Enam

30 8 1
                                    

Besoknya bukan tanpa alasan lagi Agil berdiri di depan sekolah sambil bersandar di bahu pagar. Siapa lagi yang ia tunggu selain Aulia. Entah kenapa sifat gadis itu membuatnya tertarik untuk mendekatinya. Semakin banyak tolakan semakin Agil ingin memilikinya. Mungkin saja bisa di katakan Agil tertarik dan hanya penasaran, di lihat-lihat sepertinya satu ini berbeda, ada hal lain yang akan kita temukan jika memilikinya. Apa penyebutannya, Agil lupa. Semacam Easter egg, mungkin. Seperti itulah jika terbuka dan terlihat benar-benar menakjubkan. Jika Easter egg berada dalam sebuah film, film itu adalah Aulia.

Tidak tahu, tapi Agil merasakan itu saat pertama kali melihatnya. Aura penuh misteri dan mengejutkan bisa kita rasakan. Dari tatapan mata, bentuk tubuh, sampai ke sikapnya jelas terlihat, meskipun Aulia sendiri yang menutupi diri, orang-orang yang peka dan teliti bisa merasakannya.

Jujur saja, menunggu disini seperti orang bodoh. Jelas, Aulia itu berstatus sebagai kakak kelasnya yang jam pulang lebih lama ketimbang dirinya. Tapi, entah mengapa dirinya mau menunggu sambil berpanas-panasan begini. Kalau bukan karna Aulia tentu dia enggan menyiksa diri. Demi mengajaknya pulang bersama.
Penantiannya berakhir. Lonceng pulang berkumandang, semua murid keluar menuntaskan semua penat dari tugas sekolah. Ada yang lansung pulang, menunggu jemputan bahkan ada juga yang memilih untuk diam disekolah entah untuk urusan tugas atau mengikuti ekstrakulikuler.

Agil mengedarkan pandangannya mencari Aulia dari kerumunan murid yang keluar dari pagar sekolah mirip anak bebek keluar kandang.

Agil melempar batu kecil ditangannya, Aulia menoleh ketika bahunya tersentuh sesuatu. Raut wajah Aulia seketika masam tidak senang saat melihat siapa yang baru saja melemparnya dengan kuat menggunakan kerikil. Baru juga keluar dari tempat yang membuatnya pusing sekarang harus bertemu orang yang menganggu mood-nya.

"Pulang bareng." ajak Agil berjalan mendekatinya, lebih gilanya pria itu berdiri tepat disebelahnya.

"Ogah." tolak Aulia mentah.

"Mending lu antar gue, Gil," tawar Laras.

"Gue mau pulang bareng Aulia," ucap Agil memperlihatkan senyum buayanya.

Aulia memutar bola matanya malas. Gadis itu pergi begitu saja tanpa menghiraukan Agil yang meneriakinya. Rasanya Aulia sekarang bukan lagi suka dengan Agil. Ah, sekarang ia membenci pria gila itu. Kenapa dirinya bisa menyukai lelaki bentukan seperti itu. Memang ya penyesalan selalu datang belakangan.

Kenapa juga dulu dia bisa naksir jamet buaya seperti Agil. Hobinya cuma bisa menganggu, di tutup pakai apa dulu matanya sampai bisa melihat Agil seganteng itu.

Agil berteriak kesal hanya di angguri  sontak Aulia berhenti mendadak. Demi apapun dirinya benci dipanggil begitu, dia punya nama. Aulia paling tidak suka di teriaki seperti itu, tidak ada kata atau cara lain untuk memanggil orang lain? Aulia menoleh memperlihatkan ketidaksenangan cara Agil memperlakukannya.

"Lu bisa tungguin gue gak, sih?" tanya Agil kesal.

"Lo mau ngapain, ha?!" ujar Aulia.

"Gue mau deketin lo!" ucap Agil tiba-tiba.

"Ha?" ucap Agil, lelaki itu menarik tangan Aulia berjalan bersamanya bahkan dengan berani menggandeng tangan Aulia.

Belum apa-apa saja sudah berani pegang tangan. Malah dengan muka tanpa dosa, sepertinya mata Aulia kemarin di tutup tanah, sampai bentukan begini di bilang ganteng. Aulia melepas tangannya balas kesal.

"Lo yang apa-apaan Au!" balas Agil. "Lo kasih nomer gue sama pembantu lo, kan?"

"Kalo iya? Lo pikir gue bodoh gitu? Permainan lu basi tahu!" ucap Aulia mendorong tubuh Agil yang menghalangi jalannya, makin kelihatan kan sifat aslinya.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang