat dan mencicipi ...

[Sebagian chapter sudah dihapus]

Author's Note: Penasaran sama kelanjutannya? Adegan panas 🔞 dan emosional lanjutan dari adegan diatas tersedia dalam bentuk eBook PDF. DM aja di IG: @iamwilonaa🥰



Thursday, October 7, 2021

Jangan lupa follow, vote, dan comment ya💕

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang