Chapter 21

6.4K 439 34
                                    

Disclaimer: 🔞

Sepeninggal Al, Andin merangkak naik ke tempat tidur yang berantakan, berbaring di sisi kasur yang ditiduri Al sebelumnya, dan tidak bangun dari sana. Matanya menatap kosong ke tembok di depannya, merasa mati rasa. Andin bertanya-tanya bagaimana mungkin jantungnya masih bisa berdetak sementara hatinya terasa begitu sakit. Bagaimana mungkin kesedihan mendalam atas kehilangan Al tidak membunuhnya?

Dalam kondisi setengah sadar, Andin mendengar suara-suara di dalam kamarnya.

"Ya Allah Andin.. Kamu kenapa?" Andin merasakan seseorang menempelkan tangan ke dahi dan pipinya. "Ngga.. Ini Andin kenapa bisa begini?"

"Ga tau. Al ga bilang apa-apa." Samar-samar Andin mengenali suara Michi dan Angga. "Dia cuma minta kita datang kesini buat cek keadaan Andin."

"Ndin, kamu bisa dengar aku? Kamu kenapa?" Tanya Michi khawatir.

Andin tidak merespon.

"Disini ada aku sama Angga. Kita antar kamu pulang ya? Ayo bangun dulu." Bujuk Michi, tapi Andin tetap tidak merespon.

Michi mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar dan emosinya tersulut melihat kamar yang hancur berantakan dan Andin yang terbaring tak responsif di atas tempat tidur.

"Al benar-benar keterlaluan! Tega banget ngelakuin ini semua." Kata Michi marah.

"Jangan negative thinking dulu." Balas Angga, mencoba menenangkan Michi. Angga kemudian berbicara dengan karyawan hotel yang masuk bersama mereka bahwa dia akan menanggung segala kerusakan yang ada.

"Terus siapa lagi kalau bukan Al?" Michi makin emosi mendengar pembelaan Angga. "Kamu liat kondisi Andin! Dia sampe ga responsif gini, Ngga!"

Michi menggenggam tangan Andin dan membelai rambutnya tapi Andin tidak menunjukkan reaksi apa-apa.

"Tapi Andin ga apa-apa, kan? Apa perlu di bawa ke rumah sakit?" Tanya Angga, mulai khawatir melihat keadaan Andin.

"Ini salah satu gejala depresi katatonik. Aku bisa periksa Andin dan kasih resep antidepressant kalau dia ga mau ke rumah sakit. Yang penting dia keluar dari sini dulu!"

"Depresi katatonik?"

"Iya. Tubuhnya jadi ga responsif. Biasanya terjadi karena trauma psikologis. Misalkan kehilangan orang yang dicintai atau..."

Michi tidak meneruskan ucapannya dan menatap Angga penuh arti. Mereka saling berpandangan, curiga bahwa memang itulah yang terjadi pada Andin.

Tanpa menunggu respon dari Andin, Michi dan Angga langsung mengemasi barang-barang Andin yang berserakan di lantai hotel dan membawanya pulang ke apartemen.

~~~

Mimpi buruk menghantui Andin malam itu, dengan bayangan Al yang terbaring bersimbah darah di lantai. Darah menyebar kemana-mana, menodai tangan dan pakaian Andin sementara dia berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan Al. Mata Al yang kosong menatap Andin sementara Andin meneriakkan nama Al dengan histeris berulang kali...

"Shh.. Jangan takut."

Andin tersentak mendengar kata-kata itu di tengah kegelapan, otaknya terbangun tanpa perasaan takut, mengenali suara yang sangat dirindukannya. Kasur melesak ketika Al duduk disampingnya, mencondongkan tubuhnya ke arah Andin dan mengurung tubuh Andin dengan kedua lengannya. Aroma tubuh Al yang harum dan familiar menenangkan Andin sama seperti suaranya.

"Andin.." Al mencium bibirnya dan Andin dapat merasakan alkohol di mulut Al. Al mabuk dan Andin merasa sedih dan sangat bersalah karena dia lah yang membuat Al seperti ini.

Andin melingkarkan lengannya di leher Al, menariknya mendekat, dan menciumnya dengan sepenuh hati. Air mata Andin mengalir deras, mengalir membasahi bantal di bawah kepalanya. Andin menyelipkan sebelah tangannya ke balik kemeja Al dan membelai punggung Al yang telanjang.

Al mengerang dan menyentakkan selimut yang menutupi tubuh Andin. Tangannya mulai meraba-raba kancing baju tidur Andin, berusaha membukanya. Tapi setelah beberapa saat, dia menyerah dan langsung merobek baju Andin, membuat kancingnya bertebaran ke mana-mana.

Mulut Al melumat payudara Andin tanpa basa-basi, membuat Andin terkesiap. Al menjilat dan mengisap puncak payudara Andin dengan rakus seperti bayi yang kelaparan. Puncak payudara Andin terasa perih, sensitif terhadap sentuhan Al, sementara kewanitaannya basah dan lembab. Tangan Al menyelinap ke balik celana dalam Andin dan menangkup kewanitaannya, ujung jarinya membelai kulit Andin yang halus.

"Mas Al!" Air mata Andin tidak berhenti mengalir. Andin menyadari bahwa dia sangat rapuh dan lemah tanpa Al, dunia di sekelilingnya terasa hampa, dan tubuhnya sakit terpisah dari tubuh Al. Dan sekarang, berada di dekat Al, disentuh oleh Al, terasa seperti hujan di musim kemarau. Rasa kebas yang dialami tubuhnya sebelumnya luluh dan sirna. Tubuhnya tidak lagi mati rasa.

Andin sangat mencintai Al.

Al terus membelai dan mengusap inti kewanitaan Andin tanpa kenal lelah, membuat punggung Andin melengkung dan tubuhnya menggeliat nikmat karena orgasme yang terbit. Andin mencapai klimaks dengan keras, kuku jarinya mencakar sprei.

Mata Andin terbuka dan menatap kegelapan ketika Al merobek celana dalamnya dan menghunjam jauh ke dalam tubuhnya. Andin memiliki keseluruhan diri Al, setiap jengkalnya. Tubuh Andin yang hampa dan kesepian kembali terisi penuh oleh Al.

Setelah beberapa menit, Al merubah posisi mereka, membalikkan tubuh Andin sampai berbaring telungkup dan menyentakkan pinggul Andin keatas. Andin mencengkeram headboard tempat tidur dengan erat, wajahnya yang basah menempel ke bantal. Al meluncur di punggung Andin, membuka kaki Andin dengan lututnya dan menghunjam ke dalam tubuh Andin dengan kuat dari belakang. Jemari mereka bertautan erat di atas headboard.

"Tadi Michi cerita tentang keadaan kamu," Kata Al serak. "Katanya gara-gara saya kamu.."

Andin menggelengkan kepalanya, memotong ucapan Al. "Ga, Mas. Kamu ga salah."

"Saya juga menderita, Ndin." Kata Al emosi, membenamkan wajahnya ke rambut Andin. "Saya juga hancur!" Geraman sakit bergemuruh di dadanya dan Andin merasakan Al mencapai klimaks. Tubuhnya gemetar hebat.

"Saya ga bisa begini terus." Kata Al terengah-engah, pinggulnya masih bergerak. "Saya juga sakit, Ndin! Apa kamu ga liat?"

Andin memejamkan mata erat-erat, air matanya yang panas tumpah keluar.

Malam itu berlalu dengan buram. Al tidak menarik diri dan tetap berada dalam tubuh Andin dalam waktu yang lama sampai akhirnya dia membalikkan tubuh Andin, menciumnya dan bercinta lagi dengannya. Dan Andin tiba-tiba mengalami dejavu.

Seperti ini lah Al bercinta dengannya dua hari yang lalu, penuh gairah dan tanpa kenal lelah, seakan-akan ini adalah malam terakhir mereka. Dan Andin tahu bahwa besok ketika dia terbangun, Al akan meninggalkannya lagi, sama seperti dia meninggalkan Andin malam itu.



Thursday, September 30, 2021

Jangan lupa follow, vote, dan comment ya💕

Aldebaran, My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang