Chapter 8

3.7K 350 26
                                    

Disclaimer: 🔞

Andin terbangun dalam posisi tepat seperti dia tertidur, dengan Al yang berada di atas tubuhnya. Dari jendela kamar, Andin melihat cahaya fajar yang lembut memenuhi langit. Samar-samar Andin mengingat Al yang menggendongnya ke tempat tidur setelah percintaan pertama mereka di sofa. Mereka bercinta lagi setelahnya—dengan lebih pelan kali ini—dan akhirnya tertidur sambil berpelukan erat.

Andin meregangkan lengannya ke atas kepala dan melengkungkan punggungnya, membuat payudaranya yang bengkak dan sensitif mendesak dada Al yang telanjang. Gerakannya membangunkan Al. Mata Al terbuka dan dia menunduk menatap Andin dengan tatapan malas dan menggoda yang membuat jantung Andin berhenti berdetak sejenak.

"Good morning, wife." Katanya dengan suara seraknya yang seksi setelah bangun tidur.

"Good morning to you too, husband." Andin mendongak menatap Al dan tersenyum padanya.

Dada Andin tercekat karena rindu. Selama beberapa hari terakhir ini dia selalu merasa cemas kalau Al tidak akan kembali padanya. Dengan jari gemetar, Andin membelai pipi Al. Al menangkap pergelangan tangan Andin dan membawa jemari Andin ke bibirnya untuk dicium.

"Saya sudah bilang ke Rendy kalau hari ini saya ga berangkat kerja." Kata Al. "Saya ingin menghabiskan waktu sama kamu hari ini."

Andin meringkuk lebih dekat ke tubuh Al, sangat bersyukur karena Al telah kembali ke pelukannya.

"Aku juga, Mas. Nanti aku minta izin ke kampus."

Al mendekap tubuh Andin, jemarinya membelai rambut dan tengkuk Andin dengan lembut.

"Saya minta maaf ya, Ndin." Kata Al lirih. "Maaf udah ninggalin kamu menghadapi masalah Lisa sendirian... Maaf atas kata-kata saya yang menyakiti perasaan kamu... Dan maaf karena ga ngasih kabar ke kamu selama saya pergi..." Al menggelengkan kepalanya, merasa sangat marah pada dirinya sendiri. "Saya benar-benar brengsek."

Al menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. "Waktu saya liat foto kamu yang dikerubungi wartawan, saya benar-benar menyesal dan marah sama diri saya sendiri. Seharusnya saya ada disana buat lindungin kamu dan calon anak kita. Tapi saya malah lari ke Singapore sementara kamu yang sedang hamil di serang habis-habisan..."

Suara Al tercekat, dipenuhi emosi dan rasa bersalah, membuat mata Andin terasa perih karena air mata. Andin merasakan sesuatu yang panas dan basah menyentuh kulit bahunya yang telanjang dan Andin menyadari bahwa Al juga menangis.

"Mas Al..." Andin menarik diri dan menangkup pipi Al dengan jarinya yang gemetar, mencoba menghapus air mata disana yang langsung muncul kembali begitu dihapus. Al menyurukkan wajahnya ke tangan Andin dengan erangan rendah yang sarat akan penyesalan dan Andin tidak tahan. Sikap Al yang menunjukkan kerapuhan itu membuat hati Andin seolah di remas.

"Aku aku juga minta maaf, Mas." Isak Andin, mengusap dadanya yang terasa sakit melihat air mata Al. "Maaf karena udah meragukan kamu. Padahal kamu udah berkali-kali bilang ga pernah berhubungan sama Lisa."

"Saya tau sulit bagi kamu buat percaya..." Kata Al serak. "Tapi saya yakin saya ga tidur sama Lisa malam itu, Ndin."

"Aku percaya sama kamu, Mas!" Kata Andin buru-buru. "Aku cuma bingung kenapa Lisa bisa seyakin itu dia tidur sama kamu." Andin menggelengkan kepalanya. "Entah dia benar-benar jago acting atau dia benar-benar mabuk malam itu dan menyangka kalau itu kamu."

"Saya ga peduli apa kata Lisa." Kata Al emosi. "Yang jelas saya ga akan biarin Lisa menghancurkan hubungan kita lebih jauh lagi." Al menunduk menatap Andin. "Sekarang saya minta kamu fokus sama kesehatan kamu dan calon anak kita. Ga usah mikirin masalah Lisa lagi. Biar saya yang urus semuanya." Kata Al, menangkup perut Andin dan membelainya dengan lembut.

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang