Prolog

227 16 5
                                    

"Lia,"

"Hm?" Lia yang tadinya bertekuk memeluk tas beralih menatap Agil yang mendekatinya.

"Tahan napas sebentar." pinta Agil berdiri tepat di depan Lia.

"Ha?"

"Tahan napas bentar," ulangnya.

Tanpa bertanya lagi Lia langsung menuruti permintaan Agil yang sebenarnya ia juga tak tahu mengapa ia harus menahan nafas. Lia mulai menarik nafas menahannya sebentar sambil menutup matanya perlahan.

Cup

Lia membulatkan matanya lebar tak kala sebuah bekas bibir melekat di keningnya. Agil yang baru saja melakukan perbuatan tadi berjalan santai menuju motornya seperti tanpa dosa telah berbuat tadi.

"Lo gila ya?" umpat Lia berdiri dari tempat duduknya.

"Gila karena lo." ucap Agil tertawa.

"Pulang yuk?" ajak Agil.

"Hujan gini?" tanya Lia.

"Terus lo mau sampe malem disini?"

Lia menatap awan yang semakin lama semakin menggelap tapi hujan belum juga berhenti. Jam di tangannya juga menunjukkan pukul enam petang. Jika di pikir memang benar yang Agil maksud tapi dengan menerobos hujan bukan termaksud pilihan yang aman.

"Agil," bujuk Lia agar lelaki itu berubah pikiran.

"Lia,"

"Hujan,"

"Dingin," Lia tertawa mendengar balasan yang Agil berikan padanya.

Tanpa sadar dirinya pun keluar dari tempatnya berteduh beralih mendekati Agil yang kehujanan. Kasihan juga Agil sudah hujan-hujanan.

"Pegang yang erat." suruh Agil sambil memasang helmnya.

"Siap pak raja!" Agil mulai menghidupkan motornya dan mulai melaju di jalan raya.

"Jangan ngebut Gil," tegur Lia.

"Nggak bakal jatuh kok,"

"Jangan pamali gitu," kesal Lia.

Agil hanya terkekeh. Agil tetaplah Agil pembangkang yang selalu mengikuti naluri hatinya untuk melakukan sesuatu. Jika nalurinya berkata baik maka semua akan baik-baik saja.

Hujan turun dengan sangat deras dan hari pun sudah gelap tapi Agil juga belum menurunkan laju kendaraannya. Hujan seolah menyuruh mereka berhenti sebentar tapi tak terdengar oleh mereka.

Kilat dan gemuruh menghiasi perjalanan mereka untuk pulang. Sesekali Lia mengeratkan pelukannya karena terkejut dengan bunyi petir menyambar. Hanya Tuhanlah yang tahu betapa takutnya Lia saat itu.

Mereka melewati trotoar sebelum akhirnya sampai ke rumah Lia. Sebuah mobil yang juga sama lajunya dengan Agil berjalan laju dari arah depan. Sopir itu juga dalam keadaan takut dengan petir yang menyambar. Sopir truk menaikan lajunya tak kala ingin melewati tikungan di Jalan Empati.

Dengan waktu yang bersamaan Agil dan Lia juga ingin melintasi tikungan di jalan Empati. Bisa terhitung detik bersamaan mereka lewat. Agil terkejut bukan main sama halnya dengan sopir truk yang kewalahan menginjak pedal rem mobilnya.

Agil berusaha untuk menginjak dan menarik rem motornya untuk berhenti dan coba mengelak dari sang mobil truk. Namun hasilnya gagal mobil sudah sangat dekat.

Motor Agil terpelanting ke jalan. Mobil truk oleng dan masuk ke dalam sungai dan untungnya hanya bagian depan yang masuk ke parit sehingga sang sopir bisa cepat melompat keluar. Lia terpelanting jauh dari Agil berada. Samar-samar Agil mencoba membuka mata mencari dimana kekasihnya berada.

Matanya melihat sosok gadis tergeletak satu meter darinya dengan helm yang entah kemana pergi. Nampak dari kepala sang wanita mengeluarkan darah segar yang enggan berhenti.

Agil tersenyum kecut. Sebelum akhirnya senyum itu berubah menjadi penyesalan nantinya. Ia memegang kepalanya yang terasa sakit. Kepalanya terasa berat untuk berdiri. Matanya juga tak mampu untuk terbuka. Agil menyerah membiarkan dirinya terbaring di tanah.

Dirinya menatap Lia yang sudah tak mampu untuk membuka mata bahkan bergerak sedikitpun tidak. Agil melepas helmnya dengan sekuat tenaga menampilkan dengan jelas wajahnya yang sangat pucat.

Agil melihat tangannya yang penuh dengan darah. Kepalanya juga terluka.  Sekali lagi Agil menatap Lia untuk kesekian kalinya sebelum menutup matanya rapat.

"Maafin gue Lia," ujarnya lalu terpejam.

***

KECELAKAAN DI JALAN TIKUNGAN EMPATI MEMAKAN KORBAN SATU DIANTARANYA SOPIR TRUK DAN DUANYA ADALAH PELAJAR SMA. KECELAKAAN ITU MEMBUAT MOBIL TRUK TERJEBAK DI SUNGAI KECIL DAN BERADA DI PINGGIRAN BERUNTUNG SOPIR HANYA LUKA RINGAN. DAN DUA PELAJAR SMA HARUS DILARIKAN KE RUMAH SAKIT KARNA MENGALAMI LUKA BERAT KARNA TERPENTAL CUKUP JAUH SAAT MENGHINDARI MOBIL TRUK BESAR DARI ARAH DEPAN, KEMBALI KAMI KABARKAN BERITA TERIKINI...

Berita terkini tentang kecelakaan mobil truk dan motor pelajar tersebar di seluruh kota Jakarta. Agil membuka matanya perlahan. Yang pertama dilihatnya adalah langit-langit bercat putih dan juga ibunya yang tertidur pulas di kursi sofa.

Agil mengingat kejadian tadi. Lia! Dia teringat pada kekasihnya. Agil mulai turun dari brankar tempatnya tidur. Menanyai perawat ruang atas nama Lia.

"Brengsek!" satu kata pertama yang di ucapkan Wildan saat Agil sampai. Di sebelahnya duduk seorang wanita sambil terisak.

"Ngapain lo kesini? Mau bunuh kakak gue?"

"Gu-e pe-ngen kete-mu Li-a," ucapnya terbata dan parau.

"Kamu mau ketemu Lia? Ketemu Lia kamu bilang?! Lia sekarat karna kamu! Dari dulu juga saya nggak setuju dengan hubungan ini!" ujar Astri.

"Puas kamu?!" bentaknya tepat di depan Agil.

"Sekali aja tan, sekali ini aja ketemu Lia,"

"Udah buat dia sekarat kamu masih punya nyali ketemu dia?"

"Emang bener kata orang kamu memang anak nggak bener!"

"Selalu bikin onar!"

"Nggak tau di untung!"

"Anak pembawa sial!"

"Maaf," satu kata yang berhasil Agil keluarkan setelah beberapa kali mendapat makian dari Astri. Sudah cukup dirinya sudah tahu tak perlu diulang.

Agil menatap seluruh keluarga Lia bergantian. Dari tatapannya Agil sudah tahu betapa kecewanya mereka pada Agil.

Agil pergi dari sana. Berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tatapan hampa. Memukul angin menuntaskan emosinya.

"Sial! Kenapa harus gini!"

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang